Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh -Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XIII
Hasymi sebagai gubernur tidak berhenti dengan konsep diatas kertas belaka. Ia segera melaksanakan bentuk nyata penguatan adat dan kebudayaan Aceh.
Oleh: Ahmad Humam Hamid
Hasymi sebagai gubernur tidak berhenti dengan konsep diatas kertas belaka. Ia segera melaksanakan bentuk nyata penguatan adat dan kebudayaan Aceh.
Bersama dengan Syamaun Gaharu dan Teuku Hamzah - Pangdam dan Kasdam Iskandar Muda, Hasymi membuat Pekan Kebudayaan Aceh pada 12 Agustus 1958.
Jati diri keAcehan diperkuat sebagai bentuk nyata Bhinnika Tunggal Ika. Hasymi dengan sangat cerdik dan cemerlang memberikan bukti pertama realisasi janji itu kepada publik Aceh dan nasional pada saat itu.
Bersama Syamaun Gaharu pula, Hasymi membangun dua perguruuan tinggi ; umum “dunia” USK, dan agama “akhirat” IAIN Ar Raniry.
Kampus itu terletak di kebun kelapa gampong Rukoh di Mukim Sagi 26 Aceh Besar. Kedua kampus itu merupakan simbol Aceh baru menuju pendidikan dan kemajuan yang tidak lain dari materialisasi elemen pendidikan dalam keistimewaan Aceh.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh -Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XII
Kompleks kedua kampus itu kemudian di beri nama Darussalam yang merupakan dan mencerminkan kristalisasi semangat damai Aceh Baru.
Semua yang dibuat oleh Hasymi tampaknya bagai sebuah symphoni besar menuju Aceh dengan “prelude” Ikrar Lamteh, negosiasi Mr Hardi, Pekan Kebudayaan Aceh I, dan pembangunan kampus Darussalam. Masih ada sebuah pekerjaan besar yang menanti.
Setelah Hasan Saleh membentuk Dewan Revolusi yang praktis melepaskan sebagian gerbong besar DI/TII dari kepemimpinan daud Beureueh, bagamana tantangan jalan perdamaian berikutnya berikutnya?
Pergantian Panglima Kodam I Iskandar Muda dari Kolonel Syamaun Gaharu, kepada Kolonel M. Yasin menjadi penentu akhir Ach damai.
Ia adalah alumni salah satu pusat pelatihan terbesar Angkatan Darat AS, Fort Bliss di El Paso, Texas, dengan tugas pertama setelah lulus menjadi Panglima di Aceh. Yasin sangat sabar dalam menanti waktu yang tepat untuk membujuk Beureueh turun gunung.
Setelah beberapa kali upaya komunikasi dan diplomasi yang diprakarsai Yasin, baik melalui surat maupun pertemuan langsung, akhirnya Tgk, Muhanmad Daud Beureueh turun gunung, kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, tepatnya pada tanggal 6 Mei 1962. Hasymi tidak menyianyiakan peristiwa besar itu.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XI
Pada tahun itu juga Hasymi memprakarsai sebuah pertemuan besar untuk menyambut akhirnya konflik Aceh, sekaligus bermusyawarah untuk mencari peta jalan baru menuju Aceh damai yang maju dan bermartabat dałam bingkai NKRI.
Pertemuan besar itu dinamakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.
Apa pelajaran besar yang dapat diambil dari kepemimpinan Ali Hasymi tidak hanya persoalan komitmennya terhadap ikatan kebangsaan yang telah terpateri pada 1945 dalam bentuk janji dan perkataan.
Dengan ruang, waktu, dan kewenangan yang dimilikinya ia dengan sangat tekun dan rajin mengembangkan sebuah aksi, tepatnya sebuah “respons kreatif” untuk mendamaikan Aceh yang sedang membara dengan pemerintah pusat.
Diakui atau tidak, Hasymi adalah penemu pertama interaksi Aceh dengan pemerintah pusat, tidak dalam konteks “taat” dan “patuh” saja,tanpa mencari berbagai kreativitas yang memperkaya hubungan itu. Hasymi dengan sangat “pawai” telah menemukan “rumus dasar” hubungan daerah dan pusat dalam sebuah “kepatutan” yang baru.
Rumusan pertanyaan yang dilakoninya adalah bagaimana seharusnya Aceh, sebagai sebuah kawasan yang mempunyai sejarah unik, budaya islam yang kental, berikut dengan perannya dalam kemerdekan republik menempatkan dirinya dengan baik dalam sebuah negara kesatuan kepulauan dan keragaman terbesar di dunia.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian X
Terlebih dari itu, bagi Hasymi, Aceh sebagai daerah yang pernah memberontak perlu mendapatkan kembali kepercayaan penuh agar tak lagi dicurigai.
