Kupi Beungoh

Partai Aceh dan Revisi Qanun LKS, Kau yang Dulu Bukanlah yang Sekarang

Kkeinginan itu justru datang secara resmi dari PA yang notabene beberapa dua tahun lalu “berkelamin jantan” mau pasang badan “meuaneuk Agam”  melawan

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/ FOR SERAMBINEWS
Dr Phil Munawar  A Djalil MA, Pegiat Dakwah dan Pemerhati Masalah Politik Aceh, Tinggal di Cot Masjid Banda Aceh 

Oleh Dr Phil Munawar  A Djalil MA*)

DALAM beberapa pekan terakhir paling sedikit kita disuguhkan oleh dua berita  yang menurut saya lumayan menarik untuk dibaca.  

Berita ini berkaitan cita rasa  Partai Aceh (PA) dalam menyikapi dinamika yang terjadi di Aceh, Pertama rencana revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Kedua beberapa episode tulisan Prof. Humam Hamid  terkait Ganti Kelamin Partai Aceh yang sempat ditanggapi serius oleh  para Penggawa  PA

Kedua berita ini kalau kita dudukkan punya hubungan timbal balik terkait komitmen yang memang selama ini terus digemakan Partai Aceh yaitu memartabatkan identitas keacehan.

Sebenarnya tulisan ini hanya ingin memastikan bahwa prinsip perjuangan PA saat ini dapat dikatakan telah berubah, saya berasumsi mungkin saja karena PA telah dewasa dan cerdas dalam berpolitik atau PA  karena telah menjadi Partai terbuka sehingga plin plan “lage ureung mabok” yang kerap mengubah ucapannya !!

Tak Rela Anak Punya Pacar, Ayah di Ciamis Rudapaksa Putrinya hingga Melahirkan Cucuku juga Anakku

An sich, mau dewasa atau tidak,  mau mabok ataupun waras, inkonsistensi  memang menjadi langgam dalam dunia politik dan itu tak dapat disangkal.

Menarik kalau kita masih ingat jawaban seloro ketika Gusdur  ditanya wartawan, kok beda pernyataan Gus dengan sebelumnya  Gusdur dengan enteng menjawab “masa bodo dengan pernyataan Saya kemarin, emang Gue pikirin”

Syahdan, merujuk berita (aceh.tribunnews.com) dua tahun lalu tepatnya, Minggu 25 Juli 2021 (PA Tolak Revisi Qanun LKS) saat itu PA menyebut ada upaya mengkerdilkan Keistimewaan Aceh dengan langkah beberapa Partai Politik di Aceh untuk merevisi Qanun LKS dengan alasan bahwa sistem perbankan Syariah  tidak dapat  memuaskan pelayanan buat Nasabah

Publik Aceh saat itu sangat mendukung dan sepakat dengan “pikiran waras”  PA bahwa kelemahan sistem pelayanan perbankan Syariat bukan alasan menghalalkan riba dengan menghadirkan kembali Bank konvensional.

Intinya sikap resmi PA saat itu adalah tetap mempertahankan Qanun LKS untuk diimplementasikan

Nah, Saat ini sistem perbankan Syariah yang kurang baik meskipun hanya BSI saja  juga menjadi alasan merevisi Qanun LKS, Namun keinginan itu justru datang secara resmi dari PA yang notabene beberapa dua tahun lalu “berkelamin jantan” mau pasang badan “meuaneuk Agam”  melawan berbagai upaya penistaan keistimewaan Aceh.

Sampai opini ini saya tulis dengan merujuk beberapa media online, PA masih ngotot untuk merevisi Qanun LKS. Yang menarik seperti yang diutarakan ketua DPRA terkait keinginan memberikan peluang bagi bank konvensional untuk beroperasi kembali di Aceh sehingga dengan adanya pilihan tersebut, masyarakat dengan bebas melakukan transaksi ekonomi di Aceh.

Ketua DPRA menganggap tidak ada yang salah mengubah produk hukum buatan manusia, selama itu bertujuan untuk mendapatkan hal yang lebih baik.

KIP Lhokseumawe: Bacaleg tak Hadir Uji Baca Alquran Bisa Didaftarkan Kembali

Secara singkat wacana perubahan Qanun LKS bukan untuk menghapus substansi Syariat Islam yang terkandung di dalamnya.

Menurut penulis pernyataan yang cenderung delusi (sesat pikir) ini justru akan berlaku sebaliknya yaitu menghapus substansi Syariat terutama dalam praktek perekonomian karena salah satu substansi penting dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuk dan jenisnya.

Hakikatnya itulah prinsip ekonomi yang dibangun berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan dalam UUPA tidak kurang dari 19 pasal (pasal 154-173) mengatur tentang perekonomian.

