Opini

Model Pembelajaran Berdiferensiasi

Fokus utamanya adalah pada perubahan perilaku dari peserta didik sebagai hasil dari proses belajar. Maka pendekatan belajar yang dipakai adalah scient

Editor: mufti
IST
Khairuddin SPd MPd 

Dalam pendidikan tentang pembelajaran berdiferensiasi, guru diperkenalkan pada setidaknya tiga dimensi diferensiasi. (1) diferensiasi proses, (2) diferensiasi konten, (3) diferensiasi produk. Bahkan ada teori yang menambahkan dengan diferensiasi lingkungan belajar. Lebih lanjut sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi begitu luas, selain empat dimensi tersebut, pembelajaran berdiferensiasi banyak jenisnya. Sebut saja pembelajaran berdiferensiasi berbasis kemampuan kognitif murid dikenal dengan Teaching at the Right Level. Pembelajaran berdiferensiasi berbasis kecepatan belajar murid disebut dengan adaptive learning.

Lalu benarkah hanya guru penggerak dan guru PPG saja yang mampu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi ? Tentu saja tidak. Banyak guru bahkan sebelum merdeka belajar sudah melakukan pendekatan bagi murid yang kelihatan lambat dalam pembelajaran. Pendekatan secara individu. Itulah diferensiasi proses. Ada pula guru yang merekayasa materi pembelajaran pendukung agar nanti murid dapat memahami materi inti lebih mudah, itulah diferensiasi konten. Bukankah hal tersebut sudah lama dilakukan oleh guru, tanpa tahu namanya pembelajaran berdiferensiasi.

Patut dipahami oleh guru juga bahwa dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi, tidak diharuskan memunculkan keseluruhan diferensiasi. Bias tersebutlah yang banyak membuat guru bingung dalam menerapkan pendekatan ini. Padahal perlu juga dimengerti oleh guru bahwa pembelajaran berdiferensiasi bukanlah tujuan dari pembelajaran, sehingga tidak setiap saat guru harus menerapkannya. Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi hanya tool atau alat membantu guru dalam mengajar agar memudahkan memberikan pemahaman materi pada murid. Itulah yang dimaksud dengan menghamba pada murid.

Bias gaya belajar

Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru kerap memahami harus dilakukan dengan kelompok. Pemahaman kelompok pun didasarkan pada gaya belajar. Berbagai teori menjelaskan bahwa gaya belajar bukan hanya tentang visual, auditori dan kinestetik (VAK). Namun tidak sedikit yang menerangkan bahwa gaya belajar hannyalah mitos semata.

Berbagai teori yang menerangkan bahwa gaya belajar yang diasessmen melalui angket sehingga menghasilkan kecenderungan belajar murid pada VAK adalah mitos di antaranya diungkapkan Pashler (2008), Kratzig dan Arbuthnott (2006) serta Husmann & O'Loughlin (2018). Namun saya sendiri meyakini bahwa gaya belajar valid adanya, namun bukan hanya VAK. Salah satu teori valid gaya belajar dapat dibaca pada buku Quantum Learning oleh Bobby dePorter tahun 1992.

Meski valid, namun gaya belajar tidaklah dijadikan sebagai kelompok belajar murid. Malah diberi nama, kelompok visual, kelompok auditori atau kelompok kinestetik, sangat keliru. Gaya belajar hannyalah kecenderungan, bisa saja cenderungnya lebih dari satu, lalu bagaimana bisa dibuat kelompok belajar. VAK patut dikenali oleh guru untuk diberikan penanganan secara individual, bukan secara kelompok yang justru tidak memerdekakan murid.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved