Opini

Menakar Kadar Interaksi dengan Alquran

Terlepas dari semua kepentingan politik, kemampuan membaca Alquran para calon pemimpin ini seakan menggambarkan bahwa kemampuan baca Alquran masyaraka

Editor: mufti
IST
Mujiburrahman S Pd I MA, Dosen STAI Al-Washliyah Banda Aceh dan Teungku Imum Meunasah Gampong Lampreh, Ingin Jaya, Aceh Besar 

Mujiburrahman S Pd I MA, Dosen STAI Al-Washliyah Banda Aceh dan Teungku Imum Meunasah Gampong Lampreh, Ingin Jaya, Aceh Besar

BEBERAPA hari lalu jagat media sosial di Aceh dihebohkan oleh berita tentang kemampuan baca Alquran beberapa calon kepala daerah yang kualitas bacaannya di bawah standar. Realita ini menjadi viral dan bahkan dimanfaatkan sebagai isu politik untuk menjatuhkan pasangan calon tertentu.

Terlepas dari semua kepentingan politik, kemampuan membaca Alquran para calon pemimpin ini seakan menggambarkan bahwa kemampuan baca Alquran masyarakat Aceh secara umum masih jauh dari harapan.Kondisi ini tentunya menjadi sesuatu hal miris dan mengkhawatirkan mengingat bahwa Aceh adalah satu satunya provinsi yang telah memproklamirkan diri sebagai negeri bersyariat. Oleh karenanya tidak menjadi sesuatu yang berlebihan jika kemudian masyarakat mengharapkan akan lahir seorang pemimpin yang memiliki nilai plus selain memiliki kemampuan manajerial kepemimpinan tetapi juga mampu menjadi imam dalam ilmu keagamaan. Pemimpin yang mampu menjadi teladan dalam kemampuan leadership dalam bidang sosial dan keagamaan.

Fenomena kemampuan baca Alquran yang di bawah standar ini dalam konteks Aceh yang dikenal oleh masyarakat luar sebagai daerah yang religius dan bersyariat, harus menjadi cemeti untuk berkaca tentang tingkat interaksi kita bersama Alquran. Tulisan ini tidak bermaksud menjatuhkan siapapun tetapi fenomena ini harus menjadi kesadaran bahwa interaksi kita dengan kitab suci belum maksimal.

Panduan amal dan etika

Alquran merupakan kalam Allah penyempurna yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang menjadi mukjizat bagi kerasulannya. Alquran diturunkan secara mutawatir  dengan perantaraan Malaikat Jibril as, membacanya bernilai pahala serta memberi syafaat dunia dan akhirat.

Dalam sebuah hadist  Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya puasa dan membaca Alquran akan memberi syafaat bagi seorang hamba di hari kiamat, dan Alquran berkata “Wahai Tuhanku, aku telah menghalanginya dari tidur untuk qiyamullail, maka berilah aku izin untuk memberikan syafaat kepadanya”. Kemudian Nabi bersabda, “Maka keduanya diberikan izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad).

Hadis di atas menggambarkan bahwa Allah dan rasulnya memberikan stimulan bagi setiap muslimin untuk senantiasa membaca Alquran. Kitab suci ini menjadi landasan dan panduan manusia agar setiap perilaku dan etikanya selalu berada dalam keridhaan ilahi. Dalam sebuah hadits Rasulullah menjamin bahwa Alquran adalah jalan keselamatan dan jauh dari kesesatan. “Kutinggalkan kepadamu dua perkara, jika kamu setia berpandu kepadanya tidak akan sesat selamanya yakni Alquran dan al-hadist".

Alquran mampu mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik dan menghiasi akhlak dan kepribadiannya. Hadirnya Alquran dalam kehidupan kita bukan hanya membantu manusia untuk memperbanyak kebaikan semata-mata. Melainkan sebagai pedoman hidup yang mampu mengubah manusia menjadi manusia yang berperadaban dan berakhlak mulia.

Dengan demikian Alquran memberikan panduan komprehensif bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya baik dalam hubungan dengan Allah (hablumminallah) maupun hubungan sesama manusia (hablumminannas). Bersama Alquran kita akan mampu menjadi pribadi yang diidamkan oleh penduduk bumi dan disayangi oleh penduduk langit.

Sebegitu hebatnya Alquran yang kita imani sebagai kitab suci yang memandu kehidupan kita. Namun kadang keimanan ini kemudian tidak tercerminkan dalam perilaku kita dalam berinteraksi dengan Alquran. Bahkan mungkin Alquran hanya menjadi bacaan kita saat masih kanak-kanak atau hanya sekadar bacaan bulan Ramadhan semata.

Interaksi dengan Alquran seakan menjadi kenangan masa lalu tidak terbawa menjadi sebuah rutinitas dalam keseharian masyarakat kita. Muhammad Iqbal, seorang pujangga India mengatakan bahwa “Alquran itu laksana pengantin baru dekatilah dia dengan penuh rasa, sebab kalau tidak kamu tidak akan pernah merasakan keindahannya”. Dengan demikian kita perlu menaikkan level interaksi bersama Alquran.

Level interaksi

Alquran akan bermakna sebagai kitab suci yang memandu kehidupan muslimin jika kita selalu berinteraksi bersamanya. Para pakar ulumul Quran telah membagikan level interaksi manusia dengan Alquran dalam empat tingkatan. Pertama, tingkatan membaca yang dipandang sebagai level terendah dalam interaksi dengan Alquran yaitu mengenal huruf dan memahami kaedah baca (tajwid) dan mampu melafalkannya dengan benar.

Meskipun ini level terendah, namun Allah memuliakan Alquran dibanding kitab lain sehingga membacanya saja sudah dianggap sebagai amalan berpahala. Bahkan wahyu Alquran yang pertama turun menyuruh kita agar selalu membaca. Oleh karena itu kita selalu harus menjadikan Alquran sebagai bacaan sehari-hari bukan hanya bacaan ketika ingin mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved