Ipda Rudy Soik Tolak Dipecat Usai ungkap Mafia BBM, Akui Dapat Tekanan, Siap Ajukan Banding

Rudy menolak keputusan tersebut dan berencana untuk mengajukan banding serta peninjauan kembali.

Editor: Faisal Zamzami
Kolase Serambinews.com/ Istimewa
Eks KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota, Ipda Rudy Soik 

SERAMBINEWS.COM, KUPANG - Inspektur Polisi Dua Rudy Soik, mantan Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kupang Kota, dipecat secara tidak hormat dari institusi Polri.

Pemecatan ini dilakukan karena Rudy diduga melanggar disiplin dan memasang garis polisi di lokasi yang diduga menjadi tempat penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) ilegal. 

Rudy menolak keputusan tersebut dan berencana untuk mengajukan banding serta peninjauan kembali.

Kronologi ungkap Mafia BBM

Dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada Minggu (13/10/2024), Rudy menjelaskan kronologi pengungkapan mafia BBM di Kota Kupang.

Rudy mengungkapkan, pada 15 Juni 2024, ia bersama tim melakukan operasi penertiban terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi di wilayah Kota Kupang. 

"Dalam operasi ini, kami menemukan Ahmad yang sedang melakukan pembelian minyak solar subsidi menggunakan barcode nelayan yang tidak sah atas nama Law Agwan," ujar dia.

Saat akan ditangkap, Ahmad berusaha menyuap petugas dengan uang sebesar Rp 4 juta, tetapi upaya tersebut gagal.

Minyak yang dibeli Ahmad kemudian ditampung di rumahnya.

Setelah pengecekan, polisi mendapati minyak solar yang ditimbun sudah tidak ada lagi di lokasi. 

"Hasil investigasi juga menunjukkan bahwa Ahmad tidak terdaftar di Dinas Perikanan sebagai penerima rekomendasi barcode nelayan," tambah Rudy.

Selama interogasi, Ahmad mengaku telah mengirim minyak tersebut kepada Algajali.

Berdasarkan pengakuan ini, polisi melanjutkan penyelidikan ke tempat penimbunan milik Algajali.

Di lokasi tersebut, Algajali mengeklaim telah menyetorkan uang sebesar Rp 15 juta kepada Kanit Tipidter dan mengaku bekerja sama dengan Krimsus Polda NTT.

Namun, minyak yang dicari juga tidak ditemukan di tempat itu. 

Rudy menjelaskan, pada 28 Juni 2024, penyelidikan dilanjutkan untuk mencari tahu ke mana minyak yang ditimbun oleh Ahmad dan Algajali dijual.

Diketahui, Ahmad adalah residivis dengan modus yang sama, menjual minyak ke perbatasan Timor Leste.

"Ahmad menggunakan mobil tangki industri untuk mengangkut minyak tersebut ke wilayah perbatasan," ungkap Rudy.

Rudy menegaskan, semua kegiatan penyelidikan dilakukan atas perintah Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota dan Kasat Reskrim.

Namun, ia terkejut ketika dianggap melanggar kode etik, yang berujung pada pemecatannya.

 "Keputusan PTDH ini bagi saya sesuatu yang menjijikan," tegas Rudy.

Baca juga: Ipda Rudy Soik Dipecat Setelah Ungkap Mafia BBM, Kabid Humas Polda NTT Ungkap Alasannya

Akui dapat tekanan saat Proses sidang kode etik

Rudy Soik mengaku terkejut dengan keputusan pemecatannya.

Hal itu lantaran alasan pemecatannya adalah karena memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.

Padahal, menurut dia, apa yang dilakukannya merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan dan atas perintah pimpinannya yakni Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung.

 "Bagi saya keputusan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) ini sesuatu yang menjijikkan," kata Rudy, dilansir dari Kompas.com (12/10/2024).

Rudy mengaku selalu mendapat tekanan selama persidangan.

Oleh karena itu, dia tidak hadir dalam sidang kode etik yang dilaksanakan Jumat (11/10/2024) pagi.

Selain ditekan, Rudy Soik mengatakan bahwa dirinya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan rangkaian penyelidikan kasus mafia BBM yang berujung pemasangan garis polisi.

"Pemasangan garis polisi itu ada rangkaian cerita, mulai dari awal hingga terjadinya pemasangan garis polisi di rumah terduga pelaku mafia BBM, Ahmad Ansar, Kamis (27/6/2024)," kata dia. 

Namun, pimpinan sidang kode etik hanya fokus di tanggal 27 Juni 2024, apa yang dibuat Rudy. 

Rudy menuturkan, pada tanggal 27 Juni 2024, dia menanyakan kepada pemilik rumah tempat dipasangnya garis polisi, meski saat itu tidak ada BBM dalam drum.

"Saya bertanya, apakah Krimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT) yang pada tanggal 27 itu saya pergi kamu menjelaskan kepada saya bahwa minyak (BBM) Krimsus itu ilegal. Dia (Pemilik rumah tempat dipasang garis polisi) mengakui itu dalam sidang.

Kemudian saya bertanya lagi beberapa fakta-fakta apakah kamu memberikan uang Rp 15 juta kepada anggota sebelum saya datang dan dia mengakui itu. Saya pun menjelaskan di sidang, tapi saya di-cut. Katanya kamu jangan melebar ke mana-mana," ungkap Rudy.

Menurut Rudy, persidangan itu terkesan menyudutkan dirinya karena melanggar SOP pemasangan police line.

Sidang kode etik yang dijalaninya juga tidak mencari fakta-fakta tentang mafia BBM.

"Makanya saya bertanya kok itu dianggap berbelit-belit. Saya kan tanya, kalau seandainya saya salah dalam pemasangan police line, maka yang benar itu di mana. Perlihatkan kepada saya dalam aturan yang mana, supaya jelas semuanya," tandas Rudy.

 

 

 

Polda NTT Buka Suara

 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) NTT Ariasandy buka suara terkait alasan pemecatan Ipda Rudy Soik dari institusi Polri.

Menurutnya, pemecatan dilakukan berdasarkan pelanggaran kode etik yang terkait dengan prosedur penyidikan.

"Hasil pemeriksaan sidangnya, Ipda Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Minggu.  

Sidang Kode Etik terhadap Ipda Rudy Soik dilaksanakan sebagai respons terhadap dugaan pelanggaran.

Tujuannya adalah untuk menegakkan disiplin dan integritas di lingkungan Polri.

Persidangan dilakukan pada Kamis (10/10/2024) sampai dengan Jumat (11/10/2024) dari pukul pukul 10.00 hingga 17.00 Wita, di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT.

 Saksi-saksi dan alat bukti diperiksa, serta keterangan terduga pelanggar, Ipda Rudy Soik, didengarkan dalam persidangan tersebut.

Hasilnya, Rudy Soik dinyatakan melakukan perbuatan tercela yang mengakibatkan keputusan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri.

Ariasandy juga mengatakan, Rudy Soik melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dengan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Rudy Soik melakukan tindakan yang tidak profesional dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM.

"Tindakan tersebut menyebabkan korban merasa malu dan menimbulkan polemik di masyarakat," ungkap Ariasandy. Rudy Soik juga memiliki catatan pelanggaran disiplin sebelumnya, termasuk beberapa sanksi yang telah dijatuhkan.

"Hasil putusan sidang banding Komisi Kode Etik Polri pada tanggal 9 Oktober 2024 menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun," tandasnya. 

 

Baca juga: Pagi Ini, Pimpinan DPRK Banda Aceh Dilantik

Baca juga: Kejari Dalami Dugaan Potongan Operasional PPS

Baca juga: Putusa Asa, lalu Membabi Buta

Sudah tayang di KOmpas.com

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved