Salam
Jangan Biarkan Tramadol Ilegal Merebak di Aceh
PERSONEL Satuan Reserse Narkoba Polres Aceh Utara pada 8 Oktober 2023, menangkap dua tersangka yang kedapatan me-lakukan transaksi Tramadol. Keduanya
PERSONEL Satuan Reserse Narkoba Polres Aceh Utara pada 8 Oktober 2023, menangkap dua tersangka yang kedapatan me-lakukan transaksi Tramadol. Keduanya adalah RW, warga Lhoknga Kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen dan SF warga Geulumpang Sulu Timur Keca-matan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara.
Mereka ditangkap saat hendak melakukan transaksi di kawa-san pantai Gampong Meunasah Baro Kecamatan Muara Batu. RW selaku penjual dan SF sebagai perantara.
Bersama mereka juga turut diamankan serbuk warna putih se-berat 1,36 kilogram yang merupakan bahan baku utama untuk membuat obat Tramadol. Serbuk tersebut akan dijual seharga Rp 100 juta per kilogramnya.
Temuan ini tentu agak mengejutkan. Meski bagi warga Aceh, Tramadol bukan sesuatu yang asing, mengingat banyak pemu-da Aceh yang terlibat bisnis gelap obat ini di Pulau Jawa. Tetapi pengungkapan itu merupakan kali pertama terjadi di Aceh, khu-susnya Aceh Utara.
"Ini merupakan pengungkapan untuk pertama kalinya yang kita lakukan di Polres Aceh Utara," kata Kabag Ops Polres Aceh Uta-ra, Kompol Firdaus Jufrida, sebagaimana diberitakan Serambi, Selasa (24/10/2023).
Pengungkapan yang dilakukan oleh polisi ini patut diapresiasi, karena kita semua tentu tidak ingin para anak muda Aceh terjeru-mus menjadi pecandu Tramadol.
Untuk diketahui, Tramadol merupakan obat golongan opioid, atau memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Dalam prak-tiknya, Tramadol sering disalahgunakan sehingga menyebabkan kecanduan untuk memberikan efek euforia. Karena itu, pembeli-an obat ini harus dengan resep dokter.
Tetapi dalam kasus di Aceh Utara, barang bukti yang diaman-kan polisi bukanlah dalam bentuk sediaan obat seperti kapsul atau tablet, melainkan dalam bentuk serbuk yang disebut polisi sebagai bahan baku pembuatan Tramadol.
Pertanyaan yang muncul kemudian, dimana dan bagaimana serbuk bahan baku Tramadol itu akan dibuat menjadi sediaan dalam bentuk obat? Atau jangan-jangan, di Aceh sudah ada pab-rik ilegal pembuatan obat Tramadol seperti yang banyak terung-kap di Pulau Jawa.
Jika itu yang terjadi, bisnis obat gelap Tramadol berarti benar-benar telah merambah Aceh. Para pemainnya mulai memindah-kan lokasi bisnis mereka yang sebelumnya berada di Jawa, kare-na di sana saat ini juga sedang gencar-gencarnya dilakukan razia oleh pihak berwajib.
Pertanyaan lain yang muncul adalah, dari mana sumber bahan baku Tramadol itu didapatkan? Apakah benar RW mendapatkan-nya saat mencari ikan di laut?
Sebagai gambaran, Tramadol bertanggung jawab atas krisis opioid di Timur Tengah dan Afrika, dimana India merupakan pe-masok terbesarnya. Negara-negara di Asia Tenggara sering digu-nakan sebagai tempat transit, dimana Tramadol kemudian dike-mas ulang dan lalu dipasarkan.
Jaringan tramadol India juga ikut dikaitkan dengan Islamic Sta-te of Iraq and Syria (ISIS) dan Boko Haram. Kelompok ini dila-porkan ikut terlibat dalam perdagangan dan konsumsi Tramadol dengan melakukan penjualan sangat besar untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan latar belakang itu dan jika pengakuan RW memang be-nar adanya, bukan tidak mungkin perairan Aceh sekarang juga telah menjadi daerah penyelundupan Tramadol. Dan yang dida-patkan oleh RW merupakan bagian dari yang tercecer dari penye-lundupan itu.
Karena itu, kita sangat berharap adanya penyelidikan lebih lan-jut dari pihak berwajib tentang sejauh mana keberadaan dan per-kembangan jaringan gelap bisnis Tramadol ini. Jangan biarkan Tramadol ilegal merebak di Aceh.
POJOK
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.