Jelang Pilkada Aceh

Adu Kuat Mesin Parpol

Beberapa hal menarik terlihat setelah Redaksi Serambi mengumpulkan dari para wartawan Serambi Indonesia di seluruh Aceh, sejak tiga hari lalu.

Editor: mufti
KOLASE SERAMBINEWS.COM
Pertarungan Mualem-Dek Fadh dan Bustami-Tu Sop di Pilkada Aceh 2024 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Genderang Pilkada 2024 telah ditabuh. Total ada 80 pasangan bakal calon yang sudah mendaftarkan diri ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan kabupaten/kota di seluruh Aceh. Pada Sabtu dan Minggu kemarin, para paslon ini pun sudah mengikuti tes kesehatan di Rumah Sakit dokter Zainoel Abidin Banda Aceh.

Beberapa hal menarik terlihat setelah Redaksi Serambi mengumpulkan dari para wartawan Serambi Indonesia di seluruh Aceh, sejak tiga hari lalu. Misalnya ada 3 daerah yang memiliki 5 pasangan calon, yakni Langsa, Aceh Tengah, dan Simeulue. Sementara dua kabupaten berpotensi melawan kotak kosong, karena hanya ada satu pasangan calon, yakni Aceh Utara dan Aceh Tamiang. Lalu, ada 12 paslon independen di 11 kabupaten/kota. Satu kabupaten, yakni Aceh Jaya, bahkan memiliki dua pasangan calon independen atau perseorangan.

Untuk level provinsi atau Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur Aceh, hanya ada dua pasangan calon, yakni Muzakir Manaf berpasangan dengan Fadhlullah, serta Bustami Hamzah berpasangan dengan Muhammad Yusuf A. Wahab.

Untuk diketahui, berdasarkan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA), pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh harus memiliki dukungan minimal 13 kursi (dari 81 kursi) partai politik di DPR Aceh. Kedua pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Aceh ini telah memenuhi persyaratan tersebut. 

Meski demikian, tetap menarik untuk melihat seberapa besar kekuatan masing-masing parpol pengusung dan pendukung paslon cagub dan cawagub yang akan bertarung di Pilkada Aceh 2024. 

Data dihimpun Serambi, total parpol pengusung pasangan Mualem-Dek Fadh memiliki 52 kursi di DPRA dan 361 kursi di DPR RI. Sementara parpol pengusung pasangan Om Bus-Tu Sop memiliki 29 kursi di DPRA dan 219 kursi di DPR RI. Selain itu, kedua pasangan ini juga didukung oleh sejumlah parpol nonparlemen atau tidak memiliki kursi di DPRA maupun DPR RI.

Muncul pertanyaan, apakah ada hubungan langsung antara kekuatan atau perolehan kursi parpol pendukung di DPRA dan DPR RI ini dengan potensi kemenangan paslon di Pilkada?

Amatan Serambi dari diskusi di warung kopi dan ruang medsos, sebagian orang menganggap kekuatan perolehan kursi akan berdampak pada kemenangan di Pilkada. Apalagi jika perbandingan yang diambil adalah jumlah suara yang diperoleh koalisi parpol pendukung paslon pada pemilu sebelumnya. 

Namun, sebagian lainnya menilai hal itu tidak ada pengaruh bagi kemenangan pasangan calon di pilkada. Mereka menyandarkan pendapatnya pada hasil Pilkada Pidie tahun 2017, di mana pasangan Roni Ahmad dan Fadhullah TM Daud yang maju dari jalur nonpartai (independen) mengalahkan pasangan yang didukung oleh hampir semua parpol di Pidie.

Di luar Aceh, dunia politik Indonesia pernah dibuat heboh ketika kotak kosong mengalahkan pasangan calon yang didukung parpol pada pemilihan Wali Kota Makassar tahun 2018 lalu. Tidak tanggung-tanggung, pasangan yang dikalahkan kotak kosong itu diusung 10 partai politik sekaligus. 

Menjawab Serambi, Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Effendi Hasan, MA, menyampaikan padangannya terkait hubungan perolehan kursi dan suara parpol pengusung dengan kemenangan Pilkada. Jika hanya melihat angka dukungan parpol, kata Effendi, pasangan Mualem-Dek Fadh akan menang karena mereka mempunyai mesin politik partai, pendukung dan simpatisan partai yang lebih banyak. 

Namun, lanjut dia, konstestasi pilkada sangat dinamis. Besarnya dukungan partai belum tentu menjadi indikator mutlak kemenangan suatu pasangan, apalagi jika mesin partai tidak solid, kerja-kerja politik tidak terstruktur dan mengakar ke grassroot sebagai basis partai dan pendukung serta pemilih.(Baca selengkapnya: Tiga Pendekatan Saling Terkait).

Bagaimanapun analisisnya, banyak pihak berharap seluruh tahapan Pilkada Aceh dan pilkada kabupaten/kota di seluruh Aceh, bisa berjalan aman, damai, lancar, dan menjunjung nilai-nilai demokrasi dan berlandaskan syariat Islam.

“Masyarakat Aceh harus mengaca kembali kepada pelaksanaan Pemilu Serentak tahun 2024 di Aceh, dimana proses demokrasi tersebut berjalan tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial, budaya dan kultur masyarakat Aceh yang kental dengan nilai-nilai islami,” tulis Dr Effendi Hasan. 

Akademisi eks aktivis 98 ini menambahkan, proses politik pada Pemilu 2024 diwarnai oleh tindakan-tindakan dan perilaku politik yang mengotori nilai-nilai demokrasi. Terjadi praktek politik uang secara massif dan terstruktur di kalangan elite politik, dan masyarakat sebagai pemilih. “Pemilu sebagai satu mekanisme untuk menegakkan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin telah rusak oleh perilaku elite dan pemilih yang sangat pragmatis, sehingga harapan untuk melahirkan pemimpin yang berintegritas dan islami di Aceh jauh panggang dari api,” ujarnya.

Effendi berharap, pada pilkada ini masyarakat Aceh harus memilih calon pemimpin berdasarkan gagasan-gagasan program kerja sesuai visi dan misi untuk membangun Aceh yang lebih bermartabat. “Pemimpin Aceh tidak boleh dipilih berdasarkan pemberian-pemberian tertentu (politik uang atau sejenisnya) untuk mempengaruhi pemilih untuk memilih pasangan tertentu. Praktek-praktek tersebut telah merusak sendi-sendi kultur masyarakat Aceh serta telah merusak nilai-nilai demokrasi lokal Aceh yang kental dengan nilai-nilai Islam,” ungkap Effendi Hasan.(nal)

 

Effendi Hasan.
Effendi Hasan. (For Serambinews.com)

Dr. Effendi Hasan, MA, Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP USK Banda Aceh

Tiga Pendekatan Saling Terkait

Apakah ada hubungan langsung antara kekuatan atau perolehan kursi parpol pendukung di DPRA dan DPR RI ini dengan potensi kemenangan paslon di Pilkada?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, terkait hubungan antara kekuatan atau perolehan kursi parpol pendukung di DPRA dan DPR RI ini, dengan potensi kemenangan paslon di pilkada, menurut pandangan saya, harus dilihat  dari tiga pendekatan secara kajian politik, khususnya terkait pemenangan politik. Ketiga pendekatan tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu pendekatan modal politik, modal ekonomi, dan modal sosial.  

Dari pendekatan modal politik sudah sangat jelas pasangan Mualem-Dek Fadh telah diusung oleh mayoritas partai politik baik lokal maupun nasional, di antaranya: Partai Aceh (20 kursi DPRA), Partai Gerindra (5 kursi DPRA dan 86 kursi DPR RI), Partai Demokrat (7 kursi DPRA dan 44 kursi DPR RI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) (4 kursi DPRA dan 53 kursi DPR RI), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) (1 kursi DPRA dan 110 kursi DPR RI), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) (9 kursi DPRA dan 68 kursi DPR RI) dan PPP (5 kursi DPRA). 

Sedangkan pasangan Bustami Hamzah–Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab telah diusung baik oleh partai politik nasional dan lokal diantaranya: Partai NasDem (10 kursi DPRA dan 69 kursi DPR RI), PAN (5 kursi DPRA dan 48 kursi DPR RI), PAS Aceh (4 kursi DPRA), dan Partai Golkar (9 kursi DPRA dan 102 kursi DPR RI). 

Kalau kita melihat dari komposisi perolehan kursi baik DPRA maupun DPR-RI, tentunya didominasi oleh partai politik yang mendukung pasangan Mualem-Dek Fadh yang kalau dijumlahkan semua, untuk kursi DPRA sebanyak 52 kursi, dan 361 kursi untuk DPR-RI. Dibandingkan dengan jumlah kursi partai politik yang mengusung pasangan  Bustami Hamzah–Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab yang jumlahnya lebih sedikit, untuk  DPRA sebanyak 28 kursi, dan DPR-RI 219 kursi. 

Kalau kita melihat dari kasat mata dukungan partai politik tentunya perhelatan Pilkada Aceh tahun 2024 akan dimenangkan oleh pasangan Mualem-Dek Fadh karena  mereka mempunyai mesin politik partai, pendukung  dan simpatisan partai yang lebih banyak, dibandingkan dengan pasangan Bustami Hamzah–Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab baik mesin politik partai, pendukung dan simpatisan yang lebih sedikit. 

Namun konstestasi Pilkada dinamikanya sangat dinamis, besarnya dukungan partai belum tentu menjadi indikator mutlak kemenangan sesuatu pasangan, apalagi jika mesin politik partai tidak solid, kerja-kerja politik tidak terstruktur dan mengakar ke grassroot Sebagai basis partai dan pendukung serta pemilih. 

Sebagai contoh, pada Pilkada DKI tahun 2017 di mana pasangan  Anis Baswedan-Sandiaga Uno yang hanya mendapat dukungan dari partai PKS dan Partai Gerindra, mengalahkan pasangan Ahok-Jarot. Sebabnya, kerja-kerja politik Anies-Sandiaga lebih terstruktur ke basis-basis pemilih, sehingga mendapat dukungan yang mayoritas dibandingkan pasangan Ahok-Jarot. 

Kesimpulannya, pasangan calon memiliki peluang yang sama untuk memenangkan konstestasi Pilkada Aceh dengan ketentuan dan syarat melakukan kerja-kerja pemenangan seperti yang telah saya jelaskan di atas. 

Faktor Modal Ekonomi, kemenangan  pasangan gubernur dan wakil gubernur dalam konstestan Pilkada 2024 di Aceh tidak hanya ditentukan oleh faktor kekuatan dukungan partai politik yang dominan atau tidak dominan. Faktor modal ekonomi atau modal finansial juga sangat menentukan kemenangan tersebut. 

Faktor  modal ekonomi atau finasial yang dimiliki oleh sesuatu pasangan di mana dengan kekuatan finansial pasangan calon akan menggerakkan mesin politik partai atau semua struktur tim pemenangan untuk mencapai kemenangan tersebut. Tentunya faktor finasial jangan dilihat dari aspek perspektif negatif, terutama dikaitkan dengan politik uang.

Namun aspek ini harus dilihat dari aspek modal finansial sebagai kekuatan cost politik yang dimiliki dan harus dikeluarkan oleh pasangan-pasangan yang terlibat dalam kontestasi pilkada. 

Perhelatan politik tidak mungkin tanpa kekuatan modal finansial, namun banyaknya modal finasial juga belum menjamin atau  menjadi faktor kemenangan semata-mata tanpa dikelola modal finansial tersebut dengan tepat sasaran. 

Sebagai contoh berapa banyak caleg di pemilu serentak maupun calon pilkada yang memiliki modal finansial banyak, namun mengalami kekalahan. Sebabnya karena menghambur-hambur uang tanpa tepat sasaran dan tidak terukur dengan segala modus operandi untuk membeli suara rakyat. 

Jadi kemenangan pasangan Mualem-Dek Fadh atau Bustami Hamzah-Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab sangat ditentukan oleh kemampuan modal ekonomi atau finansial yang dimiliki oleh kedua pasangan ini untuk menghidupkan mesin-mesin politik mereka untuk mempengaruhi pemilih di akar rumput. Kalau kemampuan finansial ini lemah akan sangat mempengaruhi kuat dan lemahnya pergerakan mesin politik di grassroot atau akar rumput pemilih. 

Hanya kedua pasangan inilah yang lebih mengetahui kemampuan finansial mereka masing-masing untuk mengerakkan mesin politik, baik tim pemenangan partai politik pendukung maupun tim pemenangan di akar rumput. Tentunya keduanya pasangan ini telah mempersiapkan modal besar untuk memenangkan konstestasi Pilkada Aceh 2024.

Faktor Modal Sosial:  Kemenangan di pilkada juga sangat ditentukan oleh modal sosial. Modal ini bisa dilihat dari aspek potensi kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh dari sisi pengaruh, eksistensi, elektabilitas, dan suara badan yang dimiliki oleh kedua pasangan ini di kalangan masyarakat Aceh. Tentu kedua pasangan ini tidak diragukan lagi segi modal ini, kedua pasangan ini tentunya telah mempunyai basis dukungan  masyarakat masing-masing di seluruh Aceh.  

Siapa yang meragukan pengaruh dan eksistensi dari pasangan Mualem-Dek Fadh, pasangan ini merupakan pasangan dari kombatan GAM yang saling melengkapi. Mualem merupakan mantan panglima GAM, eksistensi perjuangannya  terhadap Aceh tidak diragukan lagi baik pada saat konflik Aceh maupun saat Aceh telah damai. 

Demikian juga dengan dengan pasangan Bustami Hamzah-Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab. Pasangan ini telah memiliki modal sosial yang juga sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Aceh. Bustami dengan pengalamannya di birokrasi, pernah menduduki jabatan strategis di pemerintahan  Aceh. Sementara Tgk Muhammad Yusuf A. Wahab merupakan seorang ulama yang dikenal di seluruh Aceh.(nal

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved