Opini
Dayah Sebagai Pemantik Kebangkitan Aceh
Dalam konteks Aceh, dayah belakangan ini mengalami perkembangan yang begitu pesat melalui integrasi pendidikan agama dan pendidikan umum dengan membuk
Tgk Mukhtar Syafari MA, Pemerhati politik, alumnus Dayah MUDI dan Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI) Samalanga
DAYAH merupakan lembaga pendidikan tertua di Aceh telah melahirkan para ulama dan ilmuan dalam lintas sejarah Aceh. Keberadaan dayah di Aceh sudah ada sejak masa kesultanan Peureulak (abad 9 M). Dayah di masa silam tidak hanya melahirkan para ahli agama tetapi ilmunya terintegrasi dengan keilmuan yang dibutuhkan saat itu seperti ahli pertanian, irigasi, ekonomi, politik sampai strategi perang.
Teungku Syiek di Reubee (w.abad 17) seorang ulama besar, juga seorang pakar pertanian yang merealisasikan swasembada pangan melalui integrasi keilmuan dan menggunakan potensi kultural (syariat). Dayah di masa silam juga telah melahirkan para pendiri dan pemimpin kesultanan di Aceh seperti Sultan Iskandar Muda (alumni dayah Teungku Syiek di Reubee).
Teungku Kawee Teupat alumni dayah Cot Kala (berdiri 899 M) sebagai pendiri Kesultanan Lingge Aceh Tengah. Syeikh Abdullah Kan’an (pernah menjadi Teungku Syiek/pimpinan dayah Cot Kala) sebagai pendiri kerajaan Lamuri, cikal bakal kesultanan Aceh Darussalam dan beliau merupakan guru besar Sultan Ali Mughayat Syah (pendiri kesultanan Aceh Darussalam).
Dayah atau zawiyah (bahasa Arab) telah ada sejak masa kejayaan kesultanan Bani Ummayyah (661-1031 M) dan Bani Abbasiah (750-1258 M). Pada waktu itu zawiyah (dayah) telah melahirkan ahli agama yang memiliki keahlian ilmu pengetahuan lainnya seperti kedokteran, kimia, fisika, matematika, pertanian, politik, sosial, astronomi, astrologi, geografi dan disiplin ilmu lainnya.
Di antaranya Ibnu Sina (980 M) sebagai seorang ulama yang memiliki kepakaran ilmu kedokteran, Jabir bin Hayyan (721 M) pakar kimia modern, Al Khawarizmi (780 M) ahli matematika dan astronomi dan disiplin ilmu pengetahuan lainnya.
Dalam konteks Aceh, dayah belakangan ini mengalami perkembangan yang begitu pesat melalui integrasi pendidikan agama dan pendidikan umum dengan membuka sekolah formal mulai jenjang SMP-SMA. Bahkan sudah ada dayah yang membuka perguruan tinggi jenjang strata dua (Marhalah Tsani).
Menurut Kakanwil Kemenang Aceh, Dr Iqbal, tahun 2022 terdata 1.626 dayah dan 916 di antaranya sudah menyelenggarakan pendidikan madrasah (sekolah). Dalam dua tahun ini ada penambahan 400 dayah. Fakta menggembirakan pesatnya pertumbuhan dayah di Aceh (Serambinews, 14/7/22).
Dalam sejarah kejayaan dunia Islam dan kejayaan Aceh tidak dikenal pemisahan ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya, keduanya menyatu (terintegrasi) dalam satu lembaga pendidikan yang disebut dayah (zawiyah).
Kehadiran Snouck Hugronje sebagai seorang orientalis dan konsultan perang yang dikirim kerajaan Belanda tidak hanya mengeliminasi dan membatasi peran ulama agar tidak terlibat politik praktis tetapi telah mampu melahirkan pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan lainnya untuk mengalahkan dan menghambat kebangkitan Aceh melalui sekularisasi pendidikan.
Tokoh pejuang Aceh di abad modern Dr Tgk Hasan di Tiro LLM MA PhD menyebutkan dalam bukunya Aceh Bak Mata Donya: Cita-cita untuk mewujudkan Aceh yang makmur akan tercapai andaikata kita mau bersatu dan mau berpikir untuk rakyat dan seluruh bangsa Aceh. Kita mesti melakukan perencanaan sendiri dengan matang, bagaimana mengurus semua rakyat Aceh, baik yang hidup sekarang maupun keturunan kita nantinya. Inilah jalan untuk mewujudkan kemakmuran, bukan dengan memikirkan kesejahteraan satu-dua orang (Hasan Tiro, 1968: 65).
Cita cita Tgk Hasan di Tiro untuk mendirikan kembali pendidikan yang terintegrasi tidak terwujud karena konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu berbagai elemen di Aceh harus bersatu dan menghilangkan ego pribadi dan kelompok, serta melakukan perencanaan dengan matang untuk mempersiapkan generasi terbaik yang terintegrasi keilmuannya sebagai syarat utama untuk mewujudkan kembali kemakmuran secara berkeadilan.
Dayah tertua
Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga salah satu dayah yang didirikan Sultan Iskandar Muda dan sampai saat ini masih eksis melakukan transformasi ilmu. Dan saat ini sudah melahirkan lulusan S1 dan S2 melalui pendidikan tinggi (Ma’had ‘Ali) di bawah Kementerian Agama.
Abu MUDI Samalanga (Abu Syekh H Hasanoel Basry HG) di tahun 2003 juga mendirikan perguruan tinggi yang terus berkembang pesat menjadi Universitas Islam Al Aziziyah Indonesia (UNISAI). Untuk meningkatkan kualitas lulusannya, UNISAI terus mengirim puluhan dosennya menyelesaikan pendidikan S3 di beberapa universitas terbaik di dalam dan luar negeri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.