Bisa Digabung dan Diringkas Rakaatnya, Begini Tata Cara Shalat Jamak Qasar Bagi yang Bepergian Jauh

syarat melakukan shalat qashar, yakni meringkas jumlah rakaat shalat adalah musafir, yaitu orang yang menempuh perjalanan.

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Muhammad Hadi
Tribunnews
Ilustrasi - Tata Cara Shalat Jamak Qasar Bagi yang Bepergian Jauh. 

Perbedaan dua jenis jamak ini adalah pada waktu pengerjaan shalatnya.

Jamak taqdim ialah menarik shalat waktu kedua dari dua shalat yang digabungkan, kemudian dikerjakan pada waktu shalat pertama.

Misalnya seperti menjamak Shalat Zuhur dan Asar, shalat Asar ditarik untuk dikerjakan pada waktu zuhur.

Sementara jamak takhir adalah sebaliknya, yaitu menarik waktu pertama dari dua shalat yang dijamak, kemudian dikerjakan di waktu shalat kedua.

Contohnya, mengerjakan shalat Zuhur sekaligus di waktu Asar.

Shalat jamak baik taqdim maupun takhir tetap dikerjakan sesuai dengan jumlah rakaat masing-masing shalat.

Ini berbeda dengan shalat qashar yang pengerjaaannya tetap untuk satu waktu shalat fardhu saja.

Baca juga: Mudik Lebaran? Ini Tuntunan Shalat Musafir, Lengkap Shalat Jamak hingga Qashar, Niat dan Tata Cara

Bedanya, keringaan pada shalat qashar adalah meringkas jumlah rakaat dari shalat yang boleh diringkas.

Sedangkan shalat jamak dan qashar (jamak qashar) adalah menggabungkan dua waktu shalat untuk dikerjakan dalam satu waktu (jamak), kemudian jumlah rakaat masing-masing shalat diringkas (qashar).

Syarat boleh melakukan Jamak, Qashar, dan Jamak Qashar

Syarat melakukan shalat jamak, qashar maupun keduanya sudah pernah diterangkan oleh dai kondang Ustad Abdul Somad dalam sebuah tayangan video di YouTube.

Mengutip Serambinews.com (17/7/2021), Ustad Abdul Somad dalam video kajiannya yang pernah diunggah oleh YouTube Qia Qia Official menyampaikan, bahwa syarat melakukan shalat qashar, yakni meringkas jumlah rakaat shalat adalah musafir, yaitu orang yang menempuh perjalanan.

Adapun jumlah jarak perjalanan yang ditempuh yaitu sejauh 89 km.

Sementara shalat jamak seperti diterangkan Ustad Abdul Somad, boleh dikerjakan jika tidak ada musafir atau perjalanan.

Akan tetapi syaratnya berada dalam kondisi gawat darurat tingkat tinggi, yang memungkinkan tidak bisa mengerjakan shalat jika waktu sudah masuk.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved