Kupi Beungoh
Kontroversi Konser di Aceh: Benturan Antara Seni dan Syari'at Islam
Industri hiburan, termasuk konser musik bisa menjadi sumber pendapatan bagi banyak pihak, termasuk pedagang kecil yang berjualan di sekitar lokasi.
Aceh memiliki kekayaan budaya yang khas dan unik. Musik tradisional Aceh, seperti Rapai, Saman, Seudati, dan Didong, memiliki makna dan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam.
Konser musik modern, terutama yang mengusung genre musik Barat, sering kali dianggap menggerus nilai-nilai budaya lokal.
Bagi sebagian masyarakat Aceh, menjaga keaslian dan kelestarian budaya lokal merupakan bagian dari identitas dan kebanggaan mereka sebagai masyarakat Aceh.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa generasi muda Aceh juga merupakan bagian dari masyarakat global yang terpapar oleh berbagai pengaruh budaya luar.
Kebutuhan akan hiburan modern seperti konser musik juga hadir di tengah-tengah mereka.
Pertentangan ini menciptakan dilema antara mempertahankan nilai-nilai tradisional dan memenuhi kebutuhan hiburan generasi muda.
Tidak semua masyarakat Aceh menentang konser musik.
Ada pula yang berpendapat bahwa musik merupakan bagian dari seni dan kreativitas yang tidak selalu bertentangan dengan ajaran Islam.
Mereka berpendapat bahwa dengan pengaturan dan pengawasan yang ketat, konser musik bisa diselenggarakan tanpa melanggar syariat Islam.
Misalnya, dengan memastikan lirik lagu yang dibawakan tidak mengandung unsur negatif, memisahkan area penonton laki-laki dan perempuan, serta menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan norma Islam.
Saya selaku penulis, menekankan bahwa Islam tidak anti terhadap seni dan hiburan, selama tidak melanggar aturan dan norma agama.
Hal ini juga sudah dijelaskan dalam Fatwa MPU Aceh Nomor 12 Tahun 2013 tentang Seni Budaya dan Hiburan Lainnya.
Dalam sejarah Islam, banyak tokoh dan ulama yang menghargai seni, termasuk musik, sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa syukur dan cinta kepada Allah.
Dengan demikian, konser musik bisa dianggap sebagai bentuk ekspresi seni yang positif jika dikelola dengan baik.
3. Dampak Ekonomi dan Sosial
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| MQK Internasional: Kontestasi Kitab, Reproduksi Ulama, dan Jalan Peradaban Nusantara | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Menghadirkan “Efek Purbaya” pada Penanganan Stunting di Aceh | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Aceh, Pemuda, dan Qanun yang Mati Muda | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|

												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.