Berita Kutaraja

Seniman dan Budayawan Aceh Tolak Raqan Pemajuan Kebudayaan, SUKAT: Bisa Picu Konflik Regulasi

"Jika dibiarkan, Raqan ini akan memicu konflik regulasi, baik secara vertikal maupun horizontal,” tambah Yulfan.

Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
Kawasan Istana Darul Makmur Kuta Farusah Pindi, Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam menjadi salah satu kawasan Situs Cagar Budaya yang berada di kawasan Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam. 

Sebagai contoh, Raqan tersebut tidak memperhitungkan warisan budaya sebagai bagian integral dari alam dan mengabaikan perspektif ekologis dalam upaya pemajuan kebudayaan. 

Selain itu, terdapat ketidakjelasan dalam pembagian wewenang antara Badan Pemajuan Kebudayaan dan Dinas Kebudayaan terkait tata kelola cagar budaya. 

“Ini bisa membuka peluang untuk penggelapan aset cagar budaya,” tambah Koordinator SUKAT, Tungang Iskandar.

SUKAT meminta agar DPR Aceh dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengembalikan Raqan tersebut kepada Disbudpar untuk diperbaiki sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik, keadilan, dan inklusivitas.

Alasan lain di balik penolakan SUKAT adalah karena Raqan ini tidak berpihak pada ekosistem dan sumber daya kebudayaan Aceh. 

"Qanun ini tidak disusun untuk kemajuan dan kepentingan kami, tetapi lebih menguntungkan pelaku bisnis," tegas Tungang.

Forum Suara untuk Kebudayaan Aceh yang Terarah (SUKAT) terdiri dari: Tikar Pandan, Labs Aceh Rakitan, Aceh Documentary, Majelis Seniman Aceh, Telaga Art Space, Aceh Bergerak, Sejagat Rangkang Seni Jauhari – GSJ, Lembaga Seuramoe Budaya, Masyarakat Peduli Sejarah Aceh, Seueng Samlakoë, Kanot Bu Ekosistem, Dewan Kesenian Banda Aceh, Teater Rongsokan, Apotek Wareuna, Masyarakat Pernaskahan Nusantara – Aceh, Asosiasi Tradisi Lisan Cab. Aceh, KSBN Aceh, Katagamba, Markas Sinobi, ⁠Akarimaji, Komunitas Saleum, Komunitas Basajan, Komunitas Beulangong Tanoh, Komunitas Gayo Prasejarah, Komunitas Desember Kopi, KKS Jantho, The Gayo Institute (TGI), Sanggar Kuta Dance Teater, Aseti Sceh  (Asosiasi Seniman Tari Indonesia), Seuramoe Teater Aceh ( STA ), Central Culture Simeulue, HipHop NAD Syndicate, Kamp Kulu, ⁠Terace Launge Sabang, Bersabtu Kita Teguh, Khali Tunggal, Forum Peduli Sejarah Islam, dan Ruang Tumbuh.

Selain dari komunitas, juga terdiri dari ratusan seniman dan budayawan Aceh: Nisa R.A, Khairul Fajri Yahya, Jamal Taloe, Mahlizar safdi, Fikar W.Eda, Ampon Nazaruddin, Salman Yoga S, Peteriana kobat, ⁠Ida Fitri, Cut Ratna, Dek Jall, Mahrisal Rubi, Nazar Shah Alam (Apache), Abzari Jafar, Maimunzir (Bang Gaes), Taqiyuddin Muhammad, Azhari Aiyub, Thayeb Lhoh Angen, Azhari Meugit, Zulfikar Taqiyuddin, Ari Palawi, Iskandar Tungang, Chairiyan Ramli, Fozan Santa, Tuah Tharaya, Muhajir Abdul Aziz, Idrus bin Harun, Vandols, Fuady Keulayu, Zulham, Reza Mustafa, Hafiz Polem, Aulinda Wafisa, Jack Monarch, Alam Mirza, Eva Hazmaini, Zulfan, Nova, Hidayatullah, Rizki, Ziki, Raji, Aliyul, Aries Ardian, Achmad Zaki, Imam Saleum, T. Raja Badri, M. Ridho, M.Rais, Farhan Afrijal, T.Raja Ilhamuddin, Mukthi, M.Taupiq Rawal, T Julfajri Tejo, Nainunis Nay, Agusriansyah, Jamaluddin Phonna, Faisal Ilyas, Sarjev, Yusuf Bombang Apa Kaoy, Herman RN, Hermansyah, Saniman, Hamzah, Mizuar Mahdi, Akbar Rafsanjani, Putra Hidayatullah, Adang, Adli, Hasan Kulu, Salaudin, Iswadi Basri, Fariz Albar, Ijuff, Ryan Abu, Feradi, Alfian Mata, Valicha Oja, Rino Abonita, Fuady Mardhatillah, Yusri Ramli, Tauris Mustafa, Reza Idria, Moritza Taher, Said Akram, Muhsin, Djamal Syarif, Al Hari, Jauhari Samalanga, Badudu, Mirza Irwansyah, Allyca Putri Anjani, Arifa Safura, DJ Rencong, Ersada Tarigan, Syarif Al Qahar, Masykur Syafruddin, Ihan Nurdin, Roby Firmansyah, Rahmat Trisnamal, Nurul Fahmi, Ismail Arafah, Saiful Amri, Mariani, Muhammad Noza, Ariski Septian, Rindi P. Putra, Mellyan, Nurkhalis, Meria Ulfa, dan Muliadi.(*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved