Citizen Reporter
Banyak Jalan Menuju Kakbah
Saya katakana mandiri karena ini pengalaman pertama kami berjalan tanpa didampingi anak dan menantu yang sudah paham bahasa Arab dan seluk-beluk Kota
Nah, alternatif keempat adalah menggunakan angkutan bus. Ini yang saya pilih untuk umrah pada pekan kedua Ramadhan ini. Mengapa memilih bus? Karena, buslah yang paling murah dibandingkan naik kendaraan lainnya.
Biayanya? Dengan bus, kita cukup merogoh kocek 250 SAR atau setara dengan Rp1.000.000 per orang, sudah termasuk biaya menginap satu malam di Makkah. Lagi-lagi seluruh biaya trsebut harus sudah diselesaikan secara transfer online ke pihak bus beberapa hari sebelum keberangkatan.
Sehari sebelum berangkat, calon jamaah umrah yang sudah terdaftar dan menyelesaikan biaya, akan diundang bergabung dalam satu grup WA. Grup WA diperlukan untuk penyampaian pengumuman-pengumuman penting selama perjalanan. Misalnya, tempat berkumpul jamaah, jam keberangkatan, nama hotel di Makkah, dan sebagainya, yang kesemuanya tentu dalam bahasa Arab.
Ini adalah grup WA pertama saya dalam bahasa asing. Awalnya tentu kaget, amazing, dan seru berada dalam satu grup percakapan yang berjumlah 25 orang, yang ternyata berasal dari berbagai negara. Sebagian besar tentu masyarakat lokal Arab, di samping ada juga yang berasal dari India, Pakistan, dan Turki. Dari Indonesia? Hanya saya, suami, dan satu anak laki-laki saya.
Awal keberangkatan kita berkumpul di satu masjid yang sudah ditentukan pihak bus. Kami berkumpul di Masjid Khandaq. Menunaikan shalat Isya dan Tarawih terlebih dahulu di mesjid tersebut, kemudian baru siap-siap berangkat.
Jamaah laki-laki sudah harus memakai pakaian ihram. Sdangkan perempuan dengan pakaian bebas. Sama seperti perjalanan bus malam di Aceh dengan rute dari Banda Aceh ke Medan. Begitulah perjalanan kami kali ini. Kita berangkat sekitar pukul 23.00 dari Madinah dan sampai di Makkah pukul 06.00 pagi. Sahur dan shalat Subuh di ‘rest area’. Sampai di Makkah, kami ke hotel terlebih dahulu, dibagikan kamar oleh pihak bus. Setelah dapat kamar, simpan koper, bersih-bersih diri, langsung siap-siap untuk umrah. Karena hotel kami kemarin agak jauh dari Madjidil Haram, sekitar 10 menit dari hotel, jadi kita ke Masjidil Haram menunggu shuttle bus yang disediakan pihak hotel.
Sangat mudah saat ini, rata-rata hotel yang jauh dari Masjidil Haram, menyediakan shuttle bus secara gratis. Kita tinggal menunggu di teras hotel, setiap 10 menit akan datang bus hotel yang silih berganti untuk antar jemput jamaah yang akan ke Masjidil Haram secara gratis. Dan ini di luar pengawalan dari pihak bus umrah dari Madinah. Pihak bus tersebut melepaskan kita untuk melakukan prosesi umrah masing-masing. Tanggung jawab bus jamaah dari Madinah hanya sampai kita tiba di hotel, untuk menginap satu malam. Dan akan mengembalikan kita keesokan harinya ke Madinah.
Sungguh sebuah momentum dan pengalaman spiritual yang tidak akan terlupakan, diberi kemudahan untuk melaksanakan umrah di bulan Ramadhan, berlama-lama iktikaf di Masjidil Haram pada hari Jumat, sampai waktu berbuka tiba. Sungguh akan sangat kita rindukan.
Tepat pukul 24.00 malam kami tiba kembali ke kota Madinah, diturunkan di Mesjid Khandaq, tempat berkumpul saat berangkat.
Itulah beberapa alternatif transportasi lokal antara Madinah ke Mekkah untuk melaksanakan umrah secara mandiri. Ternyata banyak jalan menuju Kakbah. (*)
Saat Penulis Sastra Wanita 5 Negara Berhimpun di Melaka |
![]() |
---|
Saat Mahasiswi UIN Ar-Raniry Jadi Sukarelawan Literasi untuk Anak Singapura |
![]() |
---|
IKOeD Peusijuek Alumni Leting Intelegencia Generation 2025 di Pantai Lampu’uk |
![]() |
---|
Dinamika Spiritual dan Teknis dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Modern |
![]() |
---|
Dari Aceh Menuju Makkah Ibadah Haji yang Mengajarkan Arti Keluarga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.