Berita Luar Negeri

Warga Sudan Hadapi Keputusan Sulit saat Perang Saudara Meluas: Bertahan atau Melarikan Diri   

Kondisi mengerikan telah memicu eksodus massal dan mengubah Khartoum – kota ramai berpenduduk lima juta yang kini terasa seperti kota hantu. 

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
AFP
Asap tebal mengepul di atas gedung-gedung di sekitar bandara Khartoum pada 15 April 2023, di tengah bentrokan di ibu kota Sudan. Ledakan mengguncang ibu kota Sudan pada 15 April ketika paramiliter dan tentara reguler saling menyerang pangkalan satu sama lain, beberapa hari setelah tentara memperingatkan negara itu berada pada titik balik yang "berbahaya". 

Sementara mereka yang masuk ke wilayah Mesir, hanya anak-anak, orang tua, dan wanita yang dapat memasuki negara itu tanpa visa.  

Pria muda Sudan berusia 16 hingga 49 tahun harus mengajukan visa satu hari sebelumnya di konsulat Mesir di Wadi Halfa, sebuah kota dekat perbatasan dengan Mesir. 

Ini adalah persyaratan yang berisiko memisahkan keluarga untuk sementara, dengan banyak yang bersiap untuk mengucapkan selamat tinggal kepada putra, saudara laki-laki, dan ayah mereka dengan harapan bahwa mereka akan segera bersatu kembali dengan mereka. 

Jalan ke Mesir juga tidak sepenuhnya aman menyusul laporan bahwa pejuang RSF merampok dan menjarah mobil di bawah todongan senjata, kata beberapa orang yang melakukan perjalanan kepada Al Jazeera. 

Situasi keamanan yang ambivalen membuat koordinasi untuk melarikan diri menjadi mimpi buruk. 

Shaima Ahmed berada di London dan berusaha meyakinkan orang tua dan saudara kandungnya untuk meninggalkan Khartoum.  

Wanita berusia 27 tahun itu mengatakan sulit untuk menasihati keluarganya dari luar negeri. 

“Tidak dapat memberikan informasi yang kredibel kepada (keluarga saya) membuat saya stres. Saya mendorong mereka untuk pergi (ke Mesir) tapi saya tidak ingin mendorong mereka terlalu banyak. Tapi jika sesuatu terjadi pada mereka, maka itu salah saya,” kata Ahmed. 

Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Aceh Desak Kapolri Tangkap Oknum Peneliti BRIN Terkait Ancaman Pembunuhan 

Raga Makawi, seorang warga Sudan-Inggris yang sedang mengunjungi keluarganya di Khartoum ketika perang pecah, menambahkan bahwa pemenuhan logistik tidak mudah. 

Dengan stasiun bus, dan kendaraan kecil tidak dilengkapi alat pelindung yang baik untuk perjalanan. 

Dia mengatakan bahwa keluarga perlu mencoba mencari bus sendiri, serta pengemudi yang tahu cara menghindari pos pemeriksaan RSF. 

“Satu jam yang lalu, biaya bus besar dari Khartoum ke Kairo adalah $10.000,” kata Makawi kepada Al Jazeera, pada malam sebelum dia berangkat ke Mesir. 

“[Biasanya] hanya $4.000 beberapa hari yang lalu. Tetapi siapa pun dapat mengenakan biaya apa pun yang mereka inginkan dan orang-orang akan membayar untuk menyelamatkan hidup mereka.” 

Mereka yang Memilih Bertahan 

Perang di Khartoum juga memisahkan keluarga, karena beberapa memilih untuk tetap tinggal di kota itu, sementara yang lainnya memilih untuk pergi dari kota itu. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved