Gebyar PKA 8 2023

Wali Nanggroe Beri Anugerah Budaya PKA untuk 13 Tokoh 

Ada tiga penghargaan yang diberikan oleh Lembaga Wali Nanggroe, yaitu Penghargaan Meukuta Alam, Tajul Alam, dan Penghargaan Syah Alam.

Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Nurul Hayati
For Serambinews.com
Lembaga Wali Nanggroe Aceh memberikan penghargaan kepada 13 orang yang berjasa dan berkontribusi dalam dunia seni, adat, dan budaya. Malam Anugerah Budaya Pekan Kebudayaan Aceh (PKA)-8 ini berlangsung di Istana Wali nanggroe Banda Aceh, Senin 6 November 2023. 

Ada tiga penghargaan yang diberikan oleh Lembaga Wali Nanggroe, yaitu Penghargaan Meukuta Alam, Tajul Alam, dan Penghargaan Syah Alam.

Laporan Muhammad Nasir I Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Lembaga Wali Nanggroe Aceh memberikan penghargaan kepada 13 orang yang berjasa dan berkontribusi dalam dunia seni, adat, dan budaya. 

Malam Anugerah Budaya Pekan Kebudayaan Aceh (PKA)-8 ini berlangsung di Istana Wali Nanggroe Banda Aceh, Senin 6 November 2023.

Ada tiga penghargaan yang diberikan oleh Lembaga Wali Nanggroe, yaitu Penghargaan Meukuta Alam, Tajul Alam, dan Penghargaan Syah Alam.

Para penerima sudah melalui seleksi dan penjaringan yang ketat oleh tim juri yang diketuai akademisi, Prof Dr Syahrizal Abbas, dengan anggotanya Dr Yusri Yusuf MPd, Drs Nurdin Ar MHum, Drs Nabhany, Muhammad Taufik Abda, dan Dr Rafiq.

Penerima penghargaan Meukuta Alam ada empat orang yang berasal dari berbagai daerah.
Mereka adalah Alm M Kalam Daud, asal Banda Aceh, untuk kategori Pelstarian Warisan budaya. Syarifuddin, asal Gayo Les atas kontribusi pada pelestarian seni.

Lalu Amirullah Hamzah, asal Banda Aceh untuk kategori sejarah dan peradaban. 

Terakhir, penghargaan Meukuta Alam diberikan kepada Alm Abdul Gani Mutiara, asal Banda Aceh, untuk kategori pengembangan inovasi produk budaya.

Baca juga: Aceh Besar Juara Lomba Kayoh Jaloe PKA - 8

Untuk penghargaan Tajul Alam terdapat dua orang penerima, yaitu Yanimar W Yusuf, asal Aceh Barat, untuk kategori pelestarian seni, dan Hamidah, asal Aceh Tenggara untuk kategori pelestarian warisan budaya.

Sementara penghargaan Syah Alam terdapat tujuh orang penerimanya.

Mereka adalah Zakirul Pohan, asal Aceh Singkil, untuk kategori pelestarian warisan budaya.

Yasuddin, asal Aceh Singkil, untuk kategori pelestrian adat, Mahrisal Rubi, asal Bireueun, untuk kategori pelestarian seni.

Selanjutnya, Muntasir Wandiman, asal Tamiang untuk kategori sejarah dan peradaban.

Junaidi, asal Pidie untuk kategori pengembangan dan inovasi produk warisan budaya.

Kurniatun, asal Banda Aceh untuk kategori pelestrian seni. 

Terakhir,  Pekeriana Kobat, asal Aceh Tengah untuk kategori pelestrian warisan budaya.

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar dalam sambutannya menyampaikan, seperti tahun-tahun sebelumnya, Lembaga Wali Nanggroe kembali memberikan anugerah budaya, bertepatan dengan Pekan Kebudayaan Aceh atau PKA ke-8 tahun 2023.

Baca juga: “Boh Usen”, Kue Tradisional Legendaris Kembali Diangkat di Anjungan Pidie Jaya

“Penyerahan anugerah, tentunya bukan sebuah hal kebetulan, melainkan hasil proses panjang, mulai dari tahapan rapat persiapan, pendaftaran, penilaian, hingga verifikasi calon penerima anugerah. Begitu pula dengan calon penerima untuk setiap masing-masing kategori, anugerah yang diserahkan malam ini, juga bukan hasil yang diperoleh secara instan, tapi buah dari dedikasi berpuluh tahun lamanya,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, dibanding apa yang telah diabdikan oleh masing-masing calon penerima, anugerah ini tentunya tidak dapat dibanding-bandingkan. 

“Namun inilah salah satu bentuk nyata, upaya kami dalam menghargai dan mengapresiasi setinggi-tingginya, jasa besar para penjaga warisan indatu di Bumi Serambi Mekkah ini,” kata Wali.

Wali menambahkan, keberadaan Lembaga Wali Nanggroe merupakan salah satu manifestasi dari perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Republik Indonesia. 

Dalam UUPA dan qanun nomor 10 tahun 2019, disebutkan bahwa salah satu wewenang Lembaga Wali Nanggroe adalah memberikan  gelar atau derajat.

“Dimana dalam qanun ini  disebutkan antara lain; Lembaga Wali Nanggroe mempunyai wewenang untuk memberikan dan mencabut gelar kehormatan kepada seseorang atau badan dengan nama-nama gelar berdasarkan tradisi sejarah, bahasa, dan adat istiadat rakyat Aceh,” ujarnya.

Baca juga: Anjungan Kota Lhokseumawe Pamerkan Rempah-Rempah, Mata Uang, Sampai Perhiasan di PKA 8 2023

Sehingga, pemberian gelar, khususnya di bidang kebudayaan, sangat penting untuk dilaksanakan secara berkelanjutan, karena budaya merupakan identitas suatu bangsa.

Khususnya bagi bangsa Aceh, menjaga warisan budaya, sama artinya dengan menegakkan agama.

 Karena kebudayaan Aceh selalu berlandaskan pada pondasi dimensi islami. 

“Sehingga dalam filosofi hidup orang Aceh, muncul sebuah hadih maja, “hukom ngen adat, lage zat ngen sifuet”. Dimensi tersebut telah membentuk pola hukum dan kebudayaan dalam masyarakat Aceh sehingga “adat han jeut barangkahoe takong, hukom han jeut barangkahoe takieh”. Ini adalah bukti indikator natural, bahwa orang Aceh menjaga adat dan kebudayaannya dengan benteng agama,” lanjutnya.

Ia berharap, agar apa yang telah didedikasikan selama ini, dapat terus ditingkatkan.

Selain itu, ia juga berharap akan lahir generasi-generasi baru, yang dididik untuk menjadi penjaga, dan pelestari khazanah kebudayaan Aceh.(*)
 

Baca juga: VIDEO 19 Kabupaten/Kota di Aceh Memulai Tradisi Lomba Boh Gaca di PKA-8 2023

 
 
 
 
 
 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved