Breaking News

Opini

Mengapa Tgk Daud Beureueh Berontak Terhadap NKRI?

Maka meletuslah pemberontakan mahadahsyat tersebut yang bernama DI/TII Aceh yang kemudiannya dalam beberapa pertimbangan politik dan ideologi diganti

Editor: Ansari Hasyim
IST
Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA 

Menyebar peluru

Strategi yang diterapkan untuk dapat menangkap mereka, tentara-tentara Republik lebih dahulu menaburkan sejumlah peluru ke dalam kandang ayam, kambing, lembu atau kerbau orang yang mau ditangkap di malam hari.

Dengan demikian menjadi alasan yang cukup kuat untuk menangkap pemilik rumah yang mereka rencanakan karena terdapat sejumlah peluru di rumah mereka.
Hal ini dilakukan karena tidak ada jalan lain untuk menangkap mereka yang tidak bersalah, sebab semua senjata yang dimiliki bekas pejuang kemerdekaan di Aceh telah dikumpulkan oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh ke dalam wadah TNI ketika beliau menjadi Gubernur Militer untuk wilayah Aceh, Langkat dan Tanah Karo.

Cara-cara jahat seperti itu terus dipraktikkan Jakarta terhadap Aceh terutama sekali dalam kasus Gerakan Aceh Merdeka ketika Jakarta memberlakukan Daerah Operasi Militer tahun 1989-1998 dan Darurat Militer serta Darurat Sipil tahun 2003-2005.
Banyak bekas-bekas pejuang kemerdekaan dan kaum ulama yang jelas tidak bersalah telah dipenjara di beberapa tempat, rumah-rumah mereka diperiksa secara kejam dan biadap. Bahkan ketiga rumah Teungku Muhammad Daud Beureueh pun diobrak-abrik (diperiksa) dengan cara yang sangat kasar.

Semua ini dilakukan oleh TNI atas perintah Nazir yang berusaha membalas dendam atas tahanan rumah yang dahulu dijatuhkan Gubernur Militer terhadapnya karena selalu melanggar perintah Komandan Divisi.

Kerja-kerja tersebut semakin berani dilakukan karena mendapat bantuan dan support yang sangat kuat dari pihak sisa-sisa feodal (Ulèèbalang) di Aceh.

Peristiwa terakhir ini telah menyempurnakan kemarahan orang Aceh yang telah mengorbankan jiwa raga, harta dan nyawa untuk mewujudkan sebuah republik yang ketika itu hampir mustahil terwujud tanpa adanya kerja keras dari cucu-cucu Sultan Iskandar Muda di ujung barat pulau Sumatera.
(11). Penarikan mobil dinas yang sedang dipakai Gubernur Aceh Teungku Muhammad Daud Beureueh secara kasar oleh Gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim merupakan satu pukulan berat bagi Aceh dan masyarakatnya.

(12). Pidato Soekarno di kampus Universitas Indonesia Salemba dan di Amuntai Kalimantan Selatan sebagaimana yang ditulis Prof Dr Deliar Noer dalam bukunya: Partai Islam di Pentas Nasional, yang menyatakan: Tidak mungkin kita memberlakukan syariat Islam di belahan bumi Indonesia, bagaimana saudara kita yang Hindu di Bali, dan bagaimana pula saudara kita yang Kristen di Manado.

(13). Gerakan MANIPOLUSDEK dan NASAKOM yang dicetuskan Soekarno di kemudian hari menjadi bukti nyata kalau dia lebih menyatu dengan ideologi komunis dan jauh dari ideologi Islam. Dengan demikian pantas sudah gerakan perlawanan itu terjadi dari seorang ulama kharismatik yang kokoh ‘akidah Islamiahnya yang didukung 100 % oleh bangsanya yang sangat mencintai Islam yang bernama bangsa Islam Aceh.

Akibat dari perlakuan Jakarta terhadap Aceh seperti tersebut di ataslah membuat bangsa Aceh tidak dapat menahan emosi. Dan atas desakan rekan-rekan Teungku Muhammad Daud Beureueh terpaksa mematangkan suasana untuk menuju sebuah pemberontakan.

Perkara ini terlihat ketika beliau memimpin Kongres Alim Ulama seluruh Indonesia yang berlangsung pada 11-15 April 1953 di Medan, dan Kongres untuk menilai hasil Kongres Medan yang berlangsung pada 25 - 29 April 1953 di Langsa.
Setelah dua Kongres ini selesai, Teungku Muhammad Daud Beureueh yang biasanya didampingi Tgk Ismail Yakub dan orang-orang PUSA mengadakan tur (perjalanan) berdakwah keliling Aceh dalam rangka pematangan keadaan dan memberikan pengertian tentang negara Islam sebagai langkah awal menuju sebuah pemberontakan.

Ternyata usaha ini mendapat sambutan yang cukup serius dan meyakinkan dari masyarakat awam. Sumber-sumber kekuatan lama yang tampak kurang bergerak, seperti Pemuda PUSA dan PUSA sendiri kembali diaktifkan.

Organisasi-organisasi massa lainnya seperti Persatuan Bekas Pejuang Islam, Pandu Aceh dan Pandu Islam pun mulai diwujudkan dengan mengangkat AG Mutiara sebagai pemimpinnya.
Ketika suasana semakin hari semakin tidak menentu, banyak pegawai negeri di Aceh yang dahulu cinta pada republik, kini berbalik kepada membencikan republik.

Mustafa (Abdul Fattah) seorang utusan Karto Suwiryo (Pimpinan DI/TII pusat yang berkedudukan di Jawa Barat) datang membawa pesan imam mereka kepada Teungku Muhammad Daud Beureueh. Sebenarnya Mustafa telah mengintip jejak dan langkah Teungku Muhammad Daud Beureueh sejak Kongres Alim Ulama di Medan.

Kedatangan Mustafa ini menambah lagi keyakinan orang Aceh karena sudah ada kawan untuk bergerak.
Dalam kondisi seperti ini, rekan, sahabat dan murid-murid Teungku Daud Beureueh terus mendesak untuk memberontak.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved