Luar Negeri
15 Orang Tewas Kerusuhan dan Penjarahan di Papua Nugini, Dipicu Pemotongan Gaji Polisi dan Tentara
Kerusuhan bermula pada Rabu (10/1) ketika ratusan polisi, tentara, sipir, dan aparatur sipil negara mogok kerja usai gaji mereka dipotong.
SERAMBINEWS.COM, PORT MORESBY - Kerusuhan pecah di dua kota terbesar Papua Nugini dan dilaporkan menewaskan setidaknya 15 orang per Kamis (11/1/2024). Kerusuhan yang terjadi di ibu kota Port Moresby dan kota Lae pun diwarnai aksi-aksi penjarahan.
Kerusuhan bermula pada Rabu (10/1) ketika ratusan polisi, tentara, sipir, dan aparatur sipil negara mogok kerja usai gaji mereka dipotong.
Pemerintah Papua Nugini menyebut pemotongan gaji terjadi karena kesalahan administrasi.
Pemerintah Papua Nugini pun berusaha mengembalikan ketertiban usai kerusuhan menjalar di dua kota.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape menyebut Port Moresby dalam kondisi tegang tetapi aksi-aksi kekerasan telah berkurang.
"Polisi tidak bekerja kemarin di kota (Port Moresby) dan orang-orang memanfaatkan ketiadaan hukum itu, tidak semua orang, hanya segmen tertentu di kota ini," kata Marape, Kamis, dikutip Associated Press.
"Laporan situasi per pagi ini menunjukkan ketegangan di kota telah berkurang," lanjutnya.
Banyak pertokoan dan bank dilaporkan masih tutup di Port Moresby dan Lae per Kamis.
Pemerintah pun menerjunkan tambahan 180 personel keamanan ke Port Moresby untuk mengendalikan situasi.
Aksi kekerasan di Papua Nugini dilaporkan cenderung meningkat di tengah tingginya angka pengangguran dan naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
Papua Nugini juga menghadapi aksi kekerasan antarsuku di daerah-daerah pedalaman.
Negara tetangga Indonesia itu berupaya meningkatkan jumlah polisi dari 6.000 personel menjadi 26.000 personel.
Baca juga: Pangdam IM Sambut Prajurit yang Kembali dari Operasi Pengamanan Perbatasan RI-Papua Nugini
PM Papua Nugini Umumkan Keadaan Darurat
Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape mengumumkan keadaan darurat selama 14 hari di ibu kota Port Moresby.
Penetapan keadaan darurat ini diumumkan setelah sedikitnya 15 orang tewas dalam kerusuhan yang diwarnai aksi penjarahan dan pembakaran.
Seperti dilansir AFP, Kamis (11/1/2024), Marape mengumumkan bahwa lebih dari 1.000 tentara bersiaga untuk "turun tangan jika diperlukan" berdasarkan keputusan pemberlakuan keadaan darurat tersebut.
Kerusuhan pecah di Port Moresby pada Rabu (10/1) malam waktu setempat setelah sekelompok tentara, polisi dan sipir penjara menggelar unjuk rasa terhadap pemerintah untuk memprotes pemotongan gaji.
Dalam hitungan beberapa jam, kerusuhan juga terjadi di kota Lae yang berjarak sekitar 300 kilometer sebelah utara Port Moresby.
"Hari ini kami menyerukan keadaan darurat selama 14 hari di ibu kota negara kami," ucap Marape dalam pengumumannya.
Pasukan pertahanan, sebut Marape, bisa melakukan intervensi "untuk mengatasi situasi apa pun yang mungkin muncul di masa depan".
Langkah pemerintah Papua Nugini yang dengan cepat berjanji memperbaiki apa yang disebutnya sebagai "kesalahan" dalam pemotongan gaji itu, dinilai tidak cukup untuk menghentikan warga sipil yang tidak puas dan terlibat dalam kerusuhan.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Marape menyebut ada empat kepala departemen yang terlibat dalam masalah pemotongan gaji itu, yakni komisioner kepolisian dan kepala personalia, kepala keuangan dan perbendaharaan. Keempat kepala departemen itu telah dinonaktifkan selama 14 hari.
Komisioner Kepolisian Papua Nugini David Manning, dalam pernyataan pada Kamis (11/1) waktu setempat, melaporkan bahwa sedikitnya 15 orang tewas akibat kerusuhan di Port Moresby dan Lae.
Rumah sakit terbesar di Port Moresby melaporkan pihaknya merawat 25 orang yang mengalami luka tembak dan enam orang lainnya yang luka-luka akibat serangan pisau.
PM Papua Nugini Janji Tindak Tegas Pelaku Kerusuhan Maut
Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape menjanjikan tindak tegas setiap "pelanggaran hukum" yang terjadi saat kerusuhan menyelimuti negaranya.
Marape menegaskan bahwa para pelanggar hukum tidak akan ditoleransi.
Kerusuhan pecah ibu kota Port Moresby pada Rabu (10/1) waktu setempat setelah unjuk rasa memprotes pemotongan gaji dilakukan oleh sekelompok tentara, polisi dan sipir penjara setempat.
Kerusuhan mulai terjadi pada sore hari, dengan massa yang marah membakar gedung dan menjarah toko-toko setempat.
Aksi rusuh itu menyebar hingga ke kota Lae yang berjarak 300 kilometer dari Port Moresby. Kedua kota itu merupakan dua kota terbesar di Papua Nugini.
Komisioner Kepolisian Papua Nugini David Manning, dalam pernyataan pada Kamis (11/1) waktu setempat, melaporkan bahwa sedikitnya 15 orang tewas akibat kerusuhan di kedua kota tersebut.
Baca juga:Rusuh di Papua Nugini Tewaskan 15 Orang, Penjarahan-Pembakaran Marak
Rumah sakit terbesar di Port Moresby melaporkan pihaknya merawat 25 orang yang mengalami luka tembak dan enam orang lainnya yang luka-luka akibat serangan pisau.
Marape dalam pernyataannya menanggapi situasi terkini di negaranya, menyampaikan permohonan maaf kepada rakyatnya. Dia juga menegaskan bahwa melonjaknya "pelanggaran hukum" tidak akan ditoleransi.
"Saya ingin berbicara hari ini, berbicara kepada masyarakat, dan berbicara kepada negara. Ini adalah negara Anda dan juga negara saya. Melanggar hukum tidak akan mencapai hasil tertentu," tegas Marape saat berbicara dalam konferensi pers, seperti dilansir AFP, Kamis (11/1/2024).
Dalam pernyataannya, Marape menyebut kerusuhan terburuk telah mereda pada Kamis (11/1) pagi waktu setempat. Namun dia mengakui "ketegangan masih terasa di sana" di beberapa bagian wilayah Port Moresby.
Rekaman AFPTV menunjukkan para pelaku penjarahan menyerbu pertokoan melalui jendela kaca yang pecah.
Mereka membawa barang-barang yang dijarah dengan kotak kardus, troli belanja dan ember plastik.
Salah satu penjarah bahkan terlihat membawa lemari pendingin berukuran besar dengan bahunya.
Sejumlah gedung dan beberapa mobil dibakar, dengan kepulan asap hitam pekat menyelimuti ibu kota pada Rabu (10/1) malam waktu setempat.
Sebelumnya dilaporkan bahwa sekelompok orang yang berkumpul di luar kantor PM di Port Moresby nekat merusak gerbang keamanan dan membakar mobil polisi yang diparkir di luar kompleks.
Salah satu warga Port Moresby, Maho Laveil, menuturkan bahwa perdamaian "sebagian besar telah pulih" pada Kamis (11/1) petang waktu setempat.
"Mereka mengusir para penjarah, menghentikan pembakaran gedung," tuturnya kepada AFP.
Baca juga: Tangkapan Ikan Tongkol Capai 100 Ton/Hari di PPS Lampulo, Harga Anjlok, Ini Reaksi Kepala DKP Aceh
Baca juga: KIP Aceh Jaya Temukan 116 Surat Suara Rusak
Baca juga: Tiap Pengajian, Waled Nu Minta Santri Tertib Berlalu Lintas, Polisi Diminta Tertibkan Knalpot Brong
Sosok Robin Westman, Penembak Sekolah Pakai Senjata Bertuliskan 'Bunuh Trump' dan 'Bakar Israel' |
![]() |
---|
Kim Jong Un Perintahkan Senjata Nuklir Dipercepat saat AS-Korsel Latihan Militer |
![]() |
---|
Mesin Pesawat Condor Jerman Meledak di Udara, Begini Nasib 273 Penumpang |
![]() |
---|
Korban Tewas Banjir Bandang dan Longsor Pakistan Lampaui 350 Orang |
![]() |
---|
5 Orang Tewas akibat Helikopter Pakistan Jatuh Saat Misi Penyelamatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.