Mantan Aktivis NII Buka Suara Tekait Ponpes Al Zaytun, Sebut Pusat Kaderisasi hingga Didoktrin

Menurut mantan aktivis NII pada 1996 sampai 2001, Sukanto (34), gerakan itu memang menargetkan kelompok tertentu buat direkrut menjadi anggotanya.

Editor: Faisal Zamzami
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang tiba di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/6/2023). Panji Gumilang kini dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penistaan agama, Jumat (23/6/2023). 

Doktrin yang selalu ditanamkan kepada calon anggota, kata Sukanto, adalah mereka harus hijrah dari posisi sebagai warga negara Indonesia menjadi warga NII.

Buat melengkapi proses hijrah maka calon anggota harus memberikan sedekah dengan tujuan menyucikan diri.

Menurut Sukanto terdapat berbagai macam alur perekrutan NII

Untuk kalangan mahasiswa, mereka akan didekati oleh perekrut yang juga bersikap selayaknya mahasiswa.

Cara perekrut menyampaikan ajakan kepada calon anggota adalah dengan menceritakan idealisme tentang kebesaran sejarah ilmu Islam.

Proses itu berjalan berkali-kali hingga pergaulan sang target diisolasi sehingga mudah diindoktrinasi.

"Kalau sudah dibaiat, bisa setiap hari ditelepon pada jam 22.00-03.00," kata Sukanto saat menceritakan pengalamannya di hadapan mahasiswa Universitas Dharma Persada, Jakarta, seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 6 Mei 2011.

Baca juga: Sempat Heboh, Kini MUI Pastikan Tak Ada Kesesatan di Kurikulum Al Zaytun: yang Salah Panji Gumilang

Menurut Sukanto, orang-orang NII yang diutus menjadi perekrut ada yang pernah menimba ilmu di Al Zaytun.

Sukanto saat itu mengatakan, Al Zaytun disebut-sebut merupakan pusat kaderisasi gerakan NII KW 9.

Bahkan menurut dia, sepertiga santri di pondok pesantren itu merupakan anak dari warga NII. Lantas dua pertiganya adalah siswa dari kalangan umum.

Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum dari Kementerian Pendidikan Nasional. Namun, kata Sukanto, santri baru mendapat doktrin mengenai ajaran NII pada jenjang kelas tiga.

Akan tetapi, lanjut Sukanto, lahan perekrutan calon anggota NII yang sebenarnya terjadi di tingkat universitas atau mahasiswa.

Dengan demikian, kata Sukanto, calon kader NII itu bisa tersebar di seluruh Indonesia untuk kuliah dan membuat cabang baru.

Sukanto mengatakan, modus serupa juga digunakan Yayasan Pondok Pesantren Indonesia (YPI) yang merekrut anak sekolah dasar untuk menjadi santri. 

Meski gurunya 98 persen adalah anggota NII, sama sekali tidak disebut-sebut soal gerakan itu.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved