Modus Kawin Kontrak, 2 Perempuan Jadi Tersangka TPPO di Cianjur: Korban Dipaksa Layani Pria Arab
Polisi menetapkan dua orang perempuan berinisial RN (21) dan LR (51) sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Cianjur, Jawa Barat.
SERAMBINEWS.COM, CIANJUR - Sejumlah wanita jadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus kawin kontrak.
Polisi menetapkan dua orang perempuan berinisial RN (21) dan LR (51) sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Cianjur, Jawa Barat.
Kedua pelaku menjalankan TPPO dengan modus kawin kontrak.
Polres Cianjur masih mendalami kasus TPPO berkedok kawin kontrak tersebut karena diduga korbannya cukup banyak.
Hingga kini, baru terungkap enam korban, sementara kedua pelaku sudah menjalankan aksinya selama empat tahun terakhir.
Dilansir dari Kompas.com, Kasatreskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto di Cianjur, Senin (15/4/2024) mengungkapkan modus operandi dua perempuan tersebtu dalam menjerat korbannya.
Kata Tono di hadapan penyidik Satreskrim Polres Cianjur, LR mengaku memiliki akses ke pria asing, terutama asal Timur Tengah (Timteng).
Golongan ini dikenal memiliki banyak uang dan ingin kawin kontrak, sehingga dirinya dan RN memberikan pelayanan untuk melakukan kawin kontrak tanpa batas waktu.
"Tidak semua maharnya puluhan juta, kadang ada yang di bawah Rp20 juta. Untuk waktu pernikahan tergantung pada kesepakatan antara pasangan, karena saya tidak menjanjikan berapa lama," kata dia.
Mereka diketahui mengiming-imingi uang puluhan juta rupiah kepada korbannya.
Baca juga: Hana Hanifah Gugat Cerai Rendy Baru 1 Bulan Menikah, Ungkap Alasannya hingga Bantah Kawin Kontrak
Tono Listianto mengatakan, terungkapnya kasus ini menyusul laporan satu dari enam korban yang merasa dijebak kedua pelaku.
Korban ini dipaksa melayani pria asal Timur Tengah dengan mahar Rp100 juta pada Minggu (14/4/2024).
"Pelaku sudah menjalankan aksinya sejak tahun 2019, dan korban dijanjikan mendapat uang mulai dari Rp30 juta-100 juta, namun dibagi dua dengan pelaku," kata dia saat merilis kasus tersebut.
Tono menjelaskan, keduanya berbagi tugas.
RN mencari gadis yang akan dijajakan kepada pria hidung belang, sedangkan LR mencari calon pembeli atau pria yang mencari pasangan untuk kawin kontrak.
Keduanya memiliki data dan koleksi foto gadis yang akan ditawarkan dengan mahar mulai Rp 30 juta sampai ratusan juta rupiah.
Dana tersebut sudah termasuk paket amil, orang tua wali yang sudah disiapkan kedua pelaku, namun bukan petugas dari Kemenag, dan orangtua asli korban.
"Setelah cocok, pelaku mempertemukan korban dengan calon pembeli. Mereka akan dinikahkan menggunakan amil dan orangtua wali palsu yang merupakan sindikat dari pelaku sehingga banyak korban yang terjebak, namun tidak berani melapor," kata dia.
Setelah ijab kabul, pelaku akan mengambil uang yang disepakati, dan dipotong 50 persen, termasuk untuk membayar amil, wali, dan saksi palsu yang sudah disiapkan dalam satu paket.
"Keduanya akan dijerat dengan Pasal 2, Pasal 10, dan Pasal 12 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman kurungan penjara maksimal 15 tahun," kata Tono.
Pimpinan Ponpes di Lombok Timur yang Cabuli Dua Santriwati, Ajak Korban Kawin Kontrak
Polisi telah mengamankan dua pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mencabuli santriwati.
Kedua pelaku ditangkap jajaran Polres Lombok Timur di waktu yang berbeda.
Pelaku berinisial LMI ditangkap pada Kamis (4/5/2023), sedangkan pelaku HSN ditangkap pada Selasa (16/5/2023).
Kasus pencabulan di lingkungan ponpes ini pertama kali terbongkar setelah salah satu keluarga santriwati melaporkan ke polisi.
Dilansir dari TribunLombok.com, LMI yang menjabat sebagai pimpinan ponpes diduga mencabuli dua santriwati yang masih di bawah umur.
Modus LMI dengan cara mengajak korban nikah Mut'ah (kawin kontrak) tanpa saksi.
Korban dijanjikan akan memperoleh pahala surga jika memenuhi keinginan LMI.
Para korban disetubuhi dua kali dalam seminggu sejak tahun 2022.
Selain mencabuli santriwati, LMI diduga sering memutarkan film dewasa di dalam ponpes.
Film dewasa tersebut ditonton para santri dan santriwati secara bersamaan.
LMI meminta para santri dan santriwati untuk membayangkan adegan dalam film dewasa tersebut.
Warga sekitar ponpes tidak mengetahui adanya kegiatan yang menyimpang dari ajaran agama di dalam ponpes.
Warga hanya mengetahui LMI bisa mengobati penyakit dan mengajar di dalam ponpes.
Pria 40 tahun tersebut juga jarang bertegur sapa dengan warga.
Para santri dan santriwati yang ada di dalam ponpes berasal dari luar desa, sehingga warga tidak mengetahui adanya pencabulan di sana.
Kedua Pelaku Dibawa ke Polda NTB
Kedua pimpinan ponpes pelaku pencabulan telah dibawa ke Polda NTB untuk ditunjukkan dalam konferensi pers, Selasa (23/5/2023).
Dalam konferensi pers tersebut hadir Kapolres Lombok Timur, AKBP Hery Indra Cahyono, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Ristiawan, dan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara.
Kapolres Lombok Timur, AKBP Hery Indra Cahyono mengatakan kedua oknum pimpinan ponpes melakukan aksi pencabulan dengan cara membujuk rayu korban.
"Modus pelecehan seksual ini, tersangka melakukan seperti bujuk rayu untuk hubungan intim," jelasnya, dikutip dari TribunLombok.com.
Hingga kini total ada 3 santriwati yang menjadi korban pelecehan seksual.
Pelaku LMI melecehkan 2 santriwati, sedangkan HSN melecehkan 1 santriwati.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Ristiawan menjelaskan ada kemungkinan jumlah korban bertambah karena proses penyelidikan masih berjalan.
Menurutnya tidak ada keterlibatan ustazah yang sebelumnya dikabarkan sebagai perantara antara pelaku dan korban.
Kombes Pol Teddy Ristiawan menyatakan para korban telah didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kasus pelecehan seksual di lingkungan ponpes ini menjadi atensi khusus LPSK, Polda NTB, Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur dan organisasi pemerhati anak.
"Karena korbannya anak-anak, ini menjadi perhatian khusus kita semua," tuturnya.
Kepolisian akan terus berkoordinasi dengan LPSK agar korban mendapatkan restitusi.
Selain itu, pendalaman terhadap santriwati lain yang mengaku sebagai korban pelecehan seksual akan terus dilakukan.
Sejumlah barang bukti yang diamankan antara lain baju, rok, jilbab, dan celana dalam.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Baca juga: VIDEO Buntut Serangan Iran ke Israel, 3 Negara Langsung Panggil Kepala Misi Diplomatik
Baca juga: Usai Cekcok dengan Pacar, Selebgram Akhiri Hidup di Kamar Mandi Sambil Live Instagram
Baca juga: Harga Emas di Lhokseumawe Naik Rp 9 Ribu Per Gram, Kini Emas Murni Dibandrol Rp 3,48 Juta/Mayam
Kompas.com: Polisi Tangkap 2 Perempuan Pelaku TPPO Modus Kawin Kontrak di Cianjur
Wanita Pedagang Baju di Berastagi Tewas Ditikam Perampok, Pelaku Ngaku Butuh Uang Buat Lahiran Istri |
![]() |
---|
Alasan Bripda MA Lempar Helm ke Pelajar SMK Sampai Kepala Pecah dan Koma, Pelaku Dipatsus |
![]() |
---|
Tak Puas Berhubungan Badan, Titus Sutrisno Bunuh Sumiati Wanita Open BO di Tegal |
![]() |
---|
Remaja Pria di Pidie Aceh Dipaksa Layani Nafsu Pria Dewasa, Ancaman Pelaku Buat Korban Trauma |
![]() |
---|
Kehancuran Rumah Sakit Nasser Gaza usai Serangan Ganda Israel, 22 Orang Tewas Termasuk 5 Jurnalis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.