Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh -Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XII
Strategi adaptif, pragmatis yang di tempuh oleh ketiga provinsi “pemberontak”- Jabar, Sulsel, Sumbar, memberikan rasa lega pemerintah pusat.
Oleh: Ahmad Humam Hamid
Strategi adaptif, pragmatis yang di tempuh oleh ketiga provinsi “pemberontak”- Jabar, Sulsel, Sumbar, memberikan rasa lega pemerintah pusat.
Secara perlahan, dalam perjalanan waktu “trauma” pemerintah pusat terhadap proplvinsi itu berkurang. Jabar, Sulsel, dan Sumbar setelah itu berfokus pembangunan, sekalipun negara pada saat itu mengalami situasi ekonomi yang sangat buruk.
Sebenarnya, jauh sebelum ketiga provinsi itu menempuh strategi adaptifopragmatis , di Aceh, Ali Hasymi punya cara tersendiri yang tak kalah uniknya.
Hasymi yang ditunjuk oleh presiden Soekarno untuk menjadi Gubernur segera setelah Aceh dikembalikan menjadi provinsi, mulai mengambil pendekatan lain yang lebih kreatif, padahal Aceh berada dalam suasana konflik yang sangat parah.
Kita tidak tahu dengan sangat pasti tentang keputusan Soekarno mengembalikan status Aceh sebagai provinsi setelah dibubarkan pada tahun 1950, yang kemudian Aceh berontak.
Kita juga tak tahu kenapa Hasymi yang sempat dituduh pendukung DI/TII pada tahun 1953 dan sempat dipenjarakan di Medan segera setelah meletusnya pemberontakan itu, kemudian menjadi kepercayaan kesayangan Soekarno
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XI
Mungkin saja Hasymi pernah berinteraksi dengan Soekarno atau “inner circle” Soekarno yang membuat Soekarno menjatuhkan pilihan kepada Hasymi. Tetapi yang tercatat dari kinerja Ali Hasymi selama dia menjabat gubernur, ia adalah salah satu “game changer” yang memungkin Aceh menjadi damai.
Hasymi sangat sadar tentang missi yang diberikan oleh Soekarno kepadanya sebagai gubernur Aceh untuk merekonsialisasikan Jakarta dengan Aceh yang terwakili pada dua icon, Soekarno dan Tgk Muhammad Daud Beureueh.
Yang pertama mewakili semboyan negara kesatuan RI, Panca sila, dan Bhinika Tunga Ika. Yang kedua merepresentasikan keislaman, keacehan, dan kemajuan .
Apa yang menjadi tantangan besar kepada Hasymi adalah bagaimana dua tesis dari kedua pemimpin itu yang tampaknya saling menjadi anti tesis untuk disatukan dalam sebuah sintesis. Itulah misi dan tugas yang diemban oleh Ali Hasymi untuk membuat Aceh damai.
Hasymi adalah intelek kampiun pada masanya. Hasymi adalah seorang ulama, wartawan, sastrawan, dan juga sejarawan. Terlebih dari itu Hasymi juga adalah pejuang, politisi, dan birokrat.
Ketika ia dilantik dan pulang ke Aceh ia bersumpah tidak akan membawa “api “ ke Aceh, akan tetapi ia akan “ membawa” air.
Filosofi air Hasymi segera tercermin kemudian ketika ia dan beberapa “teman” Acehnya baik yang berada dalam gugus NKRI maupun yang ikut dalam pemberontakan menggagas “Ikrar Lamteh” yang kemudian menjadi salah satu momen dan fondasi penting perdamaian Aceh.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian X
Ali Hasymi, Hasan Saleh ,Syamaun Gaharu, Ayah Gani, Ali Piyeng, Pawang Leman, dan sejumlah tokoh penting lainnya menanggalkan “baju kesebelasan” nya masing untuk setuju tentang satu fakta, “kehancuran Aceh” dan tantangan keberlanjutan masa depan.
Revisi UUPA, Pengkhianatan di Balik Meja Legislatif yang Menjajah Hak Rakyat Aceh |
![]() |
---|
Baitul Mal Aceh: Masihkah Menjadi Lentera Umat? |
![]() |
---|
September Pendidikan Aceh: Hardikda, Darussalam, dan Jejak Abadi Prof. Safwan Idris |
![]() |
---|
CSR Sektor Ekstraktif dan Imajinasi Kesejahteraan Aceh |
![]() |
---|
Prospek Legalisasi Ganja untuk Terapi Medis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.