Jurnalisme Warga

Satu Jam Keliling Bintang

Satu jam keliling Bintang adalah perjalanan yang menyimpan kenangan indah bersama keluarga di Negeri Antara. Perjalanan paling asyik dan menantang, ke

Editor: mufti
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Chairul Bariah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen. 

CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Takengon

Perjalanan liburan bersama keluarga adalah impian dari semua orang. Kebersamaan, saling menyapa, dan bercanda merupakan momen yang dirindukan. Apalagi bagi para pekerja, pagi sudah berada di kantor, pulang pun menjelang magrib, maka memanfaatkan waktu liburan bersama  menjadi solusi untuk menyatukan keluarga.

Provisi Aceh memiliki tempat wisata yang tersebar di 18 kabupaten dan lima kota. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri, seperti halnya Takengon, ibu kota kabupaten Aceh Tengah. Kota ini dikenal dengan julukan “Negeri di Atas Awan’’, “Dataran Tinggi Tanoh Gayo”, dan “Negeri Antara”. Kota yang sejuk, asri, dan indah, dikelilingi pegunungan  yang kokoh sebagai paku bumi. Keindahan alamnya dikagumi para wisatawan mancanegara, nasional, dan lokal, termasuk saya dan keluarga.

Kota yang penuh kenangan suka dan duka, tempat beristirahatnya ibunda tercinta. Setiap jengkal tanah yang kami lewati seakan memberi isyarat bahwa kota ini tidak boleh dilupakan, baik di hati maupun dalam ingatan. Jika rindu melanda, kami selalu berdoa dan melangkahkan kaki untuk “bertemu” walaupun hanya melihat pusaranya saja.

Perjalanan kami awali dari Matangglumpang Dua, Kabupaten Bireuen, pukul 07.30 WIB, menuju Takengon. Agendanya liburan sambil membawa keponakan kami, Hafizal yang baru tiba dari negeri seberang. Dia pernah ke Takengon tujuh tahun lalu saat usianya ± 11 tahun. Sekarang dia sudah menjadi remaja yang mandiri dan bekerja pada sebuah perusahaan di Malaysia.

Kami tiba di pintu gerbang  masuk ke Aceh Tengah perbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah, yaitu di Desa Paya Tumpi Baru. Di sini kita dapat melihat pemandangan Danau Laut Tawar atau Danau Lut Tawar dan Kota Tekengon dari kejauhan yang dikelilingi pegunungan. Hutannya pun seakan tertata rapi. Benar-benar menakjubkan.

Setelah menikmati secangkir kopi, kami mulai membuat perencanaan rute perjalanan yang akan dilewati. Hasil kesepakatan bersama, kami pilih lokasi makan siang di Mepar, di tepi Danau Lut Tawar arah sebelah kiri bila kita bergerak dari arah Kecamatan Kebayakan.

Menuju lokasi ini kita melewati tempat bersejarah di Ceruk Mendale, lokasi penemuan fosil manusia purba, diperkiraan berusia antara  6.500-7.300 tahun. Juga ada objek wisata Legenda Putri Pukes yang banyak dikunjungi wisatawan pada hari libur, terutama Minggu. Akibatnya, jalan menjadi macet karena dipenuhi kendaraan yang diparkir pengunjung.

Kondisi jalan ke lokasi beraspal dan mulus. Ruas jalan ini juga sebagai lintasan menuju Aceh Tenggara dan Gayo Lues, maka tak heran selain kendaraan pengunjung ada juga kendaraan umum yang melewati jalan ini.

Ketika tiba di Mepar, kami segera menyewa  tempat dan tikar agar dapat duduk dan berteduh dengan nyaman, mengingat  waktu makan telah tiba. Semua merapat untuk menikmati santap siang bersama. Menunya berupa nasi putih, ikan tumis aceh, sayur rebus, tempe goreng, udang, dan telur goreng. Inilah santapan siang kami. Meski sederhana, tetapi rasanya luar biasa. Ini semua menjadi momen kebersamaan yang sangat berharga bagi kami.

Selesai makan siang, kami lanjutkan perjalanan mengelilingi Danau Lut Tawar dengan sasaran utama menuju Bintang. Ini bukan bintang yang berada di langit malam, melainkan nama sebuah kecamatan di Aceh Tengah.

Jalannya berada  di sisi kiri Danau Lut Tawar. Dapat dilewati dalam waktu bersamaan oleh dua kendaraan roda empat. Namun, harus tetap berhati-hati karena banyak tikungan tajam dan sukar terlihat kendaraan di belakang kita. Penggunaan klakson adalah alternatif sebagai penanda bahwa mobil kita sedang melintas di kaki gunung, di sisi danau.

Untuk menuju Bintang, kita melewati tempat wisata Bur Ujung Karang Jongok Meluem. Juga beberapa tempat bersantai yang dilengkapi dengan pondok-pondok kecil, menggunakan tikar sebagai alasnya.

Di sisi danau ini tersedia juga tempat penginapan untuk keluarga atau rombongan. Ada juga kemah-kemah kecil sewaan bagi yang ingin menikmati malam di tepi danau ditemani udara dingin yang terasa menusuk sampai ke tulang apabila musim depik tiba.

Depik yang dalam bahasa Latinnya ‘Rasbora tawarensis’ adalah ikan khas yang hanya hidup di Danau Lut Tawar. Ikan ini ada pada musim dingin tiba. Tanda-tandanya ada awan hitam menyelimuti gunung di sisi Danau Lut Tawar yang disebut dengan Bur Klinten.

Akhirnya, setelah menempuh perjalanan ± 1 jam, kami tiba di Bintang, ibu kota kecamatan. Berbagai  destinasi wisata tersaji di lokasi ini, di antaranya tempat penginapan yang mewah bernama Bintang Resort berada di Kampung Kala Bintang. Penginapan ini didesain elegan sehingga pengunjung merasa nyaman, dimanja, sambil leluasa menikmati pemandangan yang indah di tepi Danau Lut Tawar. Akses jalan menuju lokasi ini juga mudah.

Perjalanan kami lanjutkan menuju dermaga kecil, khusus untuk kapal sebagai sarana transportasi dari Kota Takengon menuju Bintang. Menurut Reje Kampung  Paya Tumpi Baru yang ikut serta  dalam rombongan kami, kapal ini hanya ada dua unit. Biarpun terlihat kecil, tetapi kapal ini adalah yang terbesar di Danau Lut Tawar. Didesain bertingkat dua, namanya KM Daluta Indah Wisata.

Kami pun menyempatkan diri naik ke kapal. Pada lantai satu ada ruangan khusus untuk nahkoda, ruangan untuk penumpang, dan informasi/amaran saat berlayar. Terdapat pula tempat duduk di sisi kanan dan kiri. Walaupun kecil, tersedia juga tempat penyimpanan barang penumpang dan ada tangga menuju lantai dua. Ketika tiba di atas kami melihat alangkah indah pemandangan alam di sekeliling danau terbesar di Aceh ini.

Di dalam kapal terdapat beberapa tempat duduk  panjang yterbuat dari kayu. Dapat ditempati oleh tiga hingga empat penumpang. Sebagai persyaratan berlayar, kapal ini juga dilengkapi dengan baju  pelampung. 

Sebenarnya, kami ingin mewawancarai nahkoda kapal ini, tetapi dia sedang istirahat. Akhirnya kami meninggalkan kapal dan melanjutkan perjalanan ke etape berikutnya.

Kami melewati tempat wisata yang sudah tidak aktif lagi, terlihat dari peralatan dan lokasi yang tidak terurus. Ada bekas café bar, ada resto, dan tempat parkir. Semuanya tak terurus. Namun, masih ada penduduk yang tinggal di lokasi itu. 

Setelah hampir satu jam kami berkeliling di Bintang, di sisi Danau Lut Tawar, sambil menikmati indahnya alam Tanoh Gayo—hal yang tak akan dilupakan oleh siapa pun yang pernah menginjakkan kakinya di Negeri Atas Awan ini—akhirnya  kami memutuskan untuk kembali ke Takengon. Waktu tempuhnya satu jam dari Bintang. Kami pulang melalui jalan di pinggir pegunungan di sisi Danau Lut Tawar arah sebelah kanan. Sopir harus berhati-hati melintas di jalan ini karena jalan licin dan banyak tikungan patah.

Satu jam keliling Bintang adalah perjalanan yang menyimpan kenangan indah bersama keluarga di Negeri Antara. Perjalanan paling asyik dan menantang, kenangan yang tak akan pernah terlupakan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved