Opini

Fenomena Menghina Ahlul Bait Nabi

Dalam banyak nash ayat dan hadis para ulama tauhid dan mutakallimin membahas secara khusus tentang adab menghormati keluarga nabi dan sejumlah ancaman

Editor: Ansari Hasyim
IST
Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Tgk Mustafa Husen Woyla memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) 

Oleh: Mustafa Husen Woyla, Pengamat Bumoe Singet, Ketum DPP ISAD Aceh, Guru Ilmu Kalam dan Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee

PARA Rasul adalah utusan Allah untuk menyampaikan risalah tauhid dan panduan hidup agar selamat di dunia dan akhirat. Pada mereka, Rasul dan ahlul bait yang beriman adalah orang-orang yang dimuliakan dan disucikan oleh Allah swt.

Dalam banyak nash ayat dan hadis para ulama tauhid dan mutakallimin membahas secara khusus tentang adab menghormati keluarga nabi dan sejumlah ancaman orang yang menghina keluarga suci itu.

Hal ini dipertegas dari nash yang semakin kuat, tentang mencintai Ahl-ul-Bait merupakan syarat dari sahnya keimanan. “Tidak sempurna iman seseorang sehingga kecintaannya padaku melebihi kecintaannya pada dirinya sendiri, keluargaku (‘itratī – khusus) lebih dia cintai dibanding dirinya sendiri, dan keluargaku (ahlī-umum) lebih dia cintai dibanding dirinya sendiri dan dzatku dia cintai dibanding dzatnya sendiri.” (HR Imām Baihaqī).

Cerita di Balik Teater Laksamana Malahayati, Marcella Zalianty Cedera Saat Adegan Pertarungan

Logika mudahnya sebenarnya sangatlah sederhana, karena memuliakan utusan-Nya (Rasul) dan keluarga suci mereka sama dengan memuliakan Sang Pengutus, yakni Allah swt. Adapun untuk melegitimasi tentang pentingnya memuliakan ahlu bait, Allah perintahkan langsung dalam ayat alquran surah Asy-Syura 23, “…Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu…”

Juga penguatan langsung dalam sabda Rasulullah saw, “Cintailah Allah atas nikmat yang telah diberikan oleh-Nya, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah serta cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.” (HR. Ath-Tirmidzi). Dari hadist Tirmizi juga Sang Rasul berpesan secara tersirat “Jangan sakiti aku memalui anak-anakku, istri-istri dan keturunanku, karena dia adalah bagian dari diriku.”

Artinya, satu paket lengkap iman adalah cinta kepada Allah, cinta kepada rasul-Nya serta ahlu bait yang teguh beriman adalah cinta yang bersifat wajib bukan cinta sunat, bahkan syarat kesempurnaan iman.

Jika dilihat dalam pembagian ilmu tauhid khusus pada makrifat Rasul, selalu membahas tentang tata cara memuliakan dan membicarakan para keluarga suci ini. Sekalipun ada segelintir ulama tauhid yang berpendapat bahwa nabi Muhammad saw tidak ada lagi keturunan atau zuriyatmya karena tidak ada anak laki-laki.

Namun itu terbantahkan dengan sejumlah nash yang dimaksud ahlu bait bukan hanya sekadar zuriyat, namun lebih luas kepada keluarga pihak ayah dan juga ibunya juga termasuk para istrinya, ummahatul mu'minin (ibu-ibunya orang-orang mukmin).

Hanya yang ada perbedaan ahlul bait dari pihak mana dan siapa saja yang dimuliakan dianggap suci. Itu ada perbedaan pada Sunni-Syiah. Walaupun sama-sama memuliakan beda jalur, namun pada intinya ada penghormatan istimewa kepada mereka.

Menurut ulama Sunni, Ahlul Bait adalah keluarga Nabi Muhammad saw dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya. Jadi, jika ada orang yang tidak memuliakan para ahlu bait, ada beberapa kemungkinan, bisa jadi mereka dari golongan khawarij atau neo khawarij dan mungkin juga orang awam yang belum sempurna belajar ilmu tauhid secara memadai kadar wajib fadhu ain.

Habaib di Nusantara

Di Indonesia, para habaib memiliki sejarah panjang. Di antara habib yang tercatat dalam sejarah politik nasional adalah Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi atau lebih populer dengan nama Habib Ali Kwitang (Pendiri Majelis Ta’lim Kwitang, Jakarta), Habib Ali Alatas (mantan Menteri Luar Negeri), Habib Lutfi bin Yahya dan Habib Rizieq Shihab.

Selain nama-nama tersebut masih banyak Habib-habib lainnya yang mempunyai pengaruh besar. Terutama di Aceh, ada Habib Bugak Al Asyi (Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi) Koordinator Wakaf Baitul Asyi di Mekkah, Habib Muda Seunagan atau Abu Peuleukung adalah seorang ulama dan pejuang yang berasal dari Nagan Raya dan Al-Qutb Al Habib Sayyid Abubakar bin Husein Bilfaqih (Teungku Di Anjong) di Banda Aceh.

Tentang peran dakwah para habaib atau syarif serta sayyid di Aceh sangatlah luas, lebih lanjut, penulis merekomendasi membaca lengkap buku berjudul “Kontribusi Habaib di Aceh dari Masa ke Masa” yang ditulis oleh Yusuf Qardhawi Al-Asyi.

Sebenarnya warga Indonesia, tak hanya di Aceh sangat memuliakan para ahlu bait serta sebutan lainya dari zuriyat Sang Rasul Muhammad saw. Namun akhir-akhir ini, karena terkait pergerakan dan sikap politik, ada segelintir orang mencela para habaib, tapi itu tidak berlangsung lama. Bahkan Negara juga sangat memuliakan para habaib, baik di dalam dan maupun dari luar negeri.

Buktinya banyak kunjungan para habaib ke seluruh Indonesia, dan baru-baru ini Habib Umar bin Hafidz ulama terkemuka Hadramaut, Yaman dan tokoh dunia diundang pada kajian subuh di Masjid Istiqlal pada ahad (20/8/2023).

Jadi, umumnya kaum muslimin Indonesia dan pemerintahannya mencintai para habaib sesuai dengan anjuran agama mayoritas di NKRI ini. Hanya hitungan jari para netizen pengguna medsos berbasis video menghujat para habaib karena ada kesalahpahaman. Mereka ini bisa jadi tidak ada ilmu tentang adab kepada zuriyat yang sucikan dalam Islam atau mereka “menggadaikan iman” hanya untuk mencari cuan, memviralkan diri atau hanya sekadar cari ketenaran.

Menghina ahlu bait Nabi

Setiap muslim mukallaf, tentu ada konsekuensi hukum taklif dalam Islam, berupa dosa besar atau kecil, begitu juga hukum Negara tentu ada proses tersendiri. Adapun ancaman dalam agama Islam, diceritakan dari Abu Sa’id Al-Khudriy ra Rasulullah saw bersabda: “Demi dzat yang menguasai jiwa ragaku, tidaklah seseorang marah (mencaci dan membenci) kepada keluargaku kecuali Allah akan menceburkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Hakim).

Pada akhir tulisan ini kita hanya berharap kepada Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah khilaf atau sengaja menghina para ahlu bait. Buatlah konten kreatif dan positif yang tidak ada cacian, apalagi bertalian dengan keluarga suci nabi, sungguh sangat disayangkan.

Namun jika tidak berubah, kita bertawakal dan menyerahkan kepada Allah sembari mengingat perkataan Nabi Nuh as dalam Alquran. Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hannyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).” (Nuh [71]: 5-6).

Semoga tulisan ini yang penulis rujuk pada kitab “Sabibul 'Abid 'ala Jauharah at-Tauhid karya KH Muhammad Shaleh Darat al-Samarani, ulama besar sekaligus guru tokoh pendiri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yakni, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari, menjadi asbab turunnya hidayah bagi manusia yang merupakan tempat khilaf salah dan dosa. Jadi, “njang ka, kakeuh, ukeu bek meuulang klayi.”

Dan mari kita amalkan hadits ini sebagai penutup. “Ajarilah anak-anakmu tiga perkara: cinta kepada nabi kalian, cinta kepada keluarga nabinya, dan membaca Alquran.” (HR. al-Thabrani). Tidak bisa dibenarkan jika orang yang mengaku mencintai Nabi Muhammad saw tapi membenci keturunan Nabi.

Baca juga: Berawal dari Komik hingga Pementasan Teater, Marcella Zalianty Berharap Laksamana Mayahati jadi Film

Baca juga: Dorong Pengembangan Islamic Ecosystem, BSI Gelar Umrah Travel Fair

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved