Breaking News

Pelayanan Publik

JKA Terancam Dihapus di Aceh, Pengamat Tawarkan Solusi Ini Satu-satunya

Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) terancam dihapus di Aceh, Pengamat Kebijakan Publik, Dr Nasrul Zaman tawarkan solusi satu-satunya.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
YouTube Serambinews
Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) terancam dihapus di Aceh, Pengamat Kebijakan Publik, Dr Nasrul Zaman tawarkan solusi satu-satunya. 

SERAMBINEWS.COM - Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) terancam dihapus di Aceh, Pengamat Kebijakan Publik, Dr Nasrul Zaman tawarkan solusi satu-satunya menyelamatkan kembali program tersebut.

Hal itu disampaikannya dalam program Serambi Spotlight dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di Studio Serambinews.com, Kamis (5/10/2023).

Dia menyebutkan, solusi satu-satunya menuntaskan persoalan JKA ini adalah menarik kembali R-APBA Perubahan yang sudah dikirim ke Mendagri.

"Harus ada kemauan politik karena R-APBA Perubahan sudah dikirim ke Mendagri, jadi harus ada upaya tarik lagi dia, potong anggaran-anggaran semuanya yang gak perlu, gak ada mekanisme lain," ucap Nasrul.

"Bersepakatlah, buanglah Pokir, buanglah kepentingan yang lain dari pemerintah, jadi no proyeklah, kalau mau benar semua dihabisin balikin ke JKA, kalau sekitar Rp 800 miliar, ada insya Allah," tambahnya.

 

 

Dia juga menyarankan agar eksekutif membangun komunikasi dan kedekatan dengan dengan legislatif, supaya urusan seperti ini bisa lebih mudah dibahas.

"Makanya kalau gubernur itu harus duduk dekat DPRA, bicara dari awal. Bahas sama-sama kepentingannya," kata Nasrul.

"Jangan nanti mereka ketemu waktu membahas begini, perlu ini baru duduk. Tapi di luar itu duduk juga dengan DPRA, bicarakan anggaran. Saya pikir DPRA kita itu punya hati juga semua," tambahnya.

Baca juga: JKA Terancam, Nasrul Zaman: Pemerintah Aceh Tidak Serius Mengurus Rakyat

Baca juga: Ayah Tiri Diam-diam Pasang Kamera di Kamar Gadis SMA, Berakhir Begini dan Bikin Geram Publik

Menurutnya, permasalahan ini muncul karena di awal memang semua pihak satu sama lain tidak mau membicarakannya.

"Jadi kalau sekarang oh gak ada duit, rakyat gak mau tahu dari mana cerita gak ada duit, Otsus kita ada Rp 3 triliun kok ke mana duitnya," tambahnya.

Pengamat itu mengecualikan bila misal JKA itu alokasinya diambil dari pendapatan asli daerah.

"Oh belum masuk lagi pajak, ya boleh. Tapi ini kan dari Otsus, tinggal masukkan saja," tambahnya. 

Sebut JKA Urusan Wajib

Pengamat Kebijakan Publik itu juga menyebut dalam penyusunan APBA ada yang namanya urusan wajib dan urusan pilihan.

"Nah urusan kesehatan itu masuk pada urusan wajib," kata Nasrul.

"Urusan wajib ya JKA ini salah satunya. Makanya kalau memang sebenarnya ya, di 2022 ini kan masuk di APBA, 2021 masuk, 2020 masuk. Kenapa di 2023 nggak masuk," tambahnya.

Baca juga: Mentan Syahrul Yasin Limpo Pulang ke Indonesia, Temui Surya Paloh Dulu Sebelum Presiden Jokowi

Pengamat Kebijakan Publik itu menjelaskan, pengeluaran terkait kesehatan ini masuk ke dalam mandatory spending atau pengeluaran wajib yang sudah diatur Undang-Undang.

"Anehnya pada penyusunan APBA reguler di 2022 untuk 2023 nggak masuk sama sekali," kata Nasrul.

Dijelaskannya, anggaran untuk kesehatan hanya mampu mengcover dinas terkait, tetapi tidak dengan JKA.

"Jadi hanya dimasukkan Rp 30 miliar atau Rp 60 miliar tapi sebenarnya untuk Dinkes itu sebenarnya," kata Nasrul.

"Karena untuk uang muka APBA pun tidak mungkin Rp 30 miliar, dia pasti di atas 10 persen atau 15 persen uang mukanya," tambahnya.

Selanjutnya, pengamat itu menyoroti pada penyusunan Rancangan APBA Perubahan (R-APBAP), JKA juga tidak masuk.

"Wajar, karena memang saya sudah menyatakan di awal ketika KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) tidak dibahas dengan baik di DPRA, maka pasti ada yang tertinggal," kata Nasrul.

Diungkapkannya, selama ini dirinya bersama Komisi V DPRA Bidang kesehatan berhasil menurunkan angka penerima JKA melalui pembersihan.

"Dan menariknya, jadi saya mengikuti memang JKA ini, saya berkomunikasi dengan Komisi V bidang Kesehatan," ungkap Nasrul.

"Nah kita sama Falevi berhasil menurunkan angka penerima JKA, pembersihan data sekitar 500 ribu orang, itu digunakan oleh Falevi pakai dana Pokirnya," tambahnya.

Baca juga: Lowongan Kerja PT Freeport Terbuka untuk 38 Jurusan Fresh Graduate, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Baca juga: PON XXI: Taruhan Reputasi Bagi Aceh

Dijelaskannya, jika pengeluaran JKA selama ini untuk 1,1 juta jiwa, sekarang tinggal sekitar 800 ribu jiwa.

"Sehingga kita menurun dari Rp 1,2 triliun sekarang sekitar Rp 800 miliar. Artinya, ini kenapa tidak dilanjuti padahal outputnya jelas dari DPRA ini," kata Nasrul.

Menurutnya, anggaran Otsus senilai triliunan tidak ada salahnya difokuskan ke JKA sekitar Rp 800 miliar.

"Uang ada ini, Otsus kita itu untuk apa bagi mereka, katakanlah berkurang sekarang sekitar Rp 3 triliun kita katakan, tapi ambil Rp 800 miliar untuk JKA gimana," kata Nasrul.

"Asbabun nuzul JKA ini kan sebenarnya harus paham kita, kenapa JKA itu lahir. Ini kan proses konflik yang berkepanjangan, ada orang derita akibat kesehatan di gampong-gampong itu, akibat tsunami yang tidak tersentuh," tambahnya.

Baca juga: Aceh Raih 2 Juara Gebyar PAI Nasional, Diwakili Nazariah dan Zulmini

Pengamat Kebijakan Publik itu juga menilai aneh ketika program JKA yang berasal dari Aceh dan diikuti oleh nasional, malah tiba-tiba hilang di tempat asalnya.

"Anehnya ketika JKA sudah diadopsi nasional, eh kok JKA tiba-tiba di Aceh mau dihilangkan," kata Nasrul.

Dia juga menilai Pemerintah Aceh tidak serius mengurusi rakyat bila tidak memprioritaskan program JKA ini.

"Saya melihat Pemerintah Aceh mengurus rakyatnya tidak serius," kata pungkasnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved