Opini
Mengelola Komunikasi yang Baik dengan Siswa
Karena akhlak yang baik adalah menjadi tolak ukur manusia tentang kepribadiannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dr Murni SPdI MPd, Wakil Ketua III STAI Tgk Chik Pante Kulu
“BARANG siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaqun ‘alaih). Maju atau tidaknya sebuah bangsa dan Negara bisa dipandang lewat kualitas pendidikan. Baik dilihat dari kemajuan di bidang pemerintahan, ilmu ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu adalah perwujudan dari pendidikan yang berhasil.
Namun demikian, kemajuan itu harus diimbangi oleh akhlak yang baik. Karena akhlak yang baik adalah menjadi tolak ukur manusia tentang kepribadiannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan akhlak yang baik bisa dilihat dengan cara berkomunikasi yang baik antar sesama manusia.
Di dalam pendidikan, guru merupakan individu yang mentransferkan ilmunya kepada siswa. Dalam proses ini akhlak dalam berkomunikasi dengan siswa sangat dibutuhkan supaya bisa menunjang proses kegiatan belajar mengajar dengan baik dan ilmu yang didapat oleh siswa bisa bermanfaat sehingga kelak menjadi ilmu yang barakah. Sehingga begitu penting sekali siswa untuk mengetahui serta paham tentang mengelola akhlak dalam berkomunikasi.
Dekadensi moral akhir-akhir ini menjadi hal yang sangat memprihatinkan kita semua. Pada zaman sekarang di mana kemajuan teknologi yang semakin tinggi dan tidak terkontrol. Hal demikian mampu membuat penurunan moral bagi anak. Melihat fakta yang berkembang sekarang, anak-anak kecil bahkan di daerah perkotaan kaum menengah atas sudah mulai diperkenalkan dengan ponsel dan alat teknologi canggih lainnya. Di mana mereka berada pada era teknologi yang berkembang secara cepat serta kurangnya pengontrolan, mereka bisa mengakses apa pun yang mereka inginkan.
Bahkan dalam beberapa tahun lalu hingga saat ini maraknya game online yang mampu menghipnotis para penggemarnya untuk meluangkan waktunya demi memenuhi hasratnya untuk bermain game tersebut. Hal tersebut sangat membuat tingkah laku para penikmatnya tidak terkontrol dalam bersikap.
Hal ini bisa dilihat ketika mereka mengalami kekalahan. Kata kotor dan perilaku etika yang buruk lainnya keluar seketika dari dirinya sendiri. Sehingga kita sebagai orang tua di rumah, guru sebagai orang tua kedua di sekolah memiliki tanggungjawab yang lebih dalam melakukan pembinaan akhlak siswa, terutama akhlak dalam berkomunikasi.
Di dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin Imam Al-Ghazali menjelaskan kewajiban bagi seorang siswa antara lain: 1). Mendahulukan kesucian jiwa. Mengedepankan kesucian jiwa dari kerendahan akhlak serta sifat-sifat tercela. Karena ilmu pengetahuan merupakan baktinya hati, shalatnya jiwa dan mendekatkan batin kepada Allah SWT. 2). Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan. Al-Ghazali menyatakan bahwa seorang siswa semestinya mengurangi hubungannya dengan kesibukan-kesibukan duniawi dan menjauhkan diri dari keluarga dan tanah kelahirannya. Karena menurut beliau hubungan tersebut dapat mempengaruhi dan memalingkan hati pada yang lain.
3). Tidak boleh menyombongkan ilmunya dan menentang gurunya. Seorang pelajar harusnya mematuhi nasehat gurunya, seperti patuhnya orang sakit kepada dokternya. 4). Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan. Hal demikian bisa diketahui melalui dua sebab pertama Kemuliaan hasilnya, kedua kepercayaan serta kekuatan dalilnya. Islam adalah agama yang sudah mengatur sedemikian sempurna segala aktifitas kehidupan manusia. Hubungan dengan Tuhannya, maupun hubungan dengan manusia dan seperti apa manusia berhubungan dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.
Di dalam hubungan dengan sesama manusia, dalam Quran dan Hadits sudah didapati pedoman supaya hubungan serta komunikasi bisa baik dalam berjalan serta efektif. Hal demikian bisa dikatakan sebagai prinsip, kaidah, atau juga cara berkomunikasi dalam sudut pandang Islam. Dengan demikian di dalam pendidikan interaksi antara guru dan siswa tidak boleh melakukan komunikasi yang penuh kebohongan, menjelekkan, tidak sopan dan sebagainya.
Akhlak komunikasi
Ada enam prinsip akhlak komunikasi dalam perspektif Islam yang bisa diterapkan oleh orang tua di rumah dan guru di sekolah kepada siswa sebagai berikut, 1). Qaulan Sadida (perkataan yang benar). Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (QS. Al-Ahzab [33] ayat: 70). Di saat berkomunikasi haruslah dengan perkataan yang benar serta diikuti dengan penuh tanggung jawab. Allah memerintahkan dua hall.
Pertama perintah untuk bertaqwa serta ketaatan dan menjauhi larangan-Nya. Kedua Allah memerintahkan berkomunikasi dengan perkataan yang sopan dan tidak kurang ajar. 2). Qaulan Baligha (perkataan efektif tepat sasaran). Allah SWT berfirman, “ ... , dan berilah mereka nasehat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya”. (QS. An-Nisaa’ [04] ayat: 63). Agar komunikasi yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar hendaklah tahu dan menyesuaikan kadar dari audien dan memakai bahasa yang dipahami oleh mereka semua. 3). Qaulan Ma’rufa (Perkataan yang baik, pantas). Allah SWT berfirman, “... dan berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik”.
M Quraish Shihab berkomentar berkomunikasi harus komunikasi yang baik dan setiap individu harus sangat berhati-hati dalam mengucapkan perkataannya. Karena ketika tidak berhati-hati bisa menimbulkan malapetaka dari berkomunikasi itu sendiri. Dengan demikian komunikasi yang dijalin antar warga sekolah lebih-lebih antara siswa dan guru haruslah saling ridha. Karena ridha seorang guru menentukan manfaat serta barakah tidaknya ilmu yang disampaikan.
4). Qaulan Karima (perkataan yang mulia). Allah SWT, “..., maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(QS. Al-Israa’ [17], ayat: 23). Siswa harus memiliki adab yang baik dalam berkomunikasi kepada siapa pun. Apalagi soal etika dalam berkomunikasi. Mereka harus bisa berkomunikasi dengan sopan dan santun.
Perkataan mereka tidak boleh kasar seperti muak, jijik dan sebagainya. Karena hal itu akan menunjukkan kepribadian mereka. 5). Qaulan Layina (perkataan yang lemah lembut). Allah SWT berfirman, Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thaahaa [20], ayat: 44). Dari ayat di atas disimpulkan bahwa, qaulan layina ialah berkomunikasi dengan lemah-lembut, dan nada suaranya bagus untuk didengar serta penuh dengan keramahan.
Nabi Muhammad SAW saja berbicara penuh dengan lemah-lembut dan menyentuh hati. Siswa ketika berbicara atau berkomunikasi terutama kepada guru haruslah memiliki etika yang baik. Dengan berkomunikasi dengan lemah lembut dan bisa menyentuh hati guru sehingga gurunya ridha akan ilmu diberikan kepada sang siswa. 6). Qaulan Maisura (perkataan yang mudah diterima). Allah SWT berfirman, “ ..., maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.” (QS. Al-Israa’ [17], ayat: 28).
Secara bahasa maisura ialah pantas. Akan tetapi Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa Qaulan Maisura ialah berkomunikasi dengan menyenangkan. Di mana berisi suatu hal yang menggembirakan, sederhana dan mudah dimengerti tanpa memikir dua kali lagi untuk memahami perkataan tersebut.
Siswa harus bisa memahami betul makna dari Qaulan Maisura ini. Sebab ketika berkomunikasi dengan akhlak yang baik dan bisa menyenangkan hati sang guru maka ilmunya bisa bermanfaat dan barakah baik di dunia maupun kelak di hari akhir.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.