Opini
Aceh Melawan Kotak Kosong?
Sosok yang muncul saat ini pun masih didominasi oleh wajah-wajah lama dengan beragam latar profesi.
Idealnya kompetisi dalam era demokrasi merupakan keniscayaan. Fatsun politik dalam koridor politik yang beretika bukan nirethic. Politik yang berkeadaban (civilized) bukan kebiadaban (uncivilized), hanya akan tercapai jika masing-masing pihak (khususnya para paslon dan timses) mengedepankan prinsip adil dan terbuka (fairness). Minimal fungsi ‘cek dan ricek’ antar sesama kontestan akan tampak berjalan secara kasat mata.
Sebaliknya situasi tidak akan berlangsung demikian jika kontestan hanya tersedia untuk satu pilihan saja. Manakala para kontestan lebih dari satu paslon, kompetisi yang berlangsung pun akan memiliki daya saing (competitiveness) satu dengan lainnya.
Publik akan disuguhkan sebuah pemandangan yang elegan tatkala masing-masing kontestan dengan sepenuhnya tampak bekerja maksimal untuk melahirkan dan menyajikan program-program alternatif yang dibutuhkan publik Aceh dewasa ini. Ide dan gagasan besar pun akan muncul dimotori oleh figur-figur cerdas yang amanah dan memberi arah pembangunan secara konkret selama periode 5 tahun kepemimpinannya nanti.
Kompetisi yang sehat akan membuka jalannya kontestasi yang kondusif. Kerja-kerja aparat penyelenggara pemilu seperti KIP maupun Panitia Pengawas Pemilihan pun akan lebih intensif, terukur dan produktif dalam melaksanakan rutinitasnya. Dan akhir dari kondusifnya kompetisi yang berjalan tersebut akan mampu menghadirkan demokrasi yang berkualitas, serta pemimpin yang dihasilkan pun merupakan sosok yang berkompeten.
Bukan pada zamannya lagi, Publik Aceh terus dininabobokan dengan mimpi dan harapan kosong yang tidak jelas ujung-pangkalnya. Buaian romantisme perjuangan masa lalu yang sejatinya menjadi modal pembangunan namun pada kenyataannya selama ini hanya menjadi komoditas politik golongan.
Tidak terlihat upaya konkret untuk menengahi permasalahan Aceh dari hulu ke hilir. Tata kelola pemerintahan yang berjalan dalam beberapa periode kepemimpinan terakhir tidak lebih dari ‘manajemen pemadam kebakaran’, dimana pemerintah hanya hadir saat masalah muncul ke permukaan yang sarat dengan pencitraan, bukan saat dibutuhkan. Maka mari berbenah, Aceh masih punya kesempatan!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.