Warga Aceh Dianiaya hingga Meninggal

Kisah Wartawan Kompas Pernah Ditawari Tramadol di Tanah Abang: Mereka Sebut Dodol, Harganya Segini

Hal itu terkait dengan obat yang dia jual. Diduga, Imam Masykur ikut menjual obat Tramadol yang termasuk obat terlarang dalam komunitas jual kosmetik.

|
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Muhammad Hadi
lampung.tribunnews.com
Foto Ilustrasi - Kisah Wartawan Kompas Pernah Ditawari Tramadol di Tanah Abang: Mereka Sebut Dodol, Harganya Segini 

SERAMBINEWS.COM - Nama obat Tramadol belakangan ini menjadi viral dan ramai diperbincangkan di media sosial. 

Nama obat golongan keras ini semakin sering terdengar setelah hebohnya kasus penculikan berujung pembunuhan yang menimpa seorang warga Aceh bernama Imam Masykur (25).

Ia yang mengadu nasib di Jakarta, harus menghembuskan napas terakhirnya di tangan pelaku yang merupakan oknum Paspampres.

Kasus penculikan dan penganiayaan ini pun berujung panjang.

Setelah Praka Riswandi Manik atau Praka RM ditangkap oleh Danpomdam Jaya, terungkap bahwa Imam Masykur diduga adalah seorang incaran.

Hal itu terkait dengan obat yang dia jual. Diduga, Imam Masykur ikut menjual obat Tramadol yang termasuk obat terlarang dalam komunitas jual kosmetik.

Isu mengenai penjualan obat tramadol ini sebenarnya bukanlah hal baru.

Baca juga: Dokter Anestesi RSUDZA Bicara soal Tramadol, Mulai dari Efek hingga Terapi Berhenti Kecanduan

Beberapa tahun lalu, obat ini bahkan pernah dijual bebas di trotoar jalan, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Seorang wartawan dari Kompas juga pernah mendapatkan pengalaman ditawari "dodol" oleh para penjualnya.

"Dodol", begitulah sebutan khusus untuk obat anti-nyeri itu.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 2018 silam, wartawan Kompas itu menceritakan, bahwa kejadian itu terjadi tepatnya pada Kamis, 23 Agustus 2018 siang.

Saat itu, ia tengah berjalan kaki menyusuri trotoar dari arah Stasiun Tanah Abang menuju Blok G Tanah Abang.

Di sepanjang jalan trotoar itulah, sejumlah orang secara terang-terangan menawarkan Tramadol kepada warga yang melintas, termasuk wartawan Kompas.

Saat tengah berjalan, tiba-tiba saja ada seorang pria yang sedang jongkok di trotoar, berkaos abu-abu, dan berkaca mata hitam, menawarkan sebuah produk.

"Dia sebut "dodol"," katanya sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Namun wartawan Kompas menolak tawaran itu. Ia pun berlalu meninggalkan pria tersebut.

Baca juga: Pengakuan ZF Korban Lain Praka RM: Trauma Disiksa dan Diminta Puluhan Juta Buntut Bisnis Tramadol

Kemudian setiba di simpang Jatibaru, tepatnya di sebuah warung kecil, ia kembali ditawari produk yang sama.

Kali ini tawaran itu dari seorang pemuda yang saat itu mengenakan kaos hitam-putih, bercelana pendek.

Seperti sebelumnya, tawaran kedua ini pun kembali ditolak.

Namun setelah tawaran kedua itu ia tolak, wartawan Kompas menyaksikan pemandangan tak terduga.

Seorang pria berperawakan tinggi kurus dan berkemeja kotak-kotak warna biru memarahi pemuda yang menawarkan produk tersebut.

"Lu kalau yang begitu, Lu jangan tawarin. Cari yang lain," cerita wartawan Kompas menirukan perkataan pria itu.

Pemandangan itu pun lantas membuatnya penasaran.

Ia pun memutuskan berhenti pada jarak tiga meter dari dua laki-laki tersebut untuk mengamati.

Hanya berselang semenit, terlihat pemandangan lainnya.

Seorang pemuda membawa plastik belanjaan mendatangi dua laki-laki yang berada di warung tersebut.

Tawaran untuk membeli "dodol" itu pun kembali terdengar.

"Mau beli dodol? tanya pria berkemeja biru,"

"Berapa strip? Rp 35.000. Kalau tramadol di sini dijual murah. Kalau Lu di atas lebih mahal, enggak usah nawar, kata pria penjual," ungkap wartawan Kompas.

Baca juga: Penjelasan Ahli Apa Itu Obat Tramadol? Jubir Kemenkes : Tidak Boleh Sembarangan Apalagi Dijual Bebas

Pria itu kemudian mengambil sebuah bungkusan plastik berwarna hitam dari dalam warung dan duduk di barrier atau beton pembatas.

Tanpa mempedulikan pejalan kaki yang berlalu lalang, pria itu mengambil satu strip Tramadol dan secara terang-terangan memberikan obat tersebut.

"Nih, satu strip, ujar si penjual. Setelah menerima barang, pembeli pergi," tambahnya.

Setelah transaksi itu, sambungnya, si penjual berjongkok di depan warung sambil mengeluarkan seluruh Tramadol dari bungkusan.

Menurutnya, saat itu ada lebih dari 10 strip Tramadol yang dikeluarkan dari bungkusan tersebut.

Wartawan Kompas ini pun berpura-pura membeli Tramadol ke penjual dan menanyakan harga tramadol

 Ia kemudian mendatangi pria yang pertama kali memberinya tawaran.

"Ada dodol enggak? Dodol? Enggak ada, jawab pria itu,"

"Namun beberapa saat kemudian dia memanggil," lanjutnya.

Saat ia kembali ke lokasi itu, dua orang pria melayangkan pertanyaan padanya.

Mereka bertanya berapa banyak dodol yang mau dibeli.

Salah seorang dari mereka terdengar menggunakan bahasa daerah.

"Sini-sini duduk. Butuh berapa? tanya penjual tersebut," sambungnya.

Saat itulah, para penjual melakukan penawaran harga.

"Penjual itu mengatakan, dia bisa menyediakan satu boks Tramadol berisi lima strip seharga Rp 120.000. Namun, dia juga bisa menjual Tramadol dengan jumlah lebih kecil,"

"Kalau Rp 50.000 bisa, dapat dua strip. Satu strip isi 10 biji. Tenang di sini aman kata dia," ungkap wartawan Kompas.

Lebih lanjut, laki-laki itu kemudian membuka sebuah tas kecil yang disangkutkan di dadanya.

Saat itu, wartawan Kompas melihat ada lebih dari tiga strip tramadol di dalam tasnya.

Di dalamnya juga terlihat sejumlah uang yang mungkin merupakan uang hasil penjualan.

Baca juga: Bang Sayed Minta Panglima TNI dan Kapolri Tangkap Mafia Tramadol 

Apa itu tramadol?

Untuk diketahui, Tramadol merupakan obat keras yang dilarang dijual tanpa resep dokter karena berbahaya bagi kesehatan.

Polisi telah kerap menangkap para penjual obat keras tersebut.

Melansir Serambinews.com dari kanal YouTube Metro TV, M Syahril selaku Jubir Kemenkes RI mengatkan bahwa Tramadol adalah obat yang berfungsi sebagai antinyeri golongan opiat yang digunakan pada nyeri sedang-berat.

"Tramadol ini sebetulnya obat yang digunakan oleh dokter atau di fasilitas kesehatan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Memang klasifikasinya dari nyeri yang sedang sampai yang berat," katanya.

Tramadol termasuk obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, bukan psikotropika.

Alasannya, tramadol masuk dalam golongan opioid yang biasa diresepkan dokter sebagai analgesik atau pereda rasa sakit dan tidak memberikan perubahan perilaku penggunanya.

Karena terdapat kandungan narkotika, sehingga obat ini banyak disalahgunakan.

"Ini obat narkotika pereda nyeri yang banyak disalahgunakan," tambahnya.

Tramadol sendiri didapat hanya dengan indikasi medis yang tepat, artinya harus dengan resep dokter.

Menurut M Syahril, dalam BPOM dan Kemenkes, Tramadol ini termasuk dalam kategori obat keras karena mengandung zat opioid.

Adapun sistem kerja obat Tramadol ini dengan memblokir reseptor di otak sehingga menghilangkan rasa nyeri yang diderita.

"Tramadol ini secara bahan kimianya itu mengandung zat opioid yang bersama dengan yag ada di otak yang intinya adalah obat ini akan memblok reseptor itu agar rasa nyeri yg diderita seseorang itu tidak terjadi," sambungnya.

Secara penggunaan oleh BPOM dan Kemenkes, obat tramadol ini termasuk ke dalam obat obat tertentu (OOT) atau kategori obat keras karena apabila digunakan dalam dosis yang berlebihan akan mengakibatkan dampak yang lebih besar.

"Kenapa dikatakan obat keras? Karen obat-obat ini mengandung dampak yang jauh lebih besar apabila digunakan dalam dosis yang berlebihan dan terus menerus," tambahnya.

Itu sebabnya, penggunaan obat tramadol ini harus sesuai dengan resep dokter.

Baca juga: Efek Tramadol tak Main-main, Dokter Spesialis: Bisa Bikin Depresi Napas hingga Meninggal

Lebih lanjut M Syahril mengatakan, Obat Tramadol ini masuk ke dalam kategori obat yang berada di dalam pengawasan sesuai dengan peraturan BPOM nomor 10 tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan.

Adapun pengawasan yang dimaksud di sini sama dengan pengawasan obat-obatan jenis narkotika dan psikotrpika.

"Jadi tidak boleh dijual bebas, bahkan di toko toko obat dilarang menjual ini sebetulnya," imbuhnya.

Adapun apotek atau fasilitas kesehatan yang menjual obat Tramadol ini haruslah terdata dengan baik dan penyimpanannya harus sesuai.

Baca juga: Mafia Tramadol dan Nama Baik Aceh

"Di apotik atau di fasilitas kesehatan, obat ini harus tercatatt degan baik dan penyimpanannya masuk dalam satu lemari yang masuk bersama obat-obat narkotik, psikototropik dan penggunaannya harus resep dokter. Jadi tidak boleh sembarang orang apalagi dijual bebas," pungkasnya.

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved