Kupi Beungoh
Gubernur Aceh - Apa Beda Soekarno, Soeharto, Gus Dur, SBY, dan Partai Aceh - Bagian I
hampir semua presiden yang pernah berkuasa, memberikan perhatian yang tidak biasa dan sangat sungguh-sungguh terhadap kepemimpinan di Aceh
HAMPIR tidak ada hal yang sangat sentral yang menjadi catatan dan perhatian di Aceh, dan bahkan sampai tingkat tertentu, perpolitikan nasional, kecuali tentang gubernur Aceh.
Hal ini tidak mengherankan, karena memang, di samping tugas utama gubernur sebagai kepala daerah maupun kepala pemerintahan, Aceh juga mempunyai catatan khusus yang membutuhkan perhatian tersendiri dari Pemerintah pusat.
Catatan itu tak lain karena Aceh mempunyai ciri sejarah yang unik secara politis dan sosiologis.
Di samping itu, dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Aceh dikenal sebagai daerah dengan jumah komulatif tahun konflik yang panjang dari tahun damai, semenjak Indonesia merdeka.
Tidak mengherankan, hampir semua presiden yang pernah berkuasa, memberikan perhatian yang tidak biasa dan sangat sungguh-sungguh terhadap kepemimpinan daerah.
Salah satu ciri utama yang sangat menonjol dari sejarah kebijakan pimpinan nasional terhadap pengangkatan dan keberadaan gubernur Aceh, sangat layak disebut sebagai fatsun politik pemerinah pusat.
Sesuai dengan artinya, fatsun politik itu menyangkut dengan etika, atau sopan santun politik, yang dipegang teguh oleh hampir semua presiden yang pernah berkuasa.
Fatsun itu memang tidak tertulis secara formal, namun sangat akurat secara realitas.
Apa yang tercatat dari realitas fatsun itu adalah, gubernur Aceh yang dipilih dan ditunjuk adalah orang Aceh, kecuali untuk situasi yang “sangat- sangat” khusus, itupun umumnya untuk jangka waktu yang “sangat-sangat” pendek, kecuali pada kasus menjelang dan dalam masa DI/TII.
Itupun memang karena hampir semua elite Aceh ikut atau terkait dengan pemberontakan.
Fatsun itu dipegang teguh, baik oleh presiden yang sangat diktator, seperti presiden Soeharto, maupun presiden yang sangat demokratis seperti Gus Dur, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pilihan dan pengangkatan gubernur Aceh yang dibuat oleh hampir semua presiden itu, memang sebuah keputusan yang sangat krusial.
Dalam banyak hal, kebijakan pimpinan Aceh yang dipilih dan ditunjuk menyangkut dengan kombinasi kualitas pribadi yang terkait dengan kapasitas, integritas, dan kepercayaan pimpinan, berikut dengan penghargaan terhadap marwah masyarakat Aceh.
Hal itu terlihat sangat jelas, selama masa pemerintahan “otoriter” presiden Soeharto, yang meneguhkan fatsun itu secara permanen.
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (I) - Dari Klasik Hingga Kontemporer
Dari Era Soeharto Hingga Jokowi
Indonesia di Simpang Jalan Ke-80: Refleksi atas Ujian Kemerdekaan |
![]() |
---|
Renungan Buya Hamka untuk Dunia Kedokteran |
![]() |
---|
Urgensi Pendidikan Politik untuk Merawat Perdamaian Aceh Pasca Dua Puluh Tahun |
![]() |
---|
Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik |
![]() |
---|
Kurikulum Pendidikan Islam Itu "Berbasis Cinta", Solusi Masalah Lokal & Jawaban Tantangan Global |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.