Kupi Beungoh

Ketika Belanda Menjajah Aceh

Bukti yang paling menarik adalah jatuhnya istana raja Aceh ke tangan Belanda yang dalam sejarah sedikit sekali dibicarakan.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
T. Murdani adalah mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

Kita tidak akan mampu merencanakan masa depan yang gemilang tanpa kita ketahui sejarah indatu baik itu sejarah kesuksesan, kegagalan atau kekonyolan yang pernah dilakukan indatu kita sehingga kita mecawo-cawo sampai hari ini.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VI) - Sultan Al Mukammil, "Repertoar Raja Boneka”

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XI) Benarkah “Masa Emas Aceh” Iskandar Muda Sekedar Mitos?

Kisah Kekecewaan Uleebalang

Menurut sebuah kisah terdapatlah sebuah kelompok uleebalang kala itu yang merasa kecewa kepada Sultan, karena Sultan telah mengangkat uleebalang baru dan memberikan tanah kepada uleebalang baru tersebut dengan mengurangi wilayah kelompok uleebalang yang merasa kecewa.

Kekecewaan tersebut memuncak karena Sultan tidak mau menegosiasi lagi keputusannya.

Merasa jasa dan keberadaan mereka tidak dihargai lagi oleh Sultan Aceh, kelompok uleebalang tersebut melakukan pertemuan rahasia dengan Belanda.

Intinya para kelompok uleebalang tersebut akan memberi informasi kepada Belanda bagaimana cara menguasai istana Sultan, namun dengan syarat mereka harus diangkat sebagai Sultan baru di Aceh.

Dalam perjalanannya, Belanda berhasil merebut istana Sultan, namun apa mau dikata Belanda tidak mampu memenuhi janjinya untuk menjadikan kelompok uleebalang tersebut menjadi Sultan dan penguasa baru di Aceh.

Namun mereka diberikan bintang jasa oleh Belanda yang disematkan di dada sebelah kiri mereka.

Mereka itu menjadi kaki tangan penjajah dan dilindungi oleh Kompeni Belanda, sedangkan kelompok uleebalang lainnya mati-matian berjuang untuk mempertahankan Aceh sebagai nanggroe meurdehka.

Teuku Umar, Teuku Raja Sabi, Pocut Bharen, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia dan lainnya terus saja berjuang sampai syahid.

Dalam catatan sejarah, Belanda pernah mengakui bahwa perang Aceh adalah perang yang sangat melelahkan dan menghabiskan banyak anggaran.

Hanya Perang Aceh yang tidak mengenal jabatan dan posisi korbannya.

Perang Aceh telah memakan korban hingga selevel jenderal di pihak Belanda.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (I) - Dari  Klasik Hingga Kontemporer

Namun pada kenyataannya, Belanda tidak mampu menguasai Aceh seperti daerah lain di Nusantara, dimana mereka dapat duduk manis menikmati hari dengan kopi dan teh.

Menjadikan pribumi sebagai lamiet untuk mengurus kehidupan mereka.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved