Alat Belajar Tunanetra Milik SLB Dimintai Pajak Rp116 Juta, Ini Penjelasan Bea Cukai dan Sri Mulyani

Oleh karenanya, pihak pengirim diminta untuk setuju membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta.

Editor: Faisal Zamzami
Kemenkeu
Menkeu Sri Mulyani secara daring dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (25/5/2021) 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Publik kembali ramai membicarakan keluhan warganet atau netizen terkait pelayanan Bea Cukai

Kali ini, seorang netizen menceritakan pengalaman alat pembelajaran siswa tunanetra yang dikirim oleh suatu perusahaan Korea Selatan ditahan oleh Bea Cukai.

Keluhan itu disampaikan oleh netizen dengan akun X bernama @ijalzaid. 

Ia menceritakan, perusahaan asal Korea Selatan bernama OFHA Tech mengirimkan hibah berupa alat pembelajaran siswa tunanetra bernama taptilo untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.

Barang tersebut sebenarnya sudah sampai di Indonesia pada 18 Desember 2022. 

Namun, barang tersebut justru ditahan oleh Bea Cukai, sebab penerima barang harus membayar tagihan bea masuk serta denda yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.

"SLB saya juga dapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari," tulis akun tersebut, dikutip Sabtu (27/4/2024).

Netizen itu menjelaskan, barang yang dikirimkan oleh OFHA Tech itu seharusnya tidak dikenakan biaya.

Sebab menurutnya, barang tersebut merupakan prototipe yang masih berada dalam tahap pengembangan, serta merupakan hibah, sehingga seharusnya tidak ada harga untuk barang tersebut.

Akan tetapi, Bea Cukai menetapkan, barang yang dikirim bernilai Rp 361,04 juta. 

Oleh karenanya, pihak pengirim diminta untuk setuju membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta.

"Kemudian pihak sekolah tidak setuju degnan pembayar pajak tersebut karena barang tersebut merupakan barang hibah alat pendidikan untuk digunakan siswa tunanetra," tulis akun tersebut.

Setelah itu, Bea Cukai menghimbau kepada penerima untuk melakukan perbaikan atau redress. Hal ini pun sudah dilakukan oleh pihak sekolah selaku penerima.

Namun, setelah itu permohonan redress ditolak. Barang kiriman justru dipindahkan ke tempat penimbunan pabean.

 

Baca juga: Sosok Risma, TKW yang Mudik Bawa Emas 3 Kg, Ditagih Pajak Rp 360 Juta, Ini Pekerjaannya

 

Tanggapan Bea Cukai

Menanggapi keramaian tersebut, Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo mengatakan, pihaknya sudah mengetahui keluhan tersebut. Saat ini, Bea Cukai masih meminta informasi lebih lanjut atas keluhan yang disampaikan.

"BC Soetta sudah minta informasi dan data serta kronologi untuk dipelajari guna mengetahui pokok masalahnya di mana," kata dia, kepada Kompas.com.

Lebih lanjut ia bilang, pihaknya sudah menghubungi pihak terkait untuk penelusuran lebih dalam. Sejauh ini, penelusuran berjalan dengan baik.

"BC Soetta juga sudah menghubungi pihak SLB untuk membantu menyelesaikan masalah ini," ucapnya.

Sri Mulyani Buka Suara

Viralnya beberapa kasus masyarakat yang mengeluhkan barangnya tertahan di Bea Cukai, termasuk kasus yang menimpa peralatan sekolah milik SLB, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara.

Kata Sri Mulyani, sejumlah peralatan yang dikirimkan dari Korsel ke sebuah SLB tertahan di Bea Cukai Bandara Soetta akibat pengelola sekolah tidak melanjutkan proses pengeluaran barang.

"Pengiriman barang untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), di mana barang impor berupa keyboard sebanyak 20 pcs tersebut sebelumnya diberitahukan sebagai barang kiriman oleh PJT pada tanggal 18 Desember 2022," kata Sri Mulyani dikutip dari akun Instagramnya.

Akibat pengurusannya tak kunjung diteruskan pihak sekolah, lanjut dia, Bea Cukai akhirnya menetapkan peralatan belajar tersebut sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD).

Merujuk pada PMK Nomor 240 Tahun 2012, BTD adalah barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area pelabuhan atau bandara dalam jangka waktu 30 hari sejak penimbunannya

"Namun karena proses pengurusan tidak dilanjutkan oleh yang bersangkutan tanpa keterangan apa pun, maka barang tersebut ditetapkan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD)," kata Sri Mulyani.

Lantaran baru diketahui setelah ramai di media sosial bahwa peralatan belajar tunanetra itu merupakan barang hibah dari Korea Selatan, Sri Mulyani menyebut, pihak Bea Cukai akan memfasilitasi pengeluaran barang dengan aturan pembebasan fiskal.

"Belakangan (di medsos twitter / X) baru diketahui bahwa ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah sehingga BC akan membantu dengan mekanisme fasilitas pembebasan fiskal atas nama dinas pendidikan terkait," ungkap Sri Mulyani.

"Saya juga meminta BC untuk bekerja sama dengan para stakeholders terkait agar dalam pelayanan dan penanganan masalah di lapangan dapat berjalan cepat, tepat, efektif sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat," tambah dia.

 

Baca juga: Kuburan Massal di RS Al-Nasser, PBB: Puluhan Dikubur Hidup-Hidup, Ratusan Tak Bisa Diidentifikasi

Baca juga: Update Gempa Garut M 6,2: 4 Orang Luka, Puluhan Rumah, Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes Rusak

Baca juga: VIDEO - 2 Kapal Induk AS Terbirit-birit Tinggalkan Laut Merah Usai MQ-9 Reaper AS Ditembak Houthi

Kompas.com: Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved