Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 : Aceh, Surya Paloh, dan Tahun Tahun yang Hilang - Bagian XXI
Mendiskusikan Surya Paloh sebagai orang Aceh yang “besar” dan “berpengaruh” dalam percaturan politik nasional, adalah satu perkara yang biasa.
Disamping pembangunan bandara internasional Silangit, di Si Borong- Borong, sejumlah ruas jalan tol, dan 13 pelabuhan baru sepanjang tepian Danau Toba telah dibangun.
Tak cukup dengan bandara Silangit, diujung Danau Toba yang lain sekitar 70 kilometer, dibuat satu lagi, yakni Lapangan terbang Sibisa yang terletak di Rantau Parapat.
Investasi negara yang lain, semenjak pemerintahan SBY, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus,KEK Sei Mengkei telah dimulai dan kini terus dilanjutkan.
Pembangunan kawasan KEK di kabupaten Simalungun, telah menelan investasi tidak kurang dari 20 Triliun rupiah. Disamping pembangunan kawasan, perhatian terhadap pembangunan pelabuhan Belawan, dan pelabuhan Kuala Tanjung juga dijadikan basis untuk menjamin jalur logistik dan konektivitas KEK Sei Mangkei itu.
Kegiatan utama KEK Sei Mangkei ditujukan untk industri kelapa sawit, karet, pariwisata dan logistik.
KEK Sei Mangkei diharapkan akan menjadi pusat pengembangan industri kelapa sawit dan karet hilir berskala besar.
Proyek itu nantinya di andalkan akan mempunyai daya kompetitif regional dan global. KEK ini juga membuka diri untuk berbagi potensi industri lainnya terutama di sektor hilir dengan nilai tambah yang tinggi.
Bandingkanlah kedua kawasan itu dengan apa yang telah didapatkan Aceh semenjak masa presiden BJ Habibie, sampai dengan hari ini . Ambil saja contoh keputusan presiden Jokowi yang memberikan status Kawasan Ekonomi Khusus- KEK Arun pada 2016.
KEK Arun yang awalnya direncanakan akan menjadi kawasan petrokima terbesar di ujung barat Indonesia, kini tak terdengar lagi.
Kerjasama Pertamina, PT Pelindo III, PT Pupuk Isakandar Muda, dan pemerintah Aceh, untuk pembangunan KEK Arun kini nyaris tak terdengar, bahkan telah dikeluarkan dari daftar proyek strategis nasional.
Contoh lain, yang juga tidak kurang adalah pemberian status kawasan ekonomi bebas untuk Sabang dan Pulau Aceh, yang kemudian terjelma dalam bentuk otorita BPKS.
Semenjak masa pemerintahan BJ Habibie sampai hari ini, sekitar ri 1,5 triliun rupiah telah dikucurkan untuk BPKS dan daya tendang ekonominya nyaris tak terlihat.
BPKS, proyek politik pemerintah pusat untuk damai Aceh masih saja berjalan rutin, tak ada innovasi, tak ada kreativitas. Lembaga ini belum mampu berevolusi apalagi ber revolusi menjadi pilar penting pembangunan Aceh.
BPKS yang dalam mimpi awal rakyat Aceh diharapkan akan menjadi pintu masuk Aceh kedalam konekvitas global melalui samudera Hindia dan Selat Malaka, sampai hari ini belum terwujud (Bersambung)
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar USK
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.