Kupi Beungoh
Hikmah Puasa Tasu'a dan Hari Kesebelas Muharram
Hanya saja, setiap tindakan yang diambil pasti ada alasan di sebalik itu, dan tentang alasan itu sebaiknya tidak harus ditunggu terlalu lama untuk dik
Lalu Imam Asy-Syaukani menukilkan pendapat sebahagian ulama dengan mengatakan, "Dan sebahagian ulama berkata, "Sabda Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, "Kami akan berpuasa pada hari kesembilan" mengandung kemungkinan maksud bahwa beliau ingin memindahkan hari kesepuluh ke hari kesembilan, dan mengandung maksud pula bahwa beliau ingin menambahkan hari kesembilan kepada hari kesepuluh dalam berpuasa. Ketika beliau wafat sebelum melakukan itu, maka sikap kehati-hatian itu puasa dua hari tersebut." (Nailu Al-Awthar: 4/262)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa lalu, rahimahulllah berkata, "Yang lebih utama adalah berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh dari bulan Muharram karena mengingat hadits Ibnu ‘Abbas, “Apabila aku masih diberi kehidupan tahun depan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan.” Jika ada yang berpuasa pada hari kesepuluh dan kesebelas atau berpuasa tiga hari sekaligus (9, 10 dan 11 Muharram) maka itu semua baik. Semua ini dengan maksud untuk menyelisihi Yahudi.” (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, "Sebaiknya berpuasa Tasu'a bersama dengan puasa 'Asyura, karena Nabi shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika aku masih hidup tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan." Yakni: bersama 'Asyura." Dan karena Nabi shallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk berpuasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya agar berbeda dengan orang-orang Yahudi, karena hari 'Asyura yakni hari kesepuluh Muharram merupakan hari yang Allah menyelamatkan padanya Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun dan kaumnya, maka orang-orang Yahudi berpuasa 'Asyura sebagai rasa syukur kepada Allah azza wa jalla atas nikmat yg besar ini." (Syarhu Riyadhus Shalihin: 5/304).
Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili hafizahullah berkata, "Jika seseorang tidak berpuasa hari kesembilan bersama 'Asyura, maka disunnahkan berpuasa hari kesebelas. Hal itu karena ada banyak hikmah, di antaranya: Pertama: Berbeda dengan orang-orang Yahudi dalam membatasi puasa hari kesepuluh saja, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Berpuasalah kalian hari 'Asyura, berbedalah dengan orang-orang Yahudi, dan berpuasalah sebelumnya sehari dan sesudahnya sehari". Kedua: Bahwa yang dimaksudkan adalah menyambung puasa 'Asyura dengan puasa bersamanya sehingga tidak berpuasa 'Asyura saja sebagaimana tidak berpuasa pada hari Jum'at saja. Ketiga: kehati-hatian dalam puasa hari kesepuluh karena khawatir salah dalam melihat hilal bulan Muharram." (Al-Mu'tamad fi al-Fiqh Asy-Syafi'i: 2/209-300).
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili hafizhahullah berkata, "Jika tidak berpuasa Tasu'a bersama 'Asyura, disunnatkan berpuasa hari kesebelas bersama 'Asyura. Bahkan Imam Asy-Syafi'i menegaskan di kitab Al-Um dan Al-Imla' sunnatnya berpuasa pada tiga hari itu. Para ulama Hanabilah menyebutkan bahwa jika awal bulan tidak jelas bagi seorang muslim, maka dia berpuasa tiga hari, untuk meyakini puasanya." (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu: 3/1643)
Syaikh Hasan Ayyub berkata, "Disunnatkan menggabungkan puasa 'Asyura dengan puasa hari kesembilan dan kesebelas dari bulan Muharram untuk menyelisihi puasa orang-orang Yahudi. (Fiqhu Al-'Ibadat bi Adillatiha: 430)
Syaikh Abu Malik dalam kitabnya "Shahih Fiqh As-Sunnah" berkata, "Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i dan Imam Ahmad berpendapat dianjurkan menggabungkan antara puasa hari kesembilan dan hari kesepuluh dari bulan Muharram sehingga tidak menyerupai dengan orang-orang Yahudi yang mengkhususkan berpuasa pada hari ke sepuluh. (Shahih Fiqh As-Sunnah: 2/135).
Para penulis kitab "Al-Fiqh Al-Muyassar" berkata, "Dan dianjurkan puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya berdasarkan sabda Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, "Berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Berbedalah kalian dengan orang-orang Yahudi." (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah). Sanad Hadits ini dhaif, akan tetapi ada riwayat shahih dari Ibnu Abbas semisalnya, mauquf dari perkataan Ibnu Abbas). (Al-Fiqh Al-Muyassar fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah: 164).
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri dalam kitabnya "Mukhtashar Al-Fiqh Al-Islami" berkata, "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram, terlebih lagi pada hari kesepuluh lalu puasa hari ke sembilan. Puasa pada hari kesepuluh itu menghapus dosa-dosa setahun yg lalu. Dianjurkan puasa hari ke sembilan dan kesepuluh agar berbeda dengan orang-orang Yahudi." (Mukhtashar Al-Fiqh Al-Islami fi Dhaui Al-Qur'an wa As-Sunnah: 601).
Para penulis kitab "Al-Fiqh Al-Minhaji 'ala Mazhab Al-Imam Asy-Syafi'i" Syaikh Dr. Musthafa Al-Bugha, Syaikh Dr. Musthafa Al-Khin, dan Syaikh Asy-Syarbaji berkata, "Hikmah puasa hari Tasu'a bersama 'Asyura adalah al-ihtiyath (kehati-hatian) karena ada kemungkinan kesalahan dalam awal bulan dan untuk menyelisihi orang-orang Yahudi yang berpuasa pada hari kesepuluh. Oleh karena itu, dianjurkan jika tidak berpuasa Tasu'a bersama dengan puasa hari 'Asyura untuk berpuasa pada hari kesebelas." (Al-Fiqh Al-Minhaji 'ala al-Mazhab Al-Imam Asy-Syafi'i: 1/356).
Sebagai penutup, mari kita mengamalkan Sunnah Nabi shallahu 'alaihi wasallam pada bulan Muharram ini dengan melakukan puasa-puasa sunnat khususnya puasa Tasu'a, 'Asyura dan hari kesebelas Muharram. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah ta'ala. Amin..!
*) PENULIS adalah Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM), Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh pada Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Syah Kuala Banda Aceh, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh, dan Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.