Breaking News

Berita Aceh Besar

Keripik Temurui Desa Wisata Nusa Aceh Besar Didorong Agar Didaftar Jadi Merek Kolektif, Ini Manfaat

Pendaftaran untuk mendapatkan merek kolektif ini ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau DJKI Kemenkumham RI secara online. Namun, jika pel

|
Penulis: Mursal Ismail | Editor: Mursal Ismail
Pixabay.com
Daun temurui atau juga dikenal daun kari. Para pelaku UMKM di Desa Wisata Gampong Nusa, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, memanfaatkan daun ini sebagai keripik yang dikenal keripik temurui atau keripik oen temurui. 

Seperti diketahui teumurui adalah daunan atau rempah-rempah yang biasanya digunakan dalam masakan khas Aceh, termasuk juga digoreng bersamaan dengan ayam atau di Aceh dikenal ayam tangkap. 

Pasalnya, daun temurui ini selain wangi, jika digoreng juga gurih dan enak.

Dikutip Serambinews.com dari Wikipedia, temurui dalam Bahasa Indonesia disebut salam koja atau bahasa latinnya Murraya koenigii syn. Chalcas koenigi

Di Minangkabau disebut sicerek atau ki becetah di Sunda dan korokeling di Jawa. 

Daun ini juga dipakai sebagai bumbu kari, sehingga dikenal sebagai daun kari. Daun ini dipakai sebagai bumbu di Aceh. Bentuk daun ini mirip dengan daun salam dengan ukuran yang lebih kecil dan bau yang lebih tajam. Bunga dari tumbuhan ini berbau harum dengan buah berbentuk bulir berwarna ungu.

Salam koja berasal dari India dan Srilanka. Tumbuhan ini tidak ditanam secara massal, tetapi biasanya terdapat pada kebun di bagian selatan India dan Malaysia.

Salam koja berkerabat dekat dengan kemuning (M paniculata).

Baca juga: Homestay di Desa Wisata Gampong Nusa, Siswa MAN IC Aceh Timur Belajar Menganyam hingga Buat Emping

Juga permudah tembus pasar global 

Kembali ke soal merek kolektif, sebelumnya, Plh Kakanwil Kemenkumham Aceh, Rakhmat Renaldy, dalam sambutannya saat membuka acara ini antara lain mengatakan pentingnya pemahaman mengenai kekayaan intelektual di tengah pesatnya digitalisasi juga harus direspon masyarakat, terutama para pelaku ekonomi kreatif. 

Pasalnya, masifnya penggunaan media sosial tak menutup kemungkinan suatu ide kreatif menjadi viral dan berpotensi besar mengalami pencurian ide.

Oleh karena itu, untuk mencegah klaim atas produk, merek, bahkan ide kreatif dari pihak-pihak lain yang memanfaatkan situasi, para pelaku ekonomi kreatif sudah seharusnya mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya ke DJKI

"Dan tak kalah pentingnya, bahwa kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual juga mempengaruhi kemudahan suatu produk untuk menembus pasar global. Karena tanpa adanya Hak Kekayaan Intelektual, suatu produk berpotensi dikembalikan dan dianggap melanggar karena tidak memiliki perlindungan kekayaan intelektualnya," jelas Plh Kakanwil Kemenkumham Aceh

Rakhmat Renaldy menambahkan pada tahun 2023, Kemenkumham RI melalui DJKI telah mencanangkan sebagai tahun merek.

Oleh karena itu pemerintah menargetkan, hadirnya merek-merek unggulan dari setiap desa di Indonesia dan ini merupakan program unggulan yang disebut “One Vilage One Brand”, sehingga mampu mendorong setiap daerah untuk memiliki merek kolektif yang dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional.

"Melalui merek kolektif ini juga akan mampu memberikan beberapa keuntungan secara ekonomi antara lain dapat menekan biaya pendaftaran, biaya promosi, dan juga biaya penegakan hukum karena biaya-biaya tersebut menjadi tanggungan bersama seluruh anggota.

Baca juga: Disbudpar Aceh Bangun Dermaga Wisata Desa Nusa

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved