Berita Luar Negeri

Warga Sudan Hadapi Keputusan Sulit saat Perang Saudara Meluas: Bertahan atau Melarikan Diri   

Kondisi mengerikan telah memicu eksodus massal dan mengubah Khartoum – kota ramai berpenduduk lima juta yang kini terasa seperti kota hantu. 

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
AFP
Asap tebal mengepul di atas gedung-gedung di sekitar bandara Khartoum pada 15 April 2023, di tengah bentrokan di ibu kota Sudan. Ledakan mengguncang ibu kota Sudan pada 15 April ketika paramiliter dan tentara reguler saling menyerang pangkalan satu sama lain, beberapa hari setelah tentara memperingatkan negara itu berada pada titik balik yang "berbahaya". 

Warga Sudan Hadapi Keputusan Sulit saat Perang Saudara Meluas: Bertahan atau Melarikan Diri

SERAMBINEWS.COM - Beberapa hari setelah pertempuran bersenjata meletus di Sudan, Dalia Mohamed dan ibunya dihadapkan pada pilihan yang mustahil: melarikan diri dari ibu kota Khartoum atau tetap bertahan di rumah. 

Dengan rumah mereka yang terletak di jantung perang saudara, suara peluru, roket, dan tembakan yang terus-menerus menjadi hal yang mereka rasakan. 

Pada Kamis (20/4/2023), mereka mengemasi beberapa barang pokok dan melarikan diri setelah rumah mereka rusak akibat serangan roket. 

“Saya mencoba bertahan di rumah dan menolak untuk meninggalkan Khartoum,” kata Mohamed (37), kepada Al Jazeera.  

“Anda selalu mendengar cerita tentang orang-orang yang harus meninggalkan rumah mereka, tetapi Anda tidak akan sadar sampai Anda harus melakukannya sendiri.”ujarnya. 

Khartoum secara historis menjadi surga bagi orang-orang yang melarikan diri dari perang saudara di pinggiran jauh Sudan, seperti Darfur, Pegunungan Nuba, dan Sudan Selatan, sebelum Sudan Selatan menjadi negaranya sendiri pada tahun 2011. 

Selama beberapa dekade, elit sipil dan tentara memiliterisasi dan mengekstraksi sumber daya dari pinggiran seperti minyak dan kemudian emas untuk memperkaya diri mereka sendiri, sambil menyediakan cukup untuk 'menenangkan' penduduk di Khartoum. 

Tapi sekarang, ibu kota menjadi pusat konflik bersenjata antara tentara dan pasukan paramiliter bringas yang dikenal sebagai Pasukan Pendukung Cepat (RSF).  

Keduanya telah mendirikan pos pemeriksaan dan bentrok tanpa pandang bulu, mengakibatkan meningkatnya jumlah korban tewas dan kekurangan makanan, listrik, dan air yang akut. 

Kondisi mengerikan telah memicu eksodus massal dan mengubah Khartoum – kota ramai berpenduduk lima juta yang kini terasa seperti kota hantu. 

“Itu adalah keputusan tersulit yang menurut saya harus saya buat,” kata Mohamed.  

“Bahkan sekarang, jika seseorang memberi tahu saya bahwa daerah saya aman dan kami dapat kembali… kami akan segera kembali. Tapi kami tidak bisa,” sambungnya. 

Harus Melarikan Diri 

Mereka yang melarikan diri dari Khartoum menuju timur ke Port Sudan, wilayah yang relatif aman dan memiliki jalur laut yang menghubungkan ke Djibouti dan Mesir. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved