Kupi Beungoh
Hari ini 14 Dzulqai'dah 1444 Hijiriah: Mengenang 19 Tahun Tsunami Aceh Berdasarkan Kalender Islami
Hari ini kita mencoba untuk bangkit sejenak dan merefleksikan kembali 19 tahun kejadian bencana gempa dan Tsunami Aceh
Oleh: Rahmadhani*)
Hari-hari yang dilalui berjalan begitu cepat, tanpa terasa hari ini bertepatan tanggal 14 Dzulqai'dah 1444 Hijriah, sebuah tanggal penting bagi masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat dunia umumnya berdasarkan Kalender Islami, yaitu mengingatkan kita kembali sebuah kejadian bencana gempa dan Tsunami Aceh yang pernah menimpa masyarakat Aceh hari ini tepatnya Ahad tanggal 14 Dzulqai'dah 1425 Hijriah yang lalu.
Hari ini kita mencoba untuk bangkit sejenak dan merefleksikan kembali 19 tahun kejadian bencana gempa dan Tsunami Aceh yang pernah memorak-porandakan pesisir Aceh dan memisahkan orang-orang yang sungguh kita cintai.
Tidak menafikan, merefleksikan kembali kejadian bencana gempa dan Tsunami Aceh berdasarkan Kalender Islami belumlah semeriah seperti yang dilakukan melalui Kalender Masehi.
Meskipun demikian, kejadian gempa dan Tsunami yang pernah menghancurkan sebahagian besar wilayah pesisir pantai Aceh yang merengut ratusan ribu korban manusia terus diperingati oleh masyarakat Aceh, baik secara kalender Islami (14 Dzulqai'dah 1425), maupun Masehi (26 Desember 2004) melalui ragam aktifitas ritual keagamaan.
Pascabencana tersebut, kehidupan kita terus dihantui dengan berbagai fenomena alam dan kejadian bencana, seperti gempa dan banjir yang terus merengut korban jiwa dan harta benda manusia.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Museum Tsunami Aceh
Bencana yang terjadi bukanlah sebuah “malapetaka”, sehingga kita larut dalam kesedihan dan kecemasan. Sebaliknya, bencana besar yang pernah menimpa kita harus menjadi sebuah memori khusus collective memory untuk bersikap lebih kuat resilient, sadar dan siaga diri dalam menghadapi berbagai bencana lainnya pada masa akan datang disaster risk reduction (DRR).
Membangun kesadaran masyarakat menuju budaya siaga bencana bukanlah berarti berharap bencana akan menimpa kita.
Sebaliknya, mengamati berbagai fenomena alam dan secara geografis Indonesia berada pada lokasi rawan bencana ring of fire, seperti gempa dan Tsunami, menjadi indikasi bahwa bencana-bencana tersebut akan terus kita hadapi tanpa memiliki kapasitas memprediksi kapan, dimana dan bagaimana bencana itu akan terjadi dan menimpa kehidupan kita.
Merefleksikan kembali kejadian bencana gempa dan Tsunami Aceh, baik berdasarkan Kalender Islami, maupun Masehi adalah sebuah keniscayaan sebagai bentuk menyadarkan diri kita betapa kecil dan tidak berdayanya manusia di hadapan kemahakuasaan Allah SWT.
Baca juga: Dari Bangku Kuliah ke Museum Tsunami Aceh
Tahun Hijriah & Makna Penting Memperingati Kejadian
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan tahun hijriah selain tahun masehi (Kalender Gregorian Barat) telah menjadi salah satu sistem penanggalan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan sistem penanggalan umat Islam berdasarkan peredaran bulan terhadap bumi.
Umat Islam di Indonesia cenderung menggunakan hari-hari besar dan bulan Islam menggunakan kalender Islami sebagai perwujudan kehidupan yang spiritual dan Islami.
Sementara, nama-nama bulan dan tahun selain hari-hari besar dan bulan umat Islam menggunakan kalender Masehi atau kalender Gregorian Barat dalam kehidupan sehari-hari.
Namun demikian, masih banyak di antara kita, khususnya umat Islam belum mengetahui awal sejarah dan filosofi dimulai Tahun Hijriah atau kalender Hijriah yang masih digunakan sampai saat ini dalam memperingati berbagai kejadian penting dan hari-hari besar Islam di masa lalu yang patut diperingati.
Kalender Tahun Hijriah diciptakan pada masa pemerintahan Umar Bin Khatab, Khalifah Ketiga dunia Islam, yang digunakan sebagai media menandai awal mula kemasyhuran umat Islam di dunia dan menetapkan nama-nama Islam untuk bulan-bulan dalam satu tahun kalender.
Tahun pertama dalam kalender Hijriah bertepatan dengan 622 Masehi dalam kalender Gregorian, yang menandai tahun penting ketika Rasullulah, Muhammad SAW mulai hijrah bersama Muslim lainnya dari Mekkah menuju kehidupan baru di Madinah.
Kalender Tahun Hijriah adalah kalender lunar (bulan) berisikan 12 bulan, yang setiap bulannya dimulai pada awal siklus bulan baru.
Jumlah hari dalam setiap bulan berbeda sesuai dengan siklus bulan, dan rata-rata satu tahun kalender Hijriah memiliki sekitar 10-12 hari lebih pendek dari satu tahun kalender Masehi.
Kalender Hijriah Islam terdiri dari bulan-bulan penting sarat dengan kebaikan dan keberkahan untuk melakukan perbuatan amaliah, seperti bulan Ramadhan untuk menunaikan ibadah puasa selama sebulan penuh, Syawal untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, Dhul Hijjah untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah, dll.
Oleh karena itu, nama-nama bulan dalam Islam sangat penting bagi umat Islam untuk beribadah dalam meraih ridha dan hidayah Allah SWT.
Khusus Bulan Dzulqai’dah termasuk bulan yang sangat dimuliakan oleh Allah SWT yang menjadi keutamaan umat Islam untuk meningkatkan ibadah karena merupakan bulan pertama dari empat bulan haram lainnya yang sangat dimuliakan, yaitu Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, dimana jika melakukan berbagai ketaatan dan tidak melakukan perbuatan zhalim akan memperoleh balasan dari Allah SWT.
Dengan demikian, kemuliaan bulan yang satu ini harus benar-benar diperlihara dan dijaga oleh umat Islam di seluruh dunia melalui berbagai peringatan atau tradisi yang Islami.
Meskipun demikian, ada empat peristiwa penting lainnya yang pernah terjadi pada bulan Dzulqai’dah yang patut menjadi renungan, meliputi terjadinya Perang Bani Quraizhah, Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah Umrah Empat Kali dan Allah Berfirman Kepada Nabi Musa.
Keempat peristiwa penting tersebut sampai saat ini menjadi sejarah penting, tidak hanya sebagai media pengingat bagi umat Islam, namun juga sebagai media untuk beribadah kepadaNya.
Sebagai contoh, salah satu Desa Lambaro Neujid, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar dan beberapa desa lainnya di Aceh juga melakukan peringatan musibah Tsunami Aceh setiap 14 Dzulqai’dah yang menggunakan kalender Arab untuk mengenang dan mendoakan keluarga yang menjadi korban saat terjadi Tsunami.
Menggunakan kalender Arab dianggap lebih akurat ketimbang Kalender Masehi yang dapat saja bersamaan dengan momen hari besar umat Islam lainnya atau setiap tahunnya akan bergeser.
Akhirnya, bencana yang pernah terjadi bukanlah sebuah “malapetaka”, sehingga kita larut dalam kesedihan, kecemasan dan kesalahan diri.
Sebaliknya, bencana besar yang pernah menimpa kita harus menjadi sebuah memori khusus dan pengingat untuk terus bersikap lebih kuat, membangun kesadaran diri dan memperkuat persaudaraan umat Muslim dalam berbagi pengalaman kebencanaan antar sesama dalam menghadapi berbagai bencana lainnya pada masa akan datang.
Demikian juga, kejadian bencana gempa dan Tsunami yang terjadi pada Tanggal 14 Dzulqai’dah sudah sepatutnya juga mendapatkan perhatian masyarakat Aceh untuk dimeriahkan secara kalender hijirian yang telah menimbulkan kehancuran, kerugian dan trauma berkepanjangan.
Kejadian ini juga sudah selayaknya menjadi pengingat, sekaligus menyadarkan kita betapa kecil dan tidak berdayanya manusia di hadapan kemahakuasaan Allah SWT serta menjadi pembelajaran (ibrah) untuk melakukan introspeksi diri untuk terus beribadah kepadaNya.
Hal ini bukan berarti menafikan proses alamiah sebuah peristiwa alam, seperti terjadinya pergeseran atau pergerakan lempengan bumi, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya bencana gempa dan Tsunami. (**)
*) PENULIS adalah Kepala Bidang Perencanaan & Pengembangan Iklim Investasi – DPMPTSP Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|
| MQK Internasional: Kontestasi Kitab, Reproduksi Ulama, dan Jalan Peradaban Nusantara |
|
|---|
| Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh |
|
|---|
| Menghadirkan “Efek Purbaya” pada Penanganan Stunting di Aceh |
|
|---|
| Aceh, Pemuda, dan Qanun yang Mati Muda |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.