Oleh karena itu semua perilaku, kata, dan perbuatan , sama sekali wajib dijaga dengan sangat baik agar pemerintah pusat tidak pernah mencurigai lagi Aceh akan memberontak. Tanpa pra kondisi itu, Aceh tidak akan pernah bangkit dan bergerak kearah kemajuan.
Seluruh gubernur setelah Ali Hasymi berupaya sekuat tenaga untuk menjaga “doktrin tidak dicurigai dan dipercaya dengan baik “ oleh pemerintah pusat.
Akan tetapi di antara mereka, dalam catatan sejarah paling kurang ada dua gubernur yang mengulangi resep “respons kreatif” Aceh terhadap pemerintah pusat, yang kemudian membuat loncatan besar kemajuan Aceh.
Ketika Presiden Soeharto mulai berkuasa secara formal pada tahun 1967, langkah pertama dan mendasar yang ia lakukan adalah merobah paradigma politik sebagai panglima kepada pembangunan sebagai panglima.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian IX
Sebagaimana banyak negara anti komunis di Asia pada masa itu, terutama yang telah teruji seperti Korea Selatan dan Taiwan demokrasi, dan instabilitas politik diredam, dan diminimalkan.
Soeharto membuat tiga kata kunci pemerintahan dan pembangunan ; stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.
Stabilitas diwujudkan dalam bentuk supremasi militer, pertumbuhan ekonomi direalisasikan dengan sentralisasi pebangunan dan investasi domestik dan asing, dan pemeritaan diwujudkan dalam berbagai kebijakan memihak kepada kelompok miskin perkotaan dan pedesaan.
Rezim Soeharto yang dalam bacaan jurnal politik, ekonomi, dan pembangunan sering disebut sebagai rezim birokrasi otoriter atau teknokrasi otoriter mengendalikan politik dengan mengontrol semua partai politik yang “diizinkan” dan dikendalikan oleh pemerintah. Banyak negara-negara Asia yang maju hari ini, umumnya dimulai dari sekitar dua atau tiga dekade yang berada dibawah rezim tehnokrasi otoriter.
Selanjutnya sebagaimana layaknya di negara dengan model yang serupa pada masa itu, hanya ada satu partai politik dominan yang menguasai parlemen dan pemerintah.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian VIII
Di Korea Selatan misalnya, partai DRP., Taiwan, Partai Kaomintang, Malaysia, Barisan Nasional, dan PAP di Singapore. Sementara itu di Indonesia, Soeharto membangun Partai Golkar yang berkuasa sekitar 32 tahun.
Soeharto berhasil membawa Indonesia keluar dari keadaan ekonomi yang sangat parah, membangun pendidikan dan kesehatan yang baik, dan melaksanakan pembangunan pertanian dan pedesaan yang cukup maju pada masanya.
Pembangunan industri dan penanaman modal asing berkembang dan mendapat pengakuan internasional. Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen pertahun legitimasi Soeharto dan Golkar untuk berkuasa dan melanjutkan tidak lagi dipertanyakan.
Pilar ketersambungan politik daerah dengan pusat pada saat itu tidak lagi hanya pada NKRI dan Pancasila. Golkar bekerja keras dengan berbagai cara untuk memenangkan setiap Pemilu. Kemenangan Golkar di setiap daerah menjadi “simbol affinitas” antara daerah dengan pemerintah pusat.
Muzak Walad sebagai gubernur pada masa itu (1968-1978) sangat mengerti, apa arti kemenangan Golkar untuk pembangunan Aceh.
Tetapi ia juga sadar dan tidak sangat memaksa- seperti di propinsi lain- agar Golkar menang. Ia sangat paham dan Soeharto juga sampai tingkat tertentu paham, Aceh baru saja keluar dari konflik dengan label “ politik islam” yang sangat kental
Pada Pemilu pertama 1971, ketika di tiga “propinsi pemberontak”- Jabar, Sulsel, Sumbar,- ramai-ramai meninggalkan partai-partai Islam - Parmusi, NU, Perti, dan PSII, dan berbondong bondong pindah ke Golkar, di Aceh terjadi sebaliknya. Mayoritas pemilih meencoblos partai-partai Islam.
Golkar tidak pernah menang berkali-kali di Aceh sampai dengan pemilu 1987 ketika gubernur dijabat oleh Ibrahim Hasan. ( Bersambung)
Penulis: Sosiolog dan Guru Besar USK
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kapal Hampir Oleng, Panglima |
![]() |
---|
Menjaga Semangat Helsinki, Menjamin Keadilan OTSUS Aceh |
![]() |
---|
Dari Aceh Untuk Indonesia dan Dunia: Ajarkan Sejarah Aceh Dalam Muatan Lokal di Sekolah |
![]() |
---|
Kolegium Kesehatan Antara Regulasi dan Independensi |
![]() |
---|
Revisi UUPA, Pengkhianatan di Balik Meja Legislatif yang Menjajah Hak Rakyat Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.