Breaking News

Opini

Pengungsi Rohingya Tanggung Jawab Siapa

Lantas, siapa yang seharusnya bertanggung jawab untuk menjamin nasib pengungsi Rohingya? Secara hukum internasional

Editor: mufti
IST
Julianda Boang Manalu SH MH, Kabag Hukum dan Paersidangan Sekretariat DPRK Subulussalam 

Julianda Boang Manalu SH MH, Kabag Hukum dan Paersidangan Sekretariat DPRK Subulussalam

PENOLAKAN yang dialami oleh pengungsi Rohingya di Aceh baru-baru ini merupakan sebuah dilema moral yang kompleks. Di satu sisi, pengungsi Rohingya adalah korban kekerasan dan persekusi di Myanmar, sehingga mereka berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan. Di sisi lain, penolakan dari warga Aceh juga dapat dipahami, mengingat mereka khawatir akan menimbulkan masalah sosial dan keamanan.Penolakan ini merupakan yang pertama kali terjadi di Aceh, yang sebelumnya dikenal sebagai tempat yang ramah terhadap para pengungsi.

Lantas, siapa yang seharusnya bertanggung jawab untuk menjamin nasib pengungsi Rohingya?
Secara hukum internasional, negara asal memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi warganya, termasuk para pengungsi. Namun, dalam kasus pengungsi Rohingya, Myanmar, negara asal mereka, justru menjadi sumber masalah.

Myanmar telah melakukan diskriminasi dan penindasan terhadap etnis Rohingya selama bertahun-tahun. Hal ini menyebabkan ratusan ribu Rohingya melarikan diri dari Myanmar dan menjadi pengungsi di negara-negara lain.
Tindakan Myanmar tersebut telah melanggar hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa 1951 tentang Status Pengungsi. Konvensi tersebut menyatakan bahwa negara asal memiliki tanggung jawab untuk melindungi warganya, termasuk para pengungsi.

Pada dasarnya, tanggung jawab untuk menangani masalah pengungsi merupakan tanggung jawab internasional. Hal ini ditegaskan dalam Konvensi Pengungsi 1951, yang menyatakan bahwa setiap negara anggota Konvensi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan sementara kepada pengungsi yang melarikan diri dari negara asalnya karena alasan-alasan tertentu, seperti perang, kekerasan, atau penganiayaan.

Dalam kasus pengungsi Rohingya, Myanmar sendiri telah menyatakan bahwa mereka tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara. Hal ini membuat Rohingya menjadi stateless, atau tidak memiliki kewarganegaraan. Sebagai konsekuensinya, Rohingya tidak memiliki hak untuk kembali ke Myanmar.

Oleh karena itu, tanggung jawab internasional untuk menangani masalah pengungsi Rohingya terletak pada negara-negara anggota Konvensi Pengungsi 1951. Negara-negara tersebut dapat bekerja sama melalui Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi Rohingya.

Selain tanggung jawab internasional, tanggung jawab untuk menangani masalah pengungsi juga terletak pada negara-negara tempat pengungsi tersebut berada. Hal ini ditegaskan dalam prinsip non-refoulement, yang menyatakan bahwa setiap negara tidak boleh mengembalikan pengungsi ke negara asalnya jika mereka diancam dengan penganiayaan atau penyiksaan.

Dalam kasus pengungsi Rohingya di Aceh, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan sementara kepada mereka.

Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan dari negara terhadap ancaman dan pelanggaran hak asasi manusia.

Namun, tanggung jawab Indonesia untuk menangani masalah pengungsi Rohingya tidak berarti bahwa Indonesia harus menerima mereka secara permanen. Indonesia dapat bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mencari solusi permanen bagi pengungsi Rohingya, seperti relokasi ke negara ketiga atau repatriasi ke Myanmar jika situasi di Myanmar sudah stabil.

Tanggung jawab moral

Selain tanggung jawab hukum, pengungsi Rohingya juga memiliki hak moral untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan. Hal ini karena mereka adalah korban kekerasan dan persekusi, sehingga mereka berhak untuk hidup dengan aman dan bermartabat. Dalam kasus pengungsi Rohingya di Aceh, masyarakat Aceh memiliki tanggung jawab moral untuk membantu mereka.

Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kemanusiaan, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Masyarakat Aceh juga dapat memberikan dukungan moral kepada pengungsi Rohingya, sehingga mereka merasa diterima dan didukung.

Sebagaimana pernah dilakukan saat gelombang pengungsi Rohingya sebelum-sebelumnya yang tiba di pesisir Aceh. Namun, karena penanganan pengungsi yang sebelumnya tidak tertangani secara komprehensif dan kerap kali adanya konflik sosial antara para pengungsi dengan warga lokal di Aceh, menyebabkan warga Aceh jadi enggan menerima pengungsi Rohingya dalam beberapa hari terakhir.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved