Inovasi

Ciptakan Perangkat Intravagina pada Ternak, IPB University Patenkan Hasil Riset Alumnus USK

Diharapkan dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pertanian melalui Ditjen Peternakan agar riset yang sudah dipatenkan tersebu

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
Elma merupakan alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh lulus S1 dan profesi dokter hewan dengan predikat cumlaude. 

SERAMBINEWS.COM - Tidak banyak riset tesis dan disertasi mahasiswa program pascasarjana yang berakhir dipatenkan oleh perguruan tinggi.

Biasanya riset-riset yang dipatenkan adalah riset unggulan yang mengandung novelty (kebaruan) khusus dan punya potensi menghasilkan suatu karya (produk baik barang dan jasa) yang berguna bagi masyarakat dan masa depan umat manusia dan alam.

Adalah Elma Yuliani Yessa, mahasiswa S3 Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University angkatan 2017 telah menorehkan sejarah baru di IPB University.

Risetnya dengan judul 'Pengembangan dan Aplikasi Implan Progesteron Intravagina Berbasis Polimer Terbiodegradasi untuk Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Ruminansia' telah dipatenkan oleh IPB University pada 31 Agustrus 2023 berdasarkan Sertifikat Paten yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM dengan Nomor Paten IDP000089349.

Baca juga: Kembangkan Inovasi TTG, Poltas dan DPMG Aceh Selatan Teken Kerjasama 

Berdasarkan rilis yang diterima Serambinews.com, Selasa (13/2/2024), disebutkan riset yang telah mendapat hak paten ini bertujuan untuk menciptakan perangkat intravagina yang mampu merilis progesteron dalam jangka waktu tertentu.

Sehingga dapat berguna dalam mengatasi gangguan reproduksi hewan ternak (terutama sapi) di Indonesia.

Gangguan reproduksi ternak termasuk masalah yang serius di dunia peternakan.

Gangguan reproduksi merupakan kondisi di mana fungsi reproduksi hewan jantan atau betina teranggu sementara, sehingga berdampak pada menurunnya efisiensi reproduksi. Gangguan ini ditandai dengan inefisensi reproduksi dan produktivitas yang rendah.

Kasus gangguan reproduksi relatif cukup banyak terjadi di Indonesia.

Berdasarkan hasil laporan ISIKHNAS Ditjen Peternakan Kementerian Perrtanian 2020, terdapat 1.570 kasus gangguan reproduksi di pulau Jawa.

Lima kasus terbesar adalah kasus Hipofungsi ovari 21,8 persen (343 kasus), Endometritis 16 persen (251 kasus), Silent Heat 13,9 persen (218 kasus), Retensio Secundinarum 13,2 persen (208 kasus) dan Distokia 12 persen (188 kasus).

Gangguan reproduksi tersebut dapat diatasi dengan salah satu perangkat yang disebut Controlled Internal Drug Release (CIDR) yang merupakan suatu alat yang diaplikasikan pada intravaginal yang berfungsi sebagai stimulasi siklus dan pengendalian siklus estrus (kawin) pada ternak.

Perangkat tersebut selama ini masih diimpor dari luar negeri. Alat tersebut baru diproduksi oleh tiga (3) negara diantaranya: China, Perancis dan Jerman.

Jumlah produk CIDR yang diimpor relatif cukup besar dengan nilai lebih dari setengah triliun rupiah setiap tahunnya. Dimana harga rata-rata CIDR sebesar Rp450 ribu per unit.

Bila diproduksi sendiri di Indonesia maka harga per unit akan jauh lebih rendah sekitar Rp150-Rp200 ribu per unit atau bisa lebih rendah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved