Obituari

Mengenang Sosok Jenderal Polisi Hoegeng, hanya Gunakan Gaji untuk Hidupi Keluarga

Polisi tidak boleh alergi terhadap kritik. Menurutnya keluhan masyarakat yang didasarkan pada fakta sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan.

Editor: Ansari Hasyim
Kolase Tribun Jabar
Jenderal Hoegeng 

SERAMBINEWS.COM - Hoegeng lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921. Ayahnya, Soekardjo Kardjihatmodjo adalah ambtenaar, atau pegawai pemerintah Hindia Belanda.

Selepas lulus SMA, Hoegeng melanjutkan ke Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia.

Namun ia tidak merampungkan studinya karena Jepang menyerbu Hindia Belanda. Lantas, Ia kembali ke Pekalongan.

Setelah pulang ke Pekalongan ia mengikuti kursus polisi yang diselenggarakan Pemerintah Jepang.

Polisi Hoegeng Iman Santosa, Sosok Polisi Jujur.
Polisi Hoegeng Iman Santosa, Sosok Polisi Jujur. ()

Ketika Indonesia merdeka, kariernya sebagai polisi terus menanjak sampai diangkat menjadi Kapolri pada 1968.

Bagi Hoegeng, jabatan sebagai Kapolri adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan. Ia menginginkan institusi Polri bersih dan dicintai rakyat.

Baca juga: Bang Unus Tertipu Janda Ros, Kenal di TikTok dan Janji Menikah, Akhirnya Lapor Polisi

Polisi tidak boleh alergi terhadap kritik. Menurutnya keluhan masyarakat yang didasarkan pada fakta sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan.

"Saya menginginkan polisi sungguh-sungguh menjadi pelindung masyarakat, hingga masyarakat mendapat kesan bahwa mereka dapat ditolong, sekurang-kurangnya dengan nasihat," ujar Hoegeng, dilansir Harian Kompas edisi 21 Januari 1971.

Baca juga: Puji Jenderal Hoegeng, Megawati Minta Polri Punya Semangat Juang, Bukan Karena Ingin Naik Pangkat

Selama menjabat Kapolri, ia dengan berani mengungkap beberapa kasus besar, seperti penyelundupan sejumlah mobil mewah dan penembakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) oleh taruna Akabri.

Hoegeng juga berhasil mengungkap kasus pemerkosaan pedagang telur di Yogyakarta yang kemudian populer dengan nama kasus Sum Kuning.

Sikap jujur dan sederhana

Selama hidupnya, Hoegeng selalu menanamkan sikap jujur. Jabatan Kapolri di Era Orde Baru sama sekali tidak melunturkan prinsipnya.

Ia enggan menerima barang atau sesuatu yang bukan haknya.

Baca juga: Megawati Sebut Hoegeng The Real Polri, Cerita Tentang Kapolri Naik Sepeda Menuju Kantornya

Dalam Buku Hoegeng Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009)terbitan Mizan, Aditya Soesanto menceritakan, sang ayah hanya menggunakan gaji dari kepolisian untuk menghidupi keluarga.

Hoegeng tidak mau menerima sesuatu yang bukan berasal dari gajinya sebagai polisi. Bahkan sang istri sampai membuka toko bunga di rumah untuk membantu keuangan keluarga.

"Memang kalau melihat anak-anak pejabat yang bisa apa saja dengan kekayaannya dan kekuasaanya, kadang kami juga iri. Kami juga ingin punya kendaraan bermotor atau mobil. Namun pikiran seperti itu bisa kami atasi dengan cara hidup kami yang sederhana dan tidak macam-macam," kata Aditya.

Aditya menuturkan, ketika Hoegeng menjabat Kapolri, pernah ada orang yang tiba-tiba membawa dua sepeda motor Lambretta ke rumah.

Sepeda motor tersebut diberikan oleh seorang pengusaha sebagai jatah bagi para pejabat negara.

Aditya senang karena keinginannya mempunyai sepeda motor terwujud. Namun, kesenangan itu sirna ketika Hoegeng pulang dari kantor.

Begitu mengetahui sepeda motor itu berasal dari seorang pengusaha, Hoegeng meminta ajudan untuk mengembalikannya. Sebab, ia merasa itu bukan haknya.

Meski menjabat Kapolri, ia juga sama sekali tidak pernah melakukan praktik nepotisme.

Ketika Aditya ingin mendaftar masuk AKABRI, Hoegeng melarangnya. Padahal, sangat mudah bagi Hoegeng untuk memasukkan anaknya itu.

Selain itu, Hoegeng melarang keluarganya ikut kunjungan kerja ke luar negeri. Sementara, banyak pejabat negara yang mengajak keluarga ke luar negeri saat kunjungan kerja.

Pada 14 Juli 2004, Indonesia kehilangan sosok polisi jujur dan sederhana, Jenderal Hoegeng Iman Santoso.

Mantan Kepala Kepolisian RI periode 1968-1971 itu mengembuskan napas terakhirnya pada usia 83 tahun akibat penyakit stroke.

Sebelum wafat, Hoegeng sempat dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Dilansir Harian Kompas edisi 15 Juli 2004, kabar meninggalnya Hoegeng membuat banyak orang berduka.

Sejumlah petinggi Polri serta tokoh nasional melayat ke rumah duka di Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat.

Kala itu, banyak yang menyarankan agar Hoegeng dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, sebab ia dianggap telah banyak berjasa bagi negara.

Namun pihak keluarga menolak. Hoegeng pernah berwasiat agar dimakamkan di TPU Giritama, Desa Tonjong, Kecamatan Bojonggede, Bogor, bersama dengan rakyat biasa.

"Bapak menghendaki lokasi pemakaman di tempat itu, bukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata," kata Aditya Soesanto, putra kedua Hoegeng.(*)

Berita ini sudah tayang di kompas.com dengan judul Mengenang Hoegeng, Jenderal Polisi yang Jujur dan Sederhana

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved