Breaking News

Citizen Reporter

Fenomena Orang Dalam

Sepanjang kiprahnya, setidaknya ada dua tema lagu yang akan dinyanyikan para ordal menyertai

Editor: Ansari Hasyim
IST
ZULKIFLI ABDY, Pemerhati Isu-Isu Sosial dan Politik, berdomisili di Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh 

Kendati menjadi orang yang sangat penting di awal, tetapi tidak jarang ordal dikecewakan oleh orang yang pernah dijembataninya. Hal mana terjadi setelah yang bersangkutan telah berada di dalam, bahkan akhirnya ordal dilupakan oleh orang yang pernah menjadi "pasiennya".

Di situlah suka-dukanya kalau kita sudah telanjur dipandang khalayak sebagai ordal dengan segala konsekuensinya. Karena tahu ada konsekuensi yang mungkin akan dialaminya, ordal pun telah terbiasa dan mulai pandai menyiasati, dengan mengambil kesempatan memanfaatkan fasilitas apa saja yang mungkin dari "pasiennya", sebelum yang bersangkutan dimasukkan ke dalam lembaga atau sistem yang diinginkan.

Informasi yang berasal dari ordal selalu menarik di ruang publik, kendati belum tentu juga valid, karena tidak semua dinamika di dalam dapat diketahui dengan mudah oleh ordal, terutama untuk hal-hal yang bersifat strategis.

Namun setidaknya, informasi dari ordal dapat dijadikan indikator tentang dinamika di dalam atau setidaknya akan menjadi isu yang patut ditunggu dan diuji kebenarannya.

Kendati ordal bukanlah suatu profesi, tetapi orang tertentu sangat menikmati keberadaannya di posisi tersebut. Bahkan, boleh jadi menjadi suatu kebanggaan, karena menjadi sosok yang dibutuhkan, bahkan dicari dan didekati banyak orang.

Suatu hari saya pernah mengalami, ketika foto-foto yang saya jepret sendiri pada sebuah perhelatan, saya kirimkan kepada seorang sahabat yang kebetulan ada dalam foto tersebut. Setelah menerima foto itu, sahabat tersebut membalasnya dengan mengomentari, "Wah foto yang sangat keren, saya terima langsung dari ordal", seraya tak lupa mengakhirinya dengan emoji yang menggambarkan ibu jari.

Ketika membaca balasan itu, saya pun tersenyum, dan manusiawi saja kalau saya sedikit merasa tersanjung, tetapi yang lebih merasuki perasaan saya ketika itu justru merasa tersindir.

Secuil kisah ini pula yang akhirnya menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini.

Begitulah, ketika sebutan ordal dilekatkan pada seseorang, bisa menimbulkan rasa tersanjung, tetapi dapat pula berdampak orang merasa canggung dan salah tingkah.

Suatu jabatan, baik itu jabatan di lembaga eksekutif, maupun di lembaga legislatif, tentu ada batas waktu atau periodesasi. Demikian pula bagi ordal, keberadaannya sangat tergantung pada tokoh atau pejabat yang di luar sana biasa dia wakili.

Bukankah ada tamsil yang berbunyi, "Sekali musim berubah, setiap itu pula tepian berpindah."

Demikian pula di dalam dunia politik misalnya, ketika kontestasi politik usai dan pemenangnya telah pula ditentukan, biasanya kelompok pemenang dan pendukung dengan sendirinya akan menjadi ordal di dalam sistem yang baru terbentuk. Sementara, kelompok yang kalah mesti rela dan ikhlas menjadi kelompok yang berada di luar sistem. Inilah yang kerap kali membuat para pecundang menjadi limbung.

Bagi yang idealis dan konsisten, mereka lebih merasa terhormat menjadi oposisi, walaupun dalam sistem demokrasi yang kita anut tidak mengenal istilah oposisi.

Bagi yang cenderung pragmatis atau memiliki kepentingan jangka pendek, tentu akan berupaya dengan berbagai cara, bahkan bila perlu dengan melakukan pendekatan atau "tawar-menawar" politik, supaya dapat masuk untuk menjadi bagian dari koalisi pemenang, dan sekaligus menjadi orang dalam tentunya.

Dalam kondisi seperti inilah sesungguhnya idealisme dari seorang politisi atau kelompok kepentingan sedang menghadapi ujian, setidaknya ujian dalam mendengar dan menyahuti bisikan nuraninya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved