Kupi Beungoh

Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 : Aceh, Surya Paloh, dan Tahun Tahun yang Hilang - Bagian XXI

Mendiskusikan Surya Paloh sebagai orang Aceh yang “besar” dan “berpengaruh” dalam percaturan politik nasional, adalah satu perkara yang biasa.

Editor: Firdha Ustin
FOR SERAMBINEWS.COM
Sosiolog dan Guru Besar USK, Prof Ahmad Humam Hamid 

Ahmad Humam Hamid *)

Menulis atau mendiskusikan Surya Paloh sebagai orang Aceh yang “besar” dan “berpengaruh” dalam percaturan politik nasional, terutama di era reformasi adalah satu perkara yang biasa.

Tetapi membicarakan namanya dalam konteks Aceh dan keacehan, jarang dilakukan orang, kecuali mungkin bahwa ia adalah putera Aceh asli yang ketika hidup dengan orang tuanya, pernah makan “asam keueung” dan “keumamah”

Ada sebuah ruang kosong antara Aceh dan Surya Paloh yang jarang dibicarakan. Hal itu menyangkut peran “intermediary” yang berkonotasi dengan “jembatan” penting Aceh dengan pusat kekuasaan, atau lingkaran pusat kekuasaan. Hal itu berpotensi ia perankan pada peride pertama SBY-JK, dan paling kurang 8 tahun selama presiden Jokowi memerintah.

Semenjak Aceh memasuki fase pasca damai ada sejumlah masalah Aceh dengan Jakarta yang tidak selesai, tidak diselesaikan, atau tidak pernah akan selesai. Hal itu dapat atau mungkin terjadi, karena bisa saja kegagalan Aceh “mengerti” dan “memahami” Jakarta dengan baik, ataupun sebaliknya.

Jarang sekali elit Aceh mampu mencari jalan keluar dari berbagai masalah, mulai dari operasionalisasi UUPA/2007, dan berbagai proyek besar nasional yang kelihatannya telah hampir gagal.

Observasi sepintas misalnya, menunjukkan Surya Paloh secara sengaja dan hati-hati ingin berbuat sesuatu , bahkan yang terbaik untuk Aceh. Pertanyaannya kemudian, pernahkan Aceh, tepatnya elit Aceh datang ke Surya Paloh dan meminta perhatian atau bantuan kepadanya.

Sayang, berbagai upaya yang ia lakukan belum pernah menemukan formatnya dengan berbagai alasan.

Akibatya, banyak persoalan dan momentum yang seharusnya terselesaikan dan memberikan manfaat untuk pembangunan Aceh menjadi sia-sia. Ilustrasi pada alenia-alenia berikut, menggambarkan bagaimana perhatian pusat ke berbagai daerah menjadi berbeda.

Ketika daerah mempunyai “sandaran” , bahkan kadang dapat menjadi “the guardian” pengawal kepentingan daerah, terutama yang menyangkut dengan kebijakan pemerintah pusat, maka jaminan suksesnya sangat besar.

Ilustrasi kecil perbandingan Aceh dan Sumatera Utara, dalam hal investasi misalnya, menjadi sangat berbeda ketika yang satu ada perhatian, ada solusi, bahkan ada pengawalan, sementara yang satu lagi nyaris berjalan apa adanya.

Berita investasi besar pemerintah di sejumlah kawasan di seluruh Indonesia bukanlah hal yang luar biasa, karena begitulah lazim pembangunan berlangsung adanya.

Akan tetapi ketika ada sebuah kawasan tertentu, yang potensinya biasa, atau tidak sangat luar biasa, namun mendapat perhatian yang sangat luar biasa dari pemerintah, tentu ada rasa ingin tahu mengapa dan kenapa?

Sebut saja investasi Kawasan Danau Toba, di kabuparen Toba dan 5 kabupaten lainnya, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mengkei di kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Kedua proyek besar itu bahkan masuk dalam program andalan nasional, atau lazimnya di sebut program strategis nasional

Proyek Kawasan Parawisata Danau Toba adalah salah satu proyek andalan pemerintah untuk pembangunan parawisata. Dalam 6 tahun terakhir, tidak kurang dari 8 triliun rupiah telah diinvestasikan pemerintah di sana.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved