Kupi Beungoh

Qismullah Yusuf : Elegi, Ode, Doa, dan Panglima Itam - Bagian Dua

Ujung konflik itu kemudian diakhiri dengan sebuah perdamaian monumental dalam sejarah Republik.bahkan kawasan ASEAN, dan mungkin juga dunia.

|
Editor: Firdha Ustin
For Serambinews
Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh Ahmad Humam Hamid *)

Adalah bang Qis yang menjadi teman diskusi dan berdebat gubernur Irwandi untuk realisasi proyek meningkatkan kwalitas, harkat, dan martabat para pemuda Aceh untuk belajar ke berbagai pelosok mancanegara.

Ini adalah sebuah anugerah, penyembuh, dan obat pelipur lara dari sebuah negeri yang telah behenti dari amukan kemarahan, dendam, pengkhianatan, pembunuhan, dan kematian.

Ujung konflik itu kemudian diakhiri dengan sebuah perdamaian monumental dalam sejarah Republik.bahkan kawasan ASEAN, dan mungkin juga dunia.

Bang Qis dengan sangat hati-hati dan energik memulai proyek itu dengan membangun fondasi, memberi roh dan rupa fisik dari program besar itu.

Ilmu pendidikan yang dimilikinya, keluasan bacaan dan pengetahuan yang dikuasai, dan ketrampilan managemen organisasi, menjadikan LPSDM Aceh mulai berbinar Kemampuan membangun jaringan dengan berbagai kampus di Eropah, AS, dan kawasan lainnya memberikan energi untuk lompatan besar penyiapan SDM Aceh.

Sayang sekali, program ini kemudian ditelantarkan oleh pengganti gubernur Irwandi, dimulai dengan pemberhentian bang Qis dari LPSDM. Lembaga itu kemudian berjalan apa adanya.

Sayang sekali, bang Qis belum sempurna membangun kelembagaan LPSDM itu. Namun dengan berjalan tertatih tatih, LPSDM Aceh sampai dengan hari ini, telah mengirim ribuan putera puteri Aceh untuk belajar dalam berbagai bidang di kampus-kampus internasional.

Qismullah memang mempunyai minat yang sangat luas. Betapapun sibuknya ia selalu membaca dalam artian ia adalah kutu buku yang rakus bacaan.

Ketika sampai kepada topik sejarah klasik Aceh ia tahu dan mampu bercerita berhari-hari tentang kisah para pembesar, ulama, dan pejuang Aceh.

Ia mampu bercerita banyak tentang sejumlah orang-orang kecil di Pidie yang membunuh Belanda sendirian yang kemudian dalam catatan Belanda disebut dengan istialah Aceh Pungo- “Aceh Moorden.”

Ia misalnya, dengan sangat runtut menceritakan kisah Apa Noh, seorang pemuda yang belum akil baligh dari Lameulo-Kota Bakti. Apa Noh ingin bergabung dengan pemberontak Muslimin melawan Belanda.

Ketika ia datang sendirian menjelang maghrib ke sebuah lokasi antara Keumala dan Tangse ia ditolak dan ditertawakan oleh para pejuang karena ia belum dewasa. Karena Apa Noh terus mendesak, akhirnya seseorang dari pejuang Muslimin itu memberi syarat. Tiket untuk bergabung dengan Muslimin, hanya satu, bunuh Belanda.

Apa Noh pulang ke kampungnya, dan hanya dalam tempo dua hari, Lameulo geger, pasukan Belanda datang. Pasalnya, Kontroler Belanda mati terbunuh dengan tusukan ganda di dada dan perutnya. Siapa pembunuhnya? Ya Apa Noh. Bagaimana caranya?

Bang Qis sambil terkekeh menceritakan siasat Apa Noh yang mebawa ayam jantan di suatu pagi minggu di depan rumah Kontroler Belanda di Lameulo itu. Ia tahu sang kontroler paling suka menyabung ayam.

Hanya dua kali bolak balik, jebakan itu berhasil. Ia dipanggil oleh kontroler dań mengajak laga ayam jantan Apa Noh dengan ayam jantan sang kontroler.

Ceritanya kemudian sangat gampang ditebak. Karena bangun tidur hari minggu, sang kontroler keluar dari rumah nya ke halaman dengan memakai kain sarung. Ia duduk berjongkok menikmati ayam yang berlaga.

Kesempatan itu tak dibiarkan Apa Noh. Sang kontroler ditikam dałam dua kali dengan “ sikin tuangan”- pisau besi paling tajam. Ia kemudian lari meninggalkan Belanda yang sedang sekarat.

Bang Qis menuturkan dengan indah bagaimana Apa Noh berlari kecil dari Lameulo kearah Keumala, melewati Keumala Dalam, dan mendekati Tangse.

Menjelang maghrib ia tiba di depan kamp pejuang Muslimin. Dari jauh sang komandan Muslimin berteriak, “soe nyan, ke eu beugot”- siapa itu, lihat dan perhatikan dengan seksama.

Seseorang dari balik semak menjawab dengan suara keras “ Si Noh Teungku”- Si Noh tengku. Sang Komandan menjawab, “nyan Aneuk kuh, ka kapoh kaphe nyak”- dia anak ku, kau telah membunuh sang kafir anak ku. Tiket untuk menjadi pejuang Muslimin itu telah ada untuk Apa Noh.

Sengaja saya menceritakan kisah Apa Noh itu yang diceritakan Qismullah hanya untuk memberi ilustrasi kemampuan berceritanya dan ingatannya yang tidak biasa.

Kita bisa terkesima mendengar cerita, bak seorang “story teller” -pencerita profesional. Suaranya lembut, jernih, tersenyum,dengan tatapan mata yang sayu, kadang keras terkendali.

Bang Qis punya koleksi cerita klasik yang tak pernah habis, yang mungkin ia dapatkan dari sejarah dengan cara tutur “ oral history” yang kaya. Ia bisa bercerita berhari-hari, tentang kecerdasan, kehebatan, kepahlawanan Tgk Syik Pante Geulima di Meureudu, Tgk Syik Trueng Capli di Teupin Raya, dan Tgk Syik di Pasi, bahkan mungkin dałam sejumlah Trilogi yang tak pernah selesai.

Ia bisa bercerita berhari-hari tentang Pelabuhan Nyong di pesisir Lueng Putu, yang pernah menjadi markas Angkatan Laut Kerajaan Aceh.

Saya kadang berseloroh ketika kami ngopi sore di Solong Ulee Kareng, bahwa cerita itu hanya mitos. Lalu ketika ia menunjukkan fakta-fakta fisik, dan cerita rakyat, saya tak berani lagi mebantahnya.

Ketika topik topik inti selesai kami bahas, seperti anak kecil, saya selalu meminta bang Qis untuk bercerita tentang sejarah klasik Aceh yang tak tertulis.

“What story you want me tell”- cerita apa yang kamu mau dengar ? dia bertanya. Saya menjawab “The never ending story” - cerita yang tak pernah selesai,.

Lalu dia mulai menawarkan saya list cerita yang ada dalam lemari ingatannya yang tak biasa itu. Saya lalu memilih, dań hanya azan maghrib yang membuat cerita itu terputus.

Suatu hari, dalam sebuah pertemuan makan siang, kawan saya, Dr. Baidowi, Direktur Eksekutif sekolah Sukma Bangsa menyampaikan kepada saya bahwa ia mulai berpikir untuk membukukan sejarah perjuangan Panglima Itam. Itam adalah seorang pejuang Pidie generasi akhir yang ditangkap oleh Belanda.

Ia adalah pedagang kaya, ahli spionase, panglima perang, dan pengawal utama Sultan Muhammad Daud- sultan terakhir-ke 38 Kerajaan Aceh, yang dibuang-dikeluarkan oleh Belanda dari Aceh.

Panglima Itam adalah keturunan migran Turki yang benama Efendi Muhammad Risyad, yang secara kebetulan adalah kakek buyut Surya Paloh, pengusaha besar nasional dan pendiri sekaligus ketua umum Partai Nasional Demokrat-Nasdem. 

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar USK

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved