Opini

Pemilu 2024 Krisis Caleg?

SESUAI Keputusan KIP Aceh Nomor 65 Tahun 2023 Tentang Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dalam Pemilihan Umum Tahun 202

Editor: mufti
FOR SERAMBINEWS.COM
Tgk Akmal Abzal, Komisioner KIP Aceh periode 2008-2013 dan 2018-2023 

Tingginya kekosongan

Menarik dibahas, sekiranya 24 partai peserta pemilu di Aceh ini mengusul masing-masing bacaleg sebesar seratus persen dari jumlah kursi setiap kabupaten/kota maka 24 partai tersebut memiliki 665 bacaleg seluruh Aceh. Maka jika angka 665 bacaleg per partai tersebar di 23 kabupaten/kota ini dikali 24 partai, angka yang ideal bacaleg DPRK Provinsi Aceh adalah berkisar angka 15.960 bacaleg dan ini belum termasuk porsi 20 persen tambahan dari enam partai lokal.

Nah, angka DCS kabupaten/kota 9.154 tersebut membuktikan tingginya kekosongan bacaleg sebanyak 6.806 bacaleg. Angka yang fantastis dari sebuah pesta demokrasi. Dan lagi-lagi pemilu kali ini mempertontonkan krisis bacaleg hingga menimbulkan keompongannya yang serius.

Berikut beberapa poin kajian sebagai referensi guna menambah literasi kita: 1. Berdasarkan ketentuan Pasal 173 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, partai politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan antara lain memiliki kepengurusan di 75 persen (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di setiap provinsi.

Pasal ini menjadi dalil bahwa partai yang lulus sebagai peserta pemilu di Aceh telah melengkapi kepengurusannya minimal 16-17 kabupaten/kota dari 23 Kabupaten/kota yang ada di Aceh. Lantas rasio apa yang menjadi argumentasi partai peserta pemilu hingga mengosongkan bacalegnya di dapil-dapil tertentu padahal di minimal 16-17 wilayah tersebut telah ada kepengurusan partai.

2. Animo partisipasi masyarakat terhadap pemilu di Aceh lumayan tinggi bahkan sentimen melek politik masyarakat dewasa ini juga kian meningkat. Hal ini dapat dilihat dari indikator partisipasi pemilih pemilu 2019 yang berkisar pada angka 81, 81 % untuk DPRA, 81,85 % untuk DPR-RI dan 81,96 % untuk Presiden/ Wapres.

Animo partisipasi juga dapat dilihat pada masa perekrutan badan adhoc PPK, PPS dan Pantarlih beberapa bulan yang lalu. Ribuan masyarakat mendaftar sebagai penyelenggara baik di jajaran KPU maupun di Bawaslu. Tentu angka yang diterima jauh lebih sedikit ketimbang dari sisa yang ada. Sejatinya partai pro aktif menjemput bola, mana tahu di antara mereka belum terpilih sebagai penyelenggara, layak menjadi bacaleg?

3. Partai yang hanya mampu mengisi formasi bacaleg di bawah 120 persen apalagi di bawah 100 persen per dapil, bacaleg di dapil tersebut harus bersaing ketat dan bekerja keras untuk memastikan pundi-pundi suaranya mendapat lebih besar dibanding dengan partai lain yang mengisi formulasi bacalegnya lebih banyak.

Ingat, persaingan bacaleg dalam satu partai saja bisa menguras energi dan butuh strategi. Konon lagi mengalahkan bacaleg lintas partai yang komposisi mereka lebih banyak. Kendati kemenangan seseorang tersebut bukan sesuatu yang mustahil jika Allah berkehendak namun dari pengalaman pemilu ke pemilu partai yang mengisi maksimal bacalegnya per dapil lebih berpotensi besar meraih kursi dibanding dengan partai ompong.

4. Adanya gejala abnormal terjadi di beberapa partai sehingga drastisnya kekosongan bacalegnya menurun ke level mengkhawatirkan. Bukankah nawaitu awal mendirikan atau menerima partai dari DPP untuk menjadi peserta pemilu sesuai tingkatannya dan setiap peserta pemilu bertujuan mengisi parlemen? Lantas siapa yang akan mengisi perwakilan partai Anda jika beberapa dapil potensial pun kosong dan bagaimana pula nasib bacaleg minimalis di saat mereka tidak terpilih disebabkan minimnya suara karena sedikitnya bacaleg partai di dapilnya.

Pernahkah pimpinan partai berpikir risiko plus minus tersebut? Hal-hal inilah perlu kajian lanjutan, terutama oleh partai sebagai user bacaleg dalam menyikapi rendahnya animo publik terlibat menuju  kompetitor. Bisa jadi ini indikator dari masyarakat yang mulai distrust (ketidakpercayaan) terhadap dinamika politik dewasa ini atau ada dugaan partai sedang disorientasi sehingga krisis caleg ini bentuk apatisme warga terlibat langsung dalam partai.

Apa pun alasannya kondisi ini layak menjadi momentum evaluasi serius pimpinan partai. Partai butuh sumber daya manusia yang handal dan terampil dalam rangka mengisi jabatan publik dan ini perlu persiapan, strategi dan pengkaderan. Bahkan partai tidak semata fokus pada persoalan pencalegkan pemilu legislatif.

Namun masih butuh energi untuk menyiapkan calon bupati, wali kota, gubernur, menteri hingga presiden. Bersiaplah melakukan seleksi dan penyaring dalam rangka menyensor personal-personal tertentu sebagai cikal bakal pemimpin bangsa. Karena itu pengurus partai tidak boleh pasif apalagi sinis karena peran dan fungsinya amat luar biasa dalam menentukan masa depan agama, bangsa dan negara.

Introspeksi dan evaluasi

Karena itu catatan ini bukan untuk diperdebatkan. Namun berniatlah untuk menjadi media introspeksi dan evaluasi, betapa besarnya cost/biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk mendirikan sebuah partai. Namun untuk mengisi bacaleg sebagai sebuah hal esensi dari tahapan pemilu justru ditanggapi dingin saja atau sepele.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved