TERUNGKAP Satu Keluarga Lompat dari Apartemen Ternyata Punya Bisnis Kapal Ikan, Motif Tak Terungkap
Korban sekeluarga yang lompat dari lantai 22 di Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, ternyata memiliki bisnis kapal ikan.
Menurutnya kedua anak tidak bisa disebut berkehendak dan bersepakat.
"Implikasinya, anggapan bahwa anak-anak berkehendak dan bersepakat, dalam peristiwa semacam ini serta-merta gugur. Dalam situasi apa pun, anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuannya bagi aksi bunuh diri," ujar Reza.
Reza menjelaskan hal ini dengan menganalogikan kedudukan anak dalam aktivitas seksual.
Dari sudut pandang hukum, kata Reza, anak-anak yang terlibat dalam aktivitas seksual harus selalu didudukkan sebagai individu yang tidak ingin dan tidak bersepakat melakukan aktivitas seksual.
"Siapa pun orang yang melakukan aktivitas seksual dengan anak-anak secara universal selalu diposisikan sebagai pelaku kejahatan seksual. Anak-anak secara otomatis berstatus korban," kata Reza.
Kembali ke peristiwa terjun bebas di Jakarta Utara, papar Reza, terlepas apakah anak-anak pada peristiwa itu mau atau tidak mau, setuju atau tidak setuju, tetap--sekali lagi--mereka harus diposisikan sebagai orang yang tidak mau dan tidak setuju.
"Aksi terjun bebas tersebut, dengan demikian, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual," katanya.
Karena tidak konsensual, kata Reza, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrim tersebut.
"Atas dasar itu, dengan esensi pada keterpaksaan tersebut, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri," ujar Reza.
"Karena mereka dipaksa melompat, maka mereka justru korban pembunuhan. Pelaku pembunuhannya adalah pihak yang--harus diasumsikan--telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa," katanya.
Memang, menurut Reza, walau kejadian tersebut berubah tidak lagi semata-mata bunuh diri, melainkan menjadi bunuh diri dan pembunuhan, polisi tidak bisa memrosesnya lebih lanjut karena terduga pelaku sudah tewas.
"Indonesia tidak mengenal posthumous trial atau proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati," kata Reza.
Namun, kata Reza, dalam pendataan polisi, dan perlu menjadi keinsafan seluruh pihak, tetap peristiwa memilukan itu seharusnya dicatat sebagai kasus pidana.
"Yakni terkait pembunuhan terhadap anak dengan modus memaksa mereka untuk melompat dari gedung tinggi," ujarnya.
(tribunnewswiki.com/kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com
Baca juga: Terungkap Masa Lalu Keluarga Lompat dari Apartemen Jakut, Ternyata Orang Kaya, Berasal dari Solo
Baca juga: Sosok Eddy Anwar, Ayah dari Satu Keluarga Lompat di Apartemen di Jakarta Utara, Dulu Kaya
Sah! Zulfahmi Jadi Anggota DPRK Aceh Timur Termuda Usai Dilantik 'Algojo', PAW dengan Alm Ibrahim |
![]() |
---|
BAM DPR RI Tampung Aduan Wali Kota Subulussalam, HRB Fokus Perjuangkan Keadilan Agraria |
![]() |
---|
VIDEO Rudal Yaman Paksa Pesawat Kepresidenan Zionis Mendarat Darurat, Sirene Meraung di Tel Aviv |
![]() |
---|
Musyawarah belum Tuntas, Hakim Tunda Vonis Anggota DPRA Tgk Mawardi Basyah |
![]() |
---|
Harga Ayam Potong di Kualasimpang Capai Rp 35 Ribu per Kilogram |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.