Kupi Beungoh

Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XI

Penanganan pemberontakan di tiga propinsi itu seolah ditujukan sebagai demonstrasi betapa pemerintah pusat tidak sedikitpun memberi toleransi

|
Editor: Amirullah
For Serambinews
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid

Apa yang membedakan cara Soekarno menangani pemberontakan di Aceh, dibandingkan dengan di Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan? Di ketiga provinsi itu, pemerintah melancarkan operasi penumpasan pemberontakan secara masif dan tak kenal ampun.

Penanganan pemberontakan di tiga provinsi itu seolah ditujukan sebagai demonstrasi betapa pemerintah pusat tidak sedikitpun memberi toleransi kepada pemberontak.

Bayangkan saja Soekarno menghukum Kartosuwiryo,tokoh pejuang kemerdekaan, pimpinan DI/TII Jawa Barat, kawan masa mudanya di Surabaya dengan hukuman mati di depan satu regu tembak di kawasan Pulau Seribu.

Soekarno juga memerintahkan TNI dibawah pimpinan Kolonel M. Yusuf untuk mencari, mengejar dan menumpas tokoh DI/TII Sulawesi Selatan, mantan Letkol TNI Kahar Muzakar. Yusuf yang pernah menjadi ajudan Kahar Muzakar memimpin operasi dengan pasukan BKO elit TNI dari Kodam Siliwangi. Akhirnya pada fajar 1 Februari 1965 ,Hari Raya Idul Fitri, pasukan Yusuf menembak mati Kahar Muzakar.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Propinsi Pemberontak” - Bagian X

Semua operasi penumpasan pemberontakan yang dilakukan oleh Soekarno sesungguhnya hanya ingin mengirim pesan, “jangan pernah bermain-main, apalagi memberontak melawan pemerintah pusat kepada siapapun.” “Setiap pemberontakan akan ditumpas, dan ditindas tanpa ampun, dengan segala resiko, bahkan kepada rakyat yang bersimpati sekalipun “.

Seolah apa yang dilakukan oleh Soekarno itu “dijiplak” oleh George Bush Junior dalam perang Irak 2023, ketika dia menyebut kepada musuhnya dan siapapun “you are with us or against us”- pilihannya bersama kami atau musuh kami- Itu adalah doktrin inti Soekarno tentang bagaimana “memelihara” keutuhan NKRI.

Apa sebenarnya alasan Soekarno mengampuni Beureueh dan para pengkutnya? menawarkan berbagai kemudahan dan fasilitas untuk Beureueh?

Dan mengampuni seluruh defektor TNI, Polri, dan ASN yang menyeberang ke pihak DI/TII?

Tidak hanya itu seluruh pemberontak yang pernah digaji oleh pemerintah dikembalikan ke institusi awal sebelum mereka berontak.

Cukup banyak pula para anak muda DI/TII yang terdidik ditarik untuk bekerja diberbagai instansi pemerintah, termasuk Perusahaan Kereta Api- PNKA.

Seorang pun tak tahu apa alasan Soekarno memperlakukan Beureueh dan pengikutnya sangat berbeda dari apa yang dilakukannya untuk Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, dan bahkan pemberontakan PRRI/Permesta sekalipun.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian IX

Tak seorangpun pernah mendapat cerita, bahkan dalam biografi lengkap Soekarno sekalipun, kenapa dia berbeda terhadap Beureueh dan pengikutnya, dibandingkan dengan pemberontakan lainnya di tiga provinsi .

Instrumen yang tersedia untuk penjelasan “pilihan” itu hanya dimungkin dengan pendekatan spekulasi hati-hati. Pilihan pertama adalah penjelasan anthro-sosiologi historis, sedangkan penjelasan kedua adalah pendekatan humanis-“keterkaitan hati” dan balas budi Soekarno kepada Aceh dan Daud Beureueh yang telah memberikan “segalanya” disaat bayi Republik dalam kondisi kritis, pada tahun-tahun awal setelah Indonesia Merdeka.

Soekarno adalah politisi yang rakus membaca, kutu buku, dan bukan tidak mungkin dia telah belajar dengan baik tentang kisah perang Aceh dengan Belanda. Ia pasti membaca bagaimana ketika raja menyerah kepada Belanda, para hulubalang tetap melawan, namun kemudian menyerah kepada Belanda. Lalu kepemimpinan perang diambil alih ulama.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved