Opini
Pilkada Calon Tunggal
Pemilihan gubernur/wakil gubernur untuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tidak dilakukan dengan Pilkada, melainkan dengan penetapan lantaran merujuk
Bila kita analisa data di atas, mulai dari gelombang pertama hingga gelombang keempat Pilkada serentak (2015-2020), peningkatan jumlah calon tunggal meningkat drastis. Sesuatu yang tidak baik dalam kehidupan demokrasi kita, tentu ada persoalan yang membuat fenomena ini muncul.
Calon tunggal seolah-olah menjadi kegemaran baru partai politik, dalam upaya menang lebih awal, sebelum proses pemungutan dan penghitungan suara berlangsung. Sebab kalau kita baca hasil Pilkada pada daerah-daerah yang cuma memiliki calon tunggal, hasilnya semua calon tunggal akhirnya menang mengalahkan kotak kosong.
Skema pencalonan
Secara garis besar, ada tiga kondisi yang mempengaruhi potensi menghadirkan pasangan calon tunggal dalam Pilkada. Titik tumpu proses tersebut berada dalam lingkup teknis pencalonan bakal pasangan calon. Tiga kondisi tersebut bisa terbagi dalam fase pendaftaran, penelitian dan setelah penetapan, PKPU 8/2024, Pasal 134, 135 dan 136.
Pertama, dalam fase pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon yang melakukan pendaftaran. Pada kondisi ini, KIP Aceh/KIP kabupaten/kota, berkewajiban melakukan perpanjangan pendaftaran kembali; mengupayakan pasangan calon tidak hanya satu saja. Setelah diperpanjang dan ditutup masa perpanjangan pendaftaran, bila tidak ada calon baru mendaftar, maka dipastikan Pilkada melawan kotak kosong.
Kedua, fase penelitian, terdapat pasangan calon yang mendaftar lebih dari satu pasangan calon. Tetapi, sesudah melewati proses seleksi administrasi hanya satu pasangan calon yang memenuhi syarat, sedangkan pasangan yang lain memiliki kecacatan administrasi serta tidak memperbaikinya.
Hal lain yang bisa saja terjadi adalah partai politik atau gabungan partai politik tidak mengajukan/menyodorkan calon penganti pada masa pengajuan calon pengganti. Maka dapat dipastikan akan terjadi Pilkada dengan satu pasangan calon, atau lebih dikenal dengan istilah lawannya kotak kosong.
Ketiga, fase setelah penetapan calon, terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan atau terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap. Sehingga hanya menyisakan satu pasangan calon. Kondisi ini mengakibatkan Pilkada dengan kotak kosong.
Kalau begitu, bila melihat tiga fase di atas, maka pasangan calon tunggal bisa muncul karena terdapat pasangan calon yang mendaftar tetapi kurang serius dalam melewati proses pendaftaran/kurang serius/tidak lengkapnya dokumen pendaftaran atau dokumen bakal calon, sehingga ditetapkan tidak memenuhi syarat (TMS).
Bila pun ada daerah di Aceh yang hanya satu pasangan calon saja, maka kemenangan akan dicapai bila pasangan calon tunggal tersebut mendapatkan suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari suara sah. Bila gagal, alias menang kotak kosong, maka Pilkada akan digelar pada gelombang selanjutnya atau 5 tahun ke depan.
Harapan Kepada 17 Guru Besar UIN Ar-Raniry, Penuntun Cahaya Bagi Umat |
![]() |
---|
Humas dan Media di Era Digital, Ibarat Jembatan dan Jalan Membangun Komunikasi dan Citra Institusi |
![]() |
---|
Ayah, Pulanglah dari Warung Kopi, Semai Cinta di Rumah |
![]() |
---|
Haruskah Karya Anak Bangsa Terindeks Scopus |
![]() |
---|
Menyusui dan Dukungan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.