Opini
Wakaf Menurut Qanun Aceh
Oleh karena itu, qanun khusus tentang pengelolaan wakaf diperlukan untuk
Oleh: Shafwan Bendadeh SHI MSh, dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah STIS Nahdlatul Ulama Aceh
WAKAF adalah salah satu bentuk ibadah sosial yang memiliki potensi besar untuk memberdayakan umat Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wakaf merupakan perbuatan hukum (ikrar) wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif guna keperluan ibadah, kemaslahatan mauquf alaih dan/atau kemaslahatan umum menurut syariat.
Aceh sebagai provinsi yang memiliki kewenangan khusus dalam bidang syariat Islam yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Aceh.
Baca juga: Gubernur Aceh Diminta Terapkan Gerakan Nasional Wakaf Uang di Provinsi, Prof Armiadi: Potensi
Regulasi tentang syariat Islam ini selanjutnya diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Menurut ketentuan UUPA Pasal 191 ayat 1, pengelolaan dan pengembangan harta wakaf di Aceh dilaksanakan oleh Baitul Mal Aceh (BMA) dan Baitul Mal Kabupaten/Kota (BMK), yang selanjutnya diatur dengan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal.
Qanun ini mengatur tentang definisi, jenis, syarat, cara, dan lembaga pengelola wakaf di Aceh. Qanun ini juga memberikan kewenangan kepada BMA dan BMK untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pemberdayaan wakaf di Aceh.
Qanun Aceh tentang Baitul Mal ini merupakan qanun yang progresif dan inovatif dalam mengatur wakaf di Aceh. Qanun ini mengakomodasi berbagai jenis wakaf, baik wakaf abadi maupun wakaf berjangka waktu, wakaf tunai maupun wakaf produktif, wakaf badan hukum maupun wakaf badan usaha.
Qanun ini juga memberikan kemudahan dan perlindungan bagi wakif, nazhir, dan mauquf alaih dalam berwakaf.
Qanun ini juga mengatur tentang insentif bagi nazhir, seperti upah pengelolaan sebesar 10 persen dari hasil pengelolaan wakaf, dan bantuan pembiayaan sertifikasi dan/atau penyelamatan harta wakaf dari BMA.
Peluang dan tantangan
Pengaturan wakaf dalam Qanun Aceh memiliki peluang besar dalam pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dan pemberdayaan umat. Qanun ini juga memberikan peluang besar pada kerangka hukum untuk pengelolaan dan pengembangan wakaf yang dilakukan oleh BMA dan BMK.
Ada keharusan bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memberikan perlindungan hukum terhadap harta wakaf, yang mencakup sekitar 9,4 ribu hektare di Aceh.
Di samping itu, Qanun Aceh juga memberikan ruang yang lebih longgar untuk penggunaan dana infak yang dapat membantu dalam pemberdayaan wakaf.
Peluang-peluang ini menunjukkan bahwa Qanun Aceh memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan peran wakaf sebagai instrumen ekonomi dan sosial yang penting di Aceh.
Namun, qanun ini juga menghadapi beberapa tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan adalah kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang wakaf kepada masyarakat Aceh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.