Ruang Bahasa

Mengenal Kata Berdiakritik dalam KBBI Terbaru

Berbeda dengan aigu, grave (è) dibubuhkan pada huruf [e] yang bunyinya seperti pada kata

|
Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika 

Akan tetapi, setelah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ditetapkan Presiden Soeharto tahun 1972, tanda apostrof ataupun tanda aigu (`) itu sama sekali dihilangkan. Artinya, semakin tegas bahwa bahasa Indonesia bukanlah termasuk bahasa dari rumpun bahasa yang menggunakan diakritik.

Sampai ketika Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Agama tentang Pedoman Transliterasi Arab-Latin ditandatangani pada tahun 1987, sedikit pun tak lagi disinggung tentang serapan bahasa Arab yang berdiaktritik itu. Hal ini menandakan, sudah final sebetulnya sejak 1972 bahwa bahasa Indonesia tidak mengenal diakritik. Tak ada lagi keraguan atasnya.

Dalam KBBI Daring edisi IV (tahun 2008) pun tak ada lema kamus yang berdiakritik. Akan tetapi, lihatlah KBBI Daring edisi V (2016) dan edisi VI (2024), beberapa kata mulai menggunakan diakritik.

Kata pertama yang memakai diakritik di KBBI terbaru (edisi V dan VI) adalah Al-Qur'an. Di KBBI edisi sebelumnya, penulisan baku untuk kitab suci umat Islam itu adalah Alquran atau Quran, bukan Al-Qur'an atau Qur'an. Artinya, KBBI terbaru mulai mengenal diakritik pada sejumlah entri katanya.

Entri adalah kata atau frasa dalam kamus beserta penjelasan maknanya dengan tambahan penjelasan berupa kelas kata, lafal, etimologi, contoh pemakaian, dan sebagainya.

Kata kedua di KBBI terbaru yang dipakaikan tanda diakritik adalah Ka'bah. Tiga tahun lalu, bangunan suci yang menjadi kiblat salat umat Islam itu ditulis dengan Kakbah dalam KBBI. Sekarang, bentuk bakunya adalah Ka'bah. Ditulis sama dengan nama lambang Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berdasarkan hasil Pemilu 2024 dinyatakan tak memenuhi ambang batas parlemen di DPR RI.

Tahukah Anda bahwa kedua kata ini (Al-Qur'an dan Ka'bah) diubah dari bentuk awalnya Alquran dan Kakbah oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan setelah badan ini mengabulkan permintaan Kementerian Agama RI untuk mengubah beberapa kata serapan bahasa Arab dalam KBBI. Terutama diksi yang terkait dengan nama kitab suci umat Islam, nama surah dalam kitab suci tersebut, dan nama bangunan suci/kiblat umat Islam.

Sejalan dengan itu diberlakukan pula ketentuan diakritik pada sejumlah kata lainnya di KBBI. Misalnya, kata Annisa atau Annisak kini sudah ditulis dengan An-Ni.sa' sebagai nama baku surah keempat dalam Al-Qur'an.

Surah pertama dalam Al-Qur'an pun berubah dari Alfatihah menjadi Al-Fatihah; surah kedua juga berganti dari Albaqarah menjadi Al-Baqarah.

Surah ke-93 dalam Al-Qur'an, yakni Ad-Duha, pun sudah disesuaikan penulisannya, tidak lagi Adduha.
Demikian pula surah ke-95 dalam Al-Qur'an, yakni At-Tin, tidak lagi ditulis Attin.

Hal senada juga berlaku pada surah ke-102 dalam Al-Qur'an, yakni Attakasur, bentuk bakunya kini adalah At-Takasur. Surah Alkafirun pun berubah jadi Al-Kafirun.

Bukan saja nama-nama surah dalam Al-Qur'an yang kini berubah di dalam KBBI, nama-nama Allah pun ikut berubah penulisannya, contoh Al-Malik yang artinya adalah raja segala raja.

Lalu, bagaimana dengan Alkitab? Ternyata di KBBI nama lain dari Injil atau Bibel, kitab suci agama Kristen yang terdiri atas 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru ini, tetap ditulis Alkitab, tanpa tanda hubung (-). Hal ini mungkin disebabkan Departemen Agama tidak meminta kepada Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan untuk membuat tanda diakritik pada kitab suci selain Al-Qur'an.

Segera tersadar

Jika Anda termasuk orang yang aktif menggunakan KBBI versi daring (online), sebagai pedoman utama dalam penulisan dan pelafalan, Anda kemungkinan akan segera tersadar bahwa KBBI Daring Versi V dan VI punya beberapa perbedaan dengan KBBI Daring IV.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved