Perang Gaza
Israel Bersiap Usir Penduduk Palestina di Rafah, Tunggu Persetujuan Mesir
srael bersiap mengusir dan penduduk Palestina di Rafah, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sedang melobi dan menunggu persetujuan Pemerintah Mesir.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM - Israel bersiap mengusir dan penduduk Palestina di Rafah, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sedang melobi dan menunggu persetujuan Pemerintah Mesir.
Dilansir dari Times of Israel dari Reuter, IDF telah melakukan semua persiapan yang diperlukan untuk menjajah dan merebut kota Rafah paling selatan di Gaza.
Seorang pejabat senior pertahanan Israel pada Rabu (24/5/2024) mengatakan, pihaknya dapat melancarkan operasi setelah mendapat persetujuan pemerintah Mesir.
Menurut Israel, Rafah merupakan benteng terakhir Hamas di Jalur Gaza dan siap mengevakuasi atau mengusir warga sipil Palestina dari sana dan menyerang wilayah pertahanan Hamas.
Meski demikian, pihaknya tidak merinci apakah sumber tersebut ada hubungannya dengan IDF.
Baca juga: Kemah Anti Israel Menyebar ke MIT dan Beberapa Kampus di AS usai Kerusuhan di Columbia University
Baca juga: Diserang Pakai 300 Rudal dan Drone, AS Sebut Israel Salah Perhitungan Sudah Bunuh Jenderal Iran
Seorang juru bicara pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan kepada badan tersebut, Israel melakukan operasi darat tanpa memberikan batas waktu.
Sementara, beberapa laporan Israel mengindikasikan bahwa pejabat tinggi keamanan Israel mengunjungi Mesir pada Rabu kemarin untuk mengoordinasikan rencana serangan di Rafah.
Situs berita Channel 13 melansir Axios melaporkan, para pejabat tersebut termasuk Kepala Staf IDF Herzi Halevi dan kepala Shin Bet Ronen Bar telah bertemu dengan kepala intelijen Mesir Abbas Kamel dan Kepala Staf Osama Askar.
Mereka membahas peluang penjajahan sekitar Rafah berdalih mengusir Hamas di tengah kekhawatiran di Kairo akan serangan yang dapat menciptakan bencana kemanusiaan dan mendorong puluhan ribu warga Gaza melanggar perbatasan serta memasuki Mesir.
Baca juga: Enteng Bagi Iran Bikin Bom Nuklir, PBB Khawatir: Cuma Butuh Mingguan tak Sampai Bulanan
Baca juga: Iran vs Israel Hari Ini: Perang Berkecamuk, Warga Australia Didesak Pergi, AS Batasi Pergerakan
Mesir, yang berbatasan dengan Rafah, mengatakan pihaknya memperingatkan Israel agar tidak melakukan serangan ke kota tersebut.
Tindakan seperti itu, menurut Layanan Informasi Negara Mesir, “akan menyebabkan pembantaian besar-besaran, kerugian [dan] kehancuran yang meluas.”
Israel mengklaim, kemenangan dalam perang Gaza yang dimulai dengan pembantaian lintas-perbatasan dan penculikan yang dilakukan Hamas pada tanggal 7 Oktober, tidak mungkin terjadi tanpa merebut Rafah, menghancurkan kelompok pejuang Islam Palestina dan memulihkan sandera di sana.
IDF Rabu pagi mengatakan bahwa pihaknya siap mengerahkan dua brigade cadangan untuk misi di Jalur Gaza.
Hal itu dilakukan dengan dalih sebagai bagian dari rencananya untuk menyingkirkan Hamas dari Rafah.
Brigade Lapis Baja “Yiftah” ke-679 dan Brigade Infanteri “Carmeli” ke-2 ditugaskan untuk mengambil tanggung jawab atas wilayah tengah Gaza yang tetap berada di bawah kendali militer Israel.
Hal itu dilakukan sejak sebagian besar pasukan ditarik dari wilayah lain dari Jalur Gaza awal bulan ini sebagaimana laporan Radio Angkatan Darat.
Tindakan ini akan memberi ruang bagi pasukan Brigade Nahal yang saat ini menguasai koridor tengah untuk bergabung dengan Divisi 162 lainnya dalam mempersiapkan operasi ke depan, termasuk rencana serangan di Rafah dan Gaza tengah, kata sumber militer.
Para pejabat Israel mengatakan Hamas memiliki enam batalion yang tersisa di Jalur Gaza termasuk empat di kota Rafah di selatan: Yabna (Selatan); Shaboura (Utara); Tel Sultan (Barat); dan Rafah Timur.
Dua batalyon Hamas lainnya masih berada di Gaza tengah, di kamp Nuseirat dan Deir al-Balah.
IDF sejauh ini beroperasi di Gaza utara dan Kota Gaza, di beberapa bagian Gaza tengah, dan di Khan Younis di Gaza selatan.
Pihaknya mengklaim bahwa mereka telah membubarkan 18 batalyon Hamas di sana.
Pertempuran tersebut diperkirakan telah mendorong jutaan warga sipil Gaza yang mengungsi ke Rafah.
Sementara komunitas internasional termasuk Amerika Serikat, memperingatkan bahwa serangan di kota tersebut dapat memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan secara signifikan.
“Saya harus mengambil keputusan apakah akan meninggalkan Rafah karena ibu saya dan saya takut invasi bisa terjadi secara tiba-tiba dan kami tidak punya waktu untuk melarikan diri,” kata Aya, 30, yang tinggal sementara di kota bersama keluarganya di sebuah sekolah.
Dia mengatakan bahwa beberapa keluarga baru-baru ini pindah ke kamp pengungsi di pesisir Al-Mawasi, namun tenda mereka terbakar ketika peluru tank mendarat di dekatnya. "Kemana kita pergi?"
Meskipun tidak membahas rencana pertempuran spesifik, militer Israel semakin mengisyaratkan kesiapan untuk menyerang Rafah.
Hal itu dilakukan setelah menunda serangan selama lebih dari sebulan untuk memungkinkan perundingan gencatan senjata yang bertujuan membebaskan 133 sandera yang diyakini masih ditahan di Jalur Gaza dan Israel.
“Hamas terkena dampak paling parah di sektor utara. Hal ini juga terkena pukulan keras di bagian tengah Jalur Gaza. Dan dalam waktu dekat hal ini juga akan terpukul keras di Rafah,” kata Brigadir Jenderal Itzik Cohen, komandan Divisi 162 yang beroperasi di Gaza, mengatakan kepada lembaga penyiaran publik Kan dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada Selasa lalu.
“Hamas harus tahu bahwa ketika IDF masuk ke Rafah, mereka akan melakukan yang terbaik untuk mengangkat tangan dan menyerah," sambungnya.
"Rafah tidak akan menjadi Rafah saat ini. Tidak akan ada amunisi di sana. Dan tidak akan ada sandera di sana,” tambahnya.
Israel telah menyediakan puluhan ribu tenda untuk warga sipil Palestina yang akan dievakuasi dari Rafah dalam beberapa minggu mendatang, demikian kata sumber-sumber Israel pada Rabu kemarin.
Setelah berminggu-minggu melakukan pembicaraan dengan AS mengenai perlindungan sipil, Kementerian Pertahanan telah membeli 40.000 tenda, masing-masing berkapasitas 10 hingga 12 orang, untuk warga Palestina yang direlokasi dari Rafah, demikian kata sumber pemerintah Israel.
Video yang beredar di online menunjukkan deretan tenda persegi berwarna putih berdiri di Khan Younis, sebuah kota sekitar 5 kilometer (3 mil) dari Rafah.
Gambar dari perusahaan satelit Maxar menunjukkan beberapa tenda kamp di tanah Khan Youni yang kosong pada 7 April.
Sumber-sumber pemerintah mengatakan kabinet perang Netanyahu berencana mengadakan pertemuan dalam dua minggu mendatang untuk mengizinkan evakuasi warga sipil yang diperkirakan akan memakan waktu sekitar satu bulan.
Hal ini sebagai tahap pertama penyisiran Rafah. Meski demikian, Kementerian Pertahanan dan kantor Netanyahu belum memberikan komentar mengenai hal ini.
Israel berkeyakinan para pemimpin Hamas dan banyak agennya bersembunyi di Rafah.
Selain itu, pihaknya meyakini dari 129 sandera yang diculik Hamas pada 7 Oktober 2023 masih banyak yang ditahan di kota tersebut.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.