Kupi Beungoh

Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian X

Apa yang menarik tentang perjalanan hubungan antara Aceh dan Jakarta adalah ketika Aceh ditempatkan dalam perspektif empat provinsi “pemberontak”

|
Editor: Amirullah
For Serambinews
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

Memahami perjalanan sejarah hubungan daerah Aceh dengan pusat Jakarta, tidak hanya perlu dimengerti dengan baik oleh pemegang kekuasaan tertinggi di Aceh, yaitu Gubernur, akan tetapi juga sangat krusial dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan.

Pemahaman itu akan memberikan semacam “buku pintar” hubungan pusat dan daerah, utamanya provinsi seperti Aceh yang bandulnya kadang masuk dan tak jarang di luar “orbit”, penuh dinamika pemerintahan dan pembangunan nasional yang berlangsung semenjak kemerdekaan negeri ini.

Apa yang menarik tentang perjalanan hubungan antara Aceh dan Jakarta adalah ketika Aceh ditempatkan dalam perspektif empat provinsi “pemberontak” pada tahun 50-an dan 60-an, Jabar, Sulsel, Sumbar, dan Aceh/DI-TII - terutama setelah pemberontakan selesai.

Dalam perjalanannya, setelah berakhirnya Orde Baru pada 1998, ketiga “provinsi mantan pemberontak”- Jabar, Sulsel, Sumbar, itu berada dalam deretan papan atas pembangunan nasional. Sementara itu, Aceh kurang beruntung, karena berada posisi relatif kurang bahkan tidak terbangun sebagaimana mestinya.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian IX

Mungkin secara empirik, bisa saja alamat dari ketertinggalan Aceh dari provinsi Aceh kepada konflik Aceh selama 32 tahun.

Tetapi kemudian, ketika perdamaian tercapai pada 2005, lalu Aceh mendapatkan kewenangan, kekhususan, dan keuangan yang asimetris dari provinsi lain di Indonesia, Aceh juga belum menemukan format pembangunan optimal untuk kesejahteraan warganya.

Bukti nyata dari “kegagalan” itu adalah, sekalipun sekitar 100 triliun telah digelontorkan ke Aceh selama 17 tahun, keadaan tidak bertambah baik, untuk tidak mengatakan buruk.

Pertanyaan yang layak diajukan adalah “what wrong with us “ . Apa yang salah dengan Aceh? Siapa yang paling bertanggung jawab?

Mengapa kejadian itu berkelanjutan selama 17 tahun? Ini adalah persoalan yang harus dipahami dengan baik oleh calon gubernur Aceh 2024-2029 dan masyarakat pemilih.

Harus diakui dalam banyak hal , disamping “kesalahan” Aceh sendiri, hal ini juga berurusan dengan bagimana Aceh “berhubungan” dengan pemerintah pusat.

Pertanyaan tentang mengapa Aceh tertinggal dalam banyak hal pada hari ini menimbulkan berbagai diskusi, analisis, dan penafsiran yang akan tak akan pernah sampai pada sebuah kesimpulan final.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian VIII

Bagaimana sebuah kawasan atau daerah yang kaya dengan tradisi keislaman dan kemajuan, kawasan yang kaya dengan sumber daya alam, menjadi sebuah kawasan yang relatif tertinggal dari berbagai kawasan lain di Nuasantara?

Bagiamana Aceh sebagai kawasan yang terdepan dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, kemudian memberontak melawan pemerintah pusat, kemudian berdamai, dan menemukan beberapa peluang dalam pembangunan ? Ada yang berhasil, namun tak kurang pula banyak yang gagal.

Aceh kemudian tak berhenti berdinamika, untuk kemudian kembali memasuki masa konflik yang relatif panjang, yang selanjutnya memasuki perdamaian dengan berbagai kompensasi otonomi khusus.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved