Opini
Lambatnya Pertumuhan Investasi di Aceh, Apa Penyebabnya?
Dalam Qanun Aceh No. 4 Tahun 2013 yang menggantikan Qanun No. 05 tahun 2009 tentang Penanaman Modal di Provinsi Aceh pada Pasal 2 Poin 2 yang mengatak
Oleh: Fiqih Ramadhani Mukhti, Pengamat Sosial Politik dan Mahasiswi FISIP USK
ACEH sebagai daerah otonomi khusus mempunyai peraturan daerah khusus yang mengatur perihal aturan investasi di Aceh, baik yang berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).
Dalam Qanun Aceh No. 4 Tahun 2013 yang menggantikan Qanun No. 05 tahun 2009 tentang Penanaman Modal di Provinsi Aceh pada Pasal 2 Poin 2 yang mengatakan bahwa tujuan dari percepatan penanaman modal di Aceh antara lain adalah untuk meningkatkan pembangunan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat Aceh.
Adapun pada pasal 3 pemerintah dalam mewujudkan percepatan penanaman modal di Aceh juga berupaya menciptakan iklim investasi yang baik, demi mempercepat pertumbuhan Investasi di Aceh.
Namun pada penerapannya masih banyak kendala yang dihadapi pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan investasi di Aceh.
Berdasarkan paparan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, dalam Laporan Hambatan Penanaman Modal, 2023, disebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi lambatnya penyerapan investasi di Aceh, seperti regulasi yang berbelit, akuisisi yang berbelit, ketersediaan infrastruktur yang belum merata, adanya insentif non fiskal lain yang tidak mendukung serta kurangnya Sumber Daya Manusia, dalam hal ini pekerja terampil yang belum memadai di Aceh.
Selain beberapa kendala yang dikeluarkan DPMPTSP, ada juga beberapa kendala lain yang di keluhkan oleh para investor, baik dari dalam negeri maupun asing adalah kurangnya kepastian hukum bagi para investor sehingga ini dapat mengurangi minat Investasi di Aceh.
Baca juga: Dana Kelolaan Reksadana Tumbuh 13 Persen, BRI-MI Sabet Top 5 Manajer Investasi
Walaupun pertumbuhan investasi di Aceh setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang cenderung baik, namun ini tidak dapat dikatakan maksimal apalagi pemerintah belum mampu untuk mengembangkan sektor-sektor potensial untuk menarik minat para investor.
Contoh saja seperti berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu Aceh total Investasi di Aceh berjumlah Rp. 7,032 triliun, yang terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar RP. 4,45 triliun dan penanaman modal asing (PMA) sebesar US$ 168,1 juta atau jika dikonversikan ke Rupiah menjadi Rp. 2,487 triliun. Investasi masih berkutat pada sektor listrik, air dan gas. (DPMPTSP,2023)
Padahal jika kita lihat bahwa sektor wisata sebenarnya dapat menjadi sektor prioritas untuk menjaring investor asing. Keberadaan Pulau Weh yang tak pernah sepi oleh wisatawan domestik dan mancanegara apalagi di masa liburan, seharusnya dapat menjadi sektor prioritas untuk memikat investor asing.
Kita sering melihat dan mengalami kondisi dimana ketika musim liburan, banyak penginapan yang penuh terisi dan angkutan kapal yang tidak sanggup mengakomodir kebutuhan pelayaran penumpang.
Hal ini juga berlaku untuk beberapa wilayah pariwisata yang dikunjungi oleh wisatawan seperti Banda Aceh, Takengon dan beberapa daerah lainnya yang seharusnya menjadi bahan prioritas memikat investor.
Salah satu cara untuk meningkatkan investasi di Aceh adalah pemerintah harus memberi kemudahan berinvestasi, karena ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan sosial di Nanggroe Aceh yang kita cintai ini.
Investasi tersebut mesti disesuaikan dengan potensi sumber daya setempat dan juga tata sosial masyarakat Aceh yang menerapkan aturan Syariat Islam, serta memberikan keamanan dengan adanya kejelasan hukum bagi para investor.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Aceh per Maret 2023 sebesar 14,45 persen.
Tingkat pengangguran terbuka per Februari 2023 tercatat 5,75 persen. Adapun perekonomian Aceh dengan memperhitungkan minyak dan gas bumi pada triwulan II-2023 sebesar 4,37 persen.
Aceh dengan berbagai potensi mulai dari komoditi dan destinasi wisatanya belum dapat dikatakan mengalami penyerapan potensi yang besar, hal ini terbukti dengan perkembangan usaha di Aceh masih banyak didominasi oleh usaha skala menengah Atau UMKM mikro, belum banyak perusahaan besar yang menanamkan modal di Aceh sehingga dalam hal ini Aceh masih masuk ke kategori ekonomi berkembang.
Hal lain juga yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Aceh antara lain perputaran ekonomi masyarakat Aceh masih banyak terjadi di luar Aceh seperti masyarakat yang masih banyak berakhir pekan ke Medan, Sumatera Utara dan Kuala Lumpur, Malaysia. Hal ini juga karena kurangnya destinasi hiburan yang dapat dinikmati oleh masyarakat seperti berbelanja dan menonton bioskop yang mana itu menjadi destinasi tujuan utama masyarakat Aceh jika berlibur akhir pekan di Kota Medan.
Dengan begitu, harapannya ke depan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh harus lebih optimal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh dengan terus mendorong investor ke Aceh dengan memberikan jaminan-jaminan keamanan, permudah aturan, serta juga menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, sehingga investor besar yang ingin menanamkan modalnya di Aceh juga dapat menjadi ladang pekerjaan baru bagi masyarakat, yang mana kita tau sendiri angka pengangguran di Aceh masih berada di atas 5 persen. Semoga!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.