Perekonomian Aceh diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai  Syariat Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan.  

Secara tersirat dan tersurat amanah UUPA ini telah memberikan petunjuk bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh mesti berdasarkan nilai-nilai Islam.

Prinsip ekonomi menurut UUPA ini kemudian secara teknis Pemerintah Aceh menetapkan beberapa Qanun, antaranya; Qanun Aceh nomor 8 tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam.

Dalam pasal 21 Qanun tersebut menyebutkan bahwa: Lembaga Keuangan yang akan beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip Syariah; Lembaga Keuangan Konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah.

Selanjutnya Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Bank Aceh Syariah dan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Qanun terakhir ini mewajibkan sejak  2022 seluruh Lembaga Keuangan di Aceh baik perbankan maupun non perbankan harus berprinsip Syariah.

Hakikatnya, penetapan Qanun-qanun dimaksud  dalam rangka mewujudkan ekonomi Aceh bersyariah sebagaimana tertuang dalam UUPA, sehingga Aceh dalam derap pembangunannya harus dapat membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat yang sesuai dengan prinsip Islam.

Karena sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah harus dimaknai dengan implementasi ajaran Islam dalam semua dimensi aktivitas masyarakat termasuk dalam praktek ekonomi dan bisnis.  

Bagaimanapun spirit UUPA ini tentu tidak lantas kemudian semua orang Aceh bisa paham termasuk orang orang yang notabene pejuang UUPA lebih-lebih pengusaha Aceh  yang gagal memahami Syariat yang berlaku, kalau ditanya sampai kini mereka masih beralasan bahwa melakukan transaksi untuk keperluan ekspor dengan pola Syariah akan lebih mahal.

Bertransaksi dengan Bank Syariah akan menjadikan komoditas ekspor Aceh tidak kompetitif sehingga akan menghambat ekspor Aceh.

Di samping itu, alasan selanjutnya  jika Qanun LKS dipertahankan, mereka akan mengalami kendala untuk melakukan transaksi luar negeri dengan negara-negara yang belum memiliki Bank Syariah.

Alasan yang disebabkan oleh gagal paham  ini agaknya perlu diluruskan bahwa baik dari aspek substansi Qanun maupun teknis pelaksanaan di Lembaga Keuangan yang nantinya dipastikan tidak akan menyulitkan siapapun terutama untuk bertransaksi,  berbisnis dll

Mensikapi ini penulis menyarankan: Pertama agar Pemerintah (Eksekutif dan Legislatif) bersama mitra-mitra yang ada harus berupaya mencari mekanisme terkait implementasi menyeluruh Qanun LKS di Aceh Kedua.

Pemerintah harus lebih proaktif membantu Bank-bank Syariah di Aceh untuk melakukan berbagai pendekatan baik politik maupun persuasif dengan Lembaga-lembaga Negara, Kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan besar di tingkat Pusat, karena pendekatan ini memungkinkan lembaga-lembaga tersebut dapat membuka diri termasuk ruang kerja sama sehingga kemudian seluruh transaksi mereka di Aceh tetap berjalan dengan baik dengan sistem Syariah.

Saran penulis ini sangat urgen dilakukan saat ini untuk mempertahankan identitas keacehan  jangan sebab alasan yang tidak jelas lantas Qanum  LKS jadi imbas.

Kalau saran ini juga masih gagal dipahami penulis patut curiga sebagaimana kecurigaan Partai Aceh dua tahun lalu yaitu ada “pemodal besar” dibalik upaya  revisi Qanun LKS (SI, 25 Juli 2021)

Last but not least, hal ini menjadi ancaman sekaligus tantangan politik bagi PA k edepan (2024) karena menyangkut identitas Partai yang selama beberapa dekade cenderung  pro rakyat berjuang  mengangkat identitas Aceh.

Layaknya sebuah kartu identitas, di dalamnya tersebut dengan jelas nama dan jenis kelamin  laki-laki atau perempuan. Maka identitas Aceh seperti yang perjuangkan endatu kita sampai dengan lahir legal formal Undang-undang  adalah jelas beridentitas Islam.

Namun ketika perjuangan harus dilanjutkan kenapa identitas yang telah baku itu justru ingin diubah.  Maka tepat sekali dengan nada sentilan saya ingin mengatakan ternyata “Kau yang dulu Bukanlah yang sekarang”. Allahu  alam.

*) PENULIS adalah Pegiat Dakwah dan Pemerhati Masalah Politik Aceh, Tinggal di Cot Masjid Banda Aceh

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca tulisan Kyupi Beungoh lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved