Kupi Beungoh
Banda Aceh Butuh Pemimpin yang Religius dan Bervisi Pembangunan
Salah satu yang mengubah Banda Aceh adalah perilaku sosial warganya yang makin mencerminkan sisi religius dari ibukota Serambi Mekkah ini.
Oleh: Jabal Ali Husin Sab*)
Seingat saya, masa-masa setelah tsunami adalah masa dimana banyak terjadi perubahan di Kota Banda Aceh.
Salah satu yang mengubah Banda Aceh adalah perilaku sosial warganya yang makin mencerminkan sisi religius dari ibukota Serambi Mekkah ini.
Tsunami memang menjadi titik balik yang menghentakkan kesadaran warga Banda Aceh.
Saat itu, tiap korban sadar bahwa hanya Tuhan yang mampu menolong mereka.
Setelah tsunami, kita dapat menyaksikan sendiri di kota Banda Aceh, kegiatan keagamaan berkembang dan menggeliat.
Banyak acara-acara keagamaan, banyak majelis dzikir, banyak penceramah, da’i serta ulama lokal dan dari luar daerah, bahkan luar negeri, dihadirkan ke Banda Aceh.
Tentu berbagai patologi sosial berupa perilaku sosial yang menyimpang tidak hilang sama sekali.
Baca juga: Transformasi Kepribadian Generasi Z: Dari Introvert ke Ekstrovert
Hanya saja menjadi lebih sedikit dan terselubung, serta tampak lebih terkontrol dan terkendali.
Selain akibat dari peristiwa tsunami, kita semua harus jujur dan mengakui bahwa di balik peran sekelompok masyarakat yang sadar dan berorientasi religius, ada faktor lain yang ikut mengubah corak sosial kota Banda Aceh.
Faktor pengubah itu adalah kepemimpinan wali kota Iliza Sa’aduddin Djamal saat menjabat wali kota, setelah menggantikan almarhum Mawardi Nurdin.
Intervensi kebijakan Illiza selama menjabat wali kota tampak memberi arti dan warna tersendiri.
Illiza banyak mengubah warna kota Banda Aceh.
Selain menjadi lebih tertib syari’at, Illiza juga bisa dikatakan pro dengan berbagai kegiatan dakwah dan keagamaan.
Illiza bukanlah pemimpin populis yang hanya mengandalkan kebijakan populer namun tidak substantif.
Disadari atau tidak, Illiza telah melanjutkan estafet perjuangan almarhum Mawardi dalam membangun Kota Banda Aceh.
Banda Aceh berhasil menjadi kota dengan IPM (indeks pembangunan manusia) tertinggi kedua di Indonesia, hanya berada di bawah Yogyakarta.
Komponen penyusun IPM adalah umur harapan hidup, angka harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan.
Baca juga: Belajar Agama Di Sekolah 2 Jam, Cukupkah?
Illiza berhasil menata birokrasi dengan baik, mengoptimalkan pelayanan publik bagi warga, menata ruang terbuka hijau dan sejumlah prestasi lainnya.
Secara visi pembangunan, ia pernah menggagas Banda Aceh sebagai kota Madani, kota yang tak hanya maju secara fisik, namun juga berorientasi pembangunan manusia yang religius.
Illiza dianggap oleh banyak pihak berhasil dan sukses dalam melanjutkan kepemimpinan Mawardi Nurdin.
Ia berhasil membawa Banda Aceh unggul dalam berbagai aspek pembangunan.
Namun ketika era berganti, sebagian warga yang pernah saya ajak bicara mengakui bahwa kondisi Banda Aceh setelahnya justru memburuk.
Jika kita menilik data statistik perihal keadaan Banda Aceh sekarang, kita akan menemukan beberapa indikator yang menunjukkan bahwa kondisi Banda Aceh justru makin menurun.
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Banda Aceh berkisar di angka 5,06 persen.
Lebih rendah dibandingkan tahun 2021 di angka 5,53 persen dan tahun 2022 di angka 5,23 persen.
Pengeluaran per kapita atau rata-rata pengeluaran rata-rata masyarakat per bulan Banda Aceh tahun 2023 berjumlah 2,07 juta rupiah, mengalami penurunan selama dua tahun terakhir.
Di tahun 2022 berada di angka 2,2 juta rupiah dan tahun 2021 berada di angka 2,397 juta rupiah.
Penurunan angka pengeluaran per kapita masyarakat Banda Aceh ini bisa dilihat sebagai sinyal melemahnya pendapatan masyarakat dan menjadi sinyal terkait kondisi ekonomi warga Banda Aceh yang melemah dan perlu segera ditangani.
Terkait dengan melemahnya kondisi ekonomi di Banda Aceh, mungkin pandemi COVID-19 dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penyebabnya.
Namun apabila kita coba lebih jeli mengamati penyebabnya, tampak bahwa kondisi ini adalah dampak dari lemahnya tata kelola pemerintahan selama 5-6 tahun terakhir yang menyebabkan ekonomi Banda Aceh melemah.
Salah satu penyebab yang memperburuk kondisi ekonomi Banda Aceh adalah lemahnya optimalisasi fiskal atau pemanfaatan APBK dalam upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi kota.
Ekonomi kota tetap tumbuh, hanya saja tumbuh secara mandiri, bukan akibat dari intervensi kebijakan yang terencana dari pemerintah kota.
Bahkan dalam periode pemerintahan walikota terakhir, terjadi defisit anggaran yang mengganggu stabilitas pemerintahan dan pembangunan kota.
Hal ini adalah blunder yang tak mungkin terjadi di bawah nakhoda kepemimpinan yang cakap dalam mengelola pemerintahan.
Untuk itu, sebagai warga kota yang peduli dengan Banda Aceh tercinta, serta demi kesejahteraan dan kebaikan warganya, saya berharap warga Banda Aceh akan memilih sosok calon walikota yang teruji dan terbukti mampu membenahi masalah kota kita tercinta.
Selain memilih sosok yang cakap dan handal, memilih Illiza juga berarti memilih sosok yang peduli, hangat, akrab dan dekat dengan warganya.
Selain mempertimbangkan aspek ekonomi dan kesejahteraan, ia juga peduli terhadap sisi pembangunan moral dan akhlak warga, serta tanggap dalam merespon fenomena penyakit sosial yang cukup meresahkan warga kota.
*) PENULIS adalah analis politik dan kebijakan publik, warga Kota Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Lahir Sekali Lagi sebagai Pemuda |
![]() |
---|
"Joging Di Tempat Umum", Jangan Dengan Celana Ketat, Baju Di Atas Pantat Wahai Muslimah |
![]() |
---|
Engklek: Bukan Sekadar Lompat Kotak, Tapi Fondasi Emas Tumbuh Kembang Anak |
![]() |
---|
Pembelajaran Mendalam 'deep learning', Dalam Pandangan Islam Dan Prakteknya |
![]() |
---|
Tarbiyah Jinsiyah: Bukan Hal Tabu, tapi Kebutuhan Mendesak bagi Anak-anak Kita |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.