Berita Banda Aceh

Ratusan 'Anak Surga' Terselamatkan oleh BPJS, Peran C-Four Aceh Tak Sia-sia

Alwin ternyata mengidap kanker ganas, bengkak pada bagian pipi kirinya membuat Alwin tak bisa mengucapkan kalimat dengan sempurna.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Teuku Raja
Rauzah (kanan) penyintas kanker, dan Alwin (kiri) pengidap kanker mulut, mereka merupakan pasien RSUDZA yang tinggal di rumah singgah C-Four selama masa pengobatan. 

Anak-anak penderita kanker tersebut tengah menjalani pengobatan di RSUD Zainoel Abidin, dengan sebagian besar berasal dari luar daerah. Mereka setidaknya membutuhkan waktu berhari-hari untuk berobat maupun kontrol ulang. 

Ratna Eliza, pendiri Rumah Singgah C-Four (Children Cancer Care Community) Aceh foto bersama anak-anak kanker di rumah singgah itu, Kamis (17/2/2022)
Ratna Eliza, pendiri Rumah Singgah C-Four (Children Cancer Care Community) Aceh foto bersama anak-anak kanker di rumah singgah itu.

Berdirinya rumah singgah C-FOUR ini tak terlepas dari peran Ratna Eliza.

Sejak didirkan pada tahun 2014, Ratna mengatakan sudah hampir 400 anak-anak penderita kanker yang tinggal di rumah singgah untuk berobat ke RSUDZA.

Rata-rata, anak-anak penderita kanker datang berobat ke RSUDZA sudah memasuki stadium tiga. Mendapati hal ini, Ratna mengungkap setengah dari jumlah tersebut meninggal dunia.

"Hampir 400 anak surga yang sudah dibantu dan tinggal di C-Four, setengah lebihnya meninggal. Jadi rata-rata pasien di sini yang kita terima itu udah stadium tiga atau stadium lanjut. Banyak faktor yang mempengaruhinya kenapa mereka terlambat berobat, faktor pertama mungkin mereka masih percaya dukun bukan langsung berobat medis," kata Ratna Eliza, Founder C-Four Aceh.

Meski C-Four berfokus pada anak-anak penderita kanker, namun Ratna mengungkap jika mayoritas 'anak surga' yang tinggal di C-Four lainnya adalah anak penderita leukimia menyusul hidrosefalus.

"Ketika berobat kan mereka tidak langsung pulang, misalnya tunggu jadwal check-up keluar dan tunggu obat, pemeriksaan darah, torax, scan, MRI, jadi waktu-waktu yang mengharuskan mereka menunggu ya tinggal sementara di C-Four tapi tetap pelayanannya itu di rumah sakit bersama dokter," katanya.

Hadirnya C-Four tidak hanya menjadi rumah singgah tetapi juga ikut andil dalam pendampingan serta menyediakan obat untuk anak penderita kanker jika stok di rumah sakit habis.

C-Four juga membantu dalam pembelian mata palsu, dimana dalam hal ini tidak ditanggung BPJS karena merupakan bagian dari estetika.

"Ada beberapa yang tidak di cover sama BPJS, misalnya obat kadang kosong, ini dibeli sendiri, ini tugas kami membeli. Kemudian mata palsu, si Rauzah dua kali ganti mata palsu, ini tidak diganti BPJS, harganya bervariasi mulai 500 ribu sampe 1 juta, nah itu kita yang bayar, tapi untuk operasi ditanggung BPJS," terang Ratna.

Pengobatan Pasien Kanker Ditanggung BPJS

Pengobatan anak-anak penderita kanker yang berasal dari keluarga kurang mampu di rumah singgah C-Four itu semuanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan, dimana seluruh biaya iurannya ditanggung oleh Pemerintah Aceh melalui program JKA.

Tak hanya penerima JKA, Ratna juga sempat cemas dengan isu kebijakan Pemprov Aceh menghentikan JKA beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, pasien kanker dampingan mereka gundah jika harus keluar sebagai peserta JKA sekaligus tidak terdaftar dalam JKN. Namun, Ratna bersyukur penghentian program JKA tidak jadi dilakukan oleh Pemprov Aceh. 

Hanya saja dalam hal ini, Ratna menegaskan bahwa Pemprov Aceh dan pihak terkait harus lebih selektif lagi dalam verifikasi data-data penerima JKA.

"Saya pernah bilang untuk JKA jangan dihapuskan tapi sebaiknya data-data masyarakat Aceh itu yang perlu diperbaharui, kalau perlu ditacking deh mislanya dia punya JKA, telusuri rumahnya permanen apa nggak, milik sendiri apa nggak, berapa pendapatannya itu yang harus dilihat, jangan nanti orang kaya pakai juga JKA sedangan yang miskin nggak dapat apa-apa," tegas Ratna.

Apresiasi pelayanan BPJS

Tak hanya Ratna, Rosmiati dan Sasmawarni juga mengapresiasi pelayanan BPJS di Aceh. 

Selama melakukan pengobatan untuk 'anak surga' mereka yang menderita kanker, menurutnya tidak ada perbandingan pelayanan antara kelas satu, dua dan tiga.

"Kalau saya tanya sama pasien seperti apa, tetap mereka dilayani, apalagi dengan pasien-pasien kanker yang kondisinya urgent, kemo ya tidak boleh telat, obat kemo kan mahal. Dengan adanya JKA ini memang sangat membantu, apalagi pasien kita C-FOUR Ini orang-orang yang menengah ke bawah, miskin ibaratnya jadi memang mereka mengharapkan pelayanan kesehatan ini gratis," kata Ratna. 

Sebagai koordinator C-Four Aceh, Ratna juga sempat memberi usulan kepada BPJS Kesehatan di Aceh agar memudahkan penggunanya dalam berobat. 

Adapun usulan tersebut adalah meminta BPJS Kesehatan memberi kemudahan bagi keluarga pasien untuk memindahkan Fasilitas pelayanan kesehatan agar bisa mendapat rujukan kembali tanpa harus kembali ke daerah asal, permintaan ini dilakukan karena pasien kanker di C-Four mayoritas berasal dari luar Banda Aceh. 

Dengan cara tersebut, keluarga pasien tidak perlu bolak-balik ke daerah asal hanya untuk mengurus surat rujukan. Hal ini berlaku bagi keluarga pasien apabila surat rujukan sudah lewat dari tanggal yang ditentukan dan anak masih berobat di Banda Aceh.

"Saya ada kasih masukan ke BPJS, ketika rujukan itu mati kan otomatis mereka balik ke daerah, nah alhamdulilah dikasih kemudahan sama BPJS nya, jadi mereka bisa pindah faskes ke RS atau puskesmas di sini (Banda Aceh) untuk ambil rujukan di sini kita tinggal kasih rekam medisnya," pungkas Ratna. (Serambinews.com/Firdha Ustin)

*Artikel ini diikutsertakan untuk Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan 2024 yang digelar pada Juli 2024.